Spellbound (Tersihir)
Jane Green
Monica D.C (Terj.)
GPU – Maret 2009
488 Hal.
Alice Chambers, perempuan usai 30 tahunan, kerap menjadi cover di majalah Tatler terbitan Inggris karena seringnya ia menghadiri acara-acara sosialita. Dengan postur tubuh tinggi semampai, kulit kecokelatan, rambut pirang yang panjang dan lurus, berbalut busana dari desainer terkemuka. Siapa yang tak akan menoleh kepadanya dengan penampilan seperti itu. Tinggal di kawasan bergengsi di London. Mungkin nyaris semua perempuan ingin menggantikan tempatnya sekarang.
Tapi, siapa sangka semua itu dilakukan Alice hanya demi suaminya. Joe Chambers, laki-laki impiannya sejak remaja. Alice, yang dulunya berambut hitam dan keriting, memakai celana jeans dan sweater kumal, bermimpi untuk memiliki rumah di pedesaan dan menikah dengan suasana yang tradisional dan kekeluargaan. Penampilan canggih Alice yang sekarang, adalah semata-mata karena keinginan Joe.
Alice sangat mencintai Joe. Tapi, dasar laki-laki hidung belang. Memiliki istri seperti Alice tidaklah cukup. Joe adalah tipe lelaki petualang. Ia gemar melakukan ‘one night stand’ dengan perempuan-perempuan yang ia temui, entah di café, di pesta-pesta. Joe yang tampan dan mudah bergaul, membuatnya dengan mudah mendekati perempuan-perempuan yang tentu saja dengan senang hati meladeninya.
Joe pun kena batunya, ketika ia berhubungan dengan teman sekantornya sendiri, Josie. Joe dipindahkan ke Amerika. Bagi Alice – dan juga Joe – kepindahan ini dimanfaatkan untuk memperbaharui pernikahan mereka. Joe berjanji pada dirinya sendiri untuk menjadi suami yang baik dan setia pada Alice.
Alice pun segera menyukai Amerika, atau tepatnya sebuah kota kecil bernama Highfield di Connecticut. Di sana Alice menemukan rumah yang selama ini hanya ada dalam mimpinya. Rumah yang ternyata memiliki legenda di kalangan warga Highfield. Segera saja Alice jatuh cinta pada rumah itu dan langsung bekerja keras untuk mewujudkan rumah impiannya itu.
Tanpa disadarinya, hubungannya dengan Joe merenggang. Joe yang tinggal di Manhattan hanya pulang seminggu sekali ke tempat Alice berada. ‘Pertahanan’ Joe diuji. Dengan begitu banyak wanita cantik bersliweran di depannya, mau tak mau, Joe kembali tergoda. Apalagi, Alice berubah – kembali menjadi Alice yang tak peduli dengan penampilan, kembali menjadi Alice yang dikenalnya ketika remaja dulu.
Ketika Alice menyadari, Joe kembali ke kebiasaan lamanya, tak urung Alice terpukul. Ia harus memilih antara menyelamatkan pernikahannya tapi tidak menjadi dirinya sendiri, atau, kehilangan Joe tapi kembali menjadi Alice yang santai.
Hmmm… laki-laki… sekali hidung belang, tetap aja gak akan berubah. Some people don’t change, they just grow older J
Ada bagian yang menurut gue rada dipaksain, atau, gak pas… menurut gue lhooo… misalnya, kenapa Alice harus ‘dipaksain’ jadian atau deket atau suka-sukaan sama Harry, pacar sahabatnya, Emily? Kenapa endingnya, gak dibiarin aja, Alice menikmati masa-masa bahagianya sendiri, di rumah pedesaannya? Dan, coba, cerita tentang rumahnya Alice, yang katanya bekas rumah Rachel Danburry, penulis controversial itu, rada dibanyakin. Biar ada misteri-misterinya dikit gitu, bukan sekadar ‘pemanis’ aja.
Jane Green
Monica D.C (Terj.)
GPU – Maret 2009
488 Hal.
Alice Chambers, perempuan usai 30 tahunan, kerap menjadi cover di majalah Tatler terbitan Inggris karena seringnya ia menghadiri acara-acara sosialita. Dengan postur tubuh tinggi semampai, kulit kecokelatan, rambut pirang yang panjang dan lurus, berbalut busana dari desainer terkemuka. Siapa yang tak akan menoleh kepadanya dengan penampilan seperti itu. Tinggal di kawasan bergengsi di London. Mungkin nyaris semua perempuan ingin menggantikan tempatnya sekarang.
Tapi, siapa sangka semua itu dilakukan Alice hanya demi suaminya. Joe Chambers, laki-laki impiannya sejak remaja. Alice, yang dulunya berambut hitam dan keriting, memakai celana jeans dan sweater kumal, bermimpi untuk memiliki rumah di pedesaan dan menikah dengan suasana yang tradisional dan kekeluargaan. Penampilan canggih Alice yang sekarang, adalah semata-mata karena keinginan Joe.
Alice sangat mencintai Joe. Tapi, dasar laki-laki hidung belang. Memiliki istri seperti Alice tidaklah cukup. Joe adalah tipe lelaki petualang. Ia gemar melakukan ‘one night stand’ dengan perempuan-perempuan yang ia temui, entah di café, di pesta-pesta. Joe yang tampan dan mudah bergaul, membuatnya dengan mudah mendekati perempuan-perempuan yang tentu saja dengan senang hati meladeninya.
Joe pun kena batunya, ketika ia berhubungan dengan teman sekantornya sendiri, Josie. Joe dipindahkan ke Amerika. Bagi Alice – dan juga Joe – kepindahan ini dimanfaatkan untuk memperbaharui pernikahan mereka. Joe berjanji pada dirinya sendiri untuk menjadi suami yang baik dan setia pada Alice.
Alice pun segera menyukai Amerika, atau tepatnya sebuah kota kecil bernama Highfield di Connecticut. Di sana Alice menemukan rumah yang selama ini hanya ada dalam mimpinya. Rumah yang ternyata memiliki legenda di kalangan warga Highfield. Segera saja Alice jatuh cinta pada rumah itu dan langsung bekerja keras untuk mewujudkan rumah impiannya itu.
Tanpa disadarinya, hubungannya dengan Joe merenggang. Joe yang tinggal di Manhattan hanya pulang seminggu sekali ke tempat Alice berada. ‘Pertahanan’ Joe diuji. Dengan begitu banyak wanita cantik bersliweran di depannya, mau tak mau, Joe kembali tergoda. Apalagi, Alice berubah – kembali menjadi Alice yang tak peduli dengan penampilan, kembali menjadi Alice yang dikenalnya ketika remaja dulu.
Ketika Alice menyadari, Joe kembali ke kebiasaan lamanya, tak urung Alice terpukul. Ia harus memilih antara menyelamatkan pernikahannya tapi tidak menjadi dirinya sendiri, atau, kehilangan Joe tapi kembali menjadi Alice yang santai.
Hmmm… laki-laki… sekali hidung belang, tetap aja gak akan berubah. Some people don’t change, they just grow older J
Ada bagian yang menurut gue rada dipaksain, atau, gak pas… menurut gue lhooo… misalnya, kenapa Alice harus ‘dipaksain’ jadian atau deket atau suka-sukaan sama Harry, pacar sahabatnya, Emily? Kenapa endingnya, gak dibiarin aja, Alice menikmati masa-masa bahagianya sendiri, di rumah pedesaannya? Dan, coba, cerita tentang rumahnya Alice, yang katanya bekas rumah Rachel Danburry, penulis controversial itu, rada dibanyakin. Biar ada misteri-misterinya dikit gitu, bukan sekadar ‘pemanis’ aja.
0 comments:
Post a Comment