Friday, September 19, 2008

Topsy-Turvy Lady

Topsy-Turvy Lady
Tria Barnawi @ 2008
GPU – Agustus 2008
224 Hal.

Sebagai anak orang kaya, bagi Gladys, uang bukanlah masalah. Kartu kredit dengan limit yang ‘wow’ tersedia di dompet, uang di tabungan selalu penuh dan selalu siap diisi oleh ayahnya. Belanja-belanji sudah kaya’ kebutuhan pokok buat Gladys. Setiap bulan, bisa dipastikan ada satu tas bermerk yang masuk dalam koleksinya, liburan… hmmm…. paling apes ke Bali! Kuliah di di fakultas ilmu komputer di salah satu universitas swasta bergengsi. Jangan bayangkan mahasiswi yang kuliah di fasilkom sebagai mahasiswi yang ‘nerd’. Gladys bahkan bisa dibilang sebagai ‘Paris Hilton’s copy cat’.

Tapi, gara-gara cinta buta, Gladys harus belajar yang namanya ‘downsizing’. Diawali dengan perkenalan di sebuah café dengan cowok bernama Sandi. Sandi yang usianya terpaut sepuluh tahun di atas Gladys, mampu membuat Gladys berpikir ‘sedikit’ lebih dewasa, bahkan bisa membuat Gladys berpikir untuk menikah muda. Bagi Gladys, Sandi adalah tipe cowok dewasa yang ngemong dan sangat perhatian. Suatu hal yang sangat didambakan oleh Gladys yang anak paling kecil. Sandi yang sederhana – tapi Gladys yakin banget, orang tua Sandi itu kaya.

Demi Sandi, Gladys rela gak beli tas – bukan karena berhemat – untuk ‘mendanai’ Sandi beli laptop baru. Kata Sandi, dana untuk beli laptop-nya terpakai untuk membantu temannya. Gladys menelan mentah-mentah alasan itu.

Puncaknya, Gladys nekat keluar dari rumahnya, dari semua kenyamanan dan fasilitas kelas satu yang selama ini dia nikmati. Orang tua dan kakak-kakak Gladys gak setuju dengan hubungan itu. Karena sebenarnya, Gladys sendiri gak tau latar belakang Sandi. Tapi, udah cinta… semua jadi sah-sah aja. Meskipun, namanya harus dicoret dari daftar warisan.

Gladys harus nge-kos, di sebuah kamar yang mungkin besarnya hanya sepertiga kamarnya, dengan fasilitas yang seadanya. Toh, awalnya, dia masih menikmati, karena ada Sandi yang memberinya semangat. Semua masih terasa indah.

Tapi, tiba-tiba aja, di suatu pagi, Gladys didatangi debt collector yang mencari Sandi. Katanya, Sandi punya hutang sampai berpuluh-puluh juta dan mencantumkan nama Gladys sebagai penjaminnya. Belum lagi ternyata, Sandi juga menggunakan kartu kredit Gladys untuk menarik tunai dalam jumlah yang tidak sedikit. Sandi raib bagai ditelan bumi, meninggalkan hutang yang sangat besar.

Ketika teman lain menjauhinya, Wina-lah yang masih setia memberi dukungan pada Gladys. Teman satu kampusnya itu yang membuka mata Gladys bahwa ia harus bekerja. Akhirnya, sebelum mengikuti pendidikan sebagai babysitter, Gladys sempat terpaksa menjadi pelayan di sebuah restoran yang menuntut kesabaran tingkat tinggi.

Menjadi babysitter ternyata juga gak mudah. Majikannya yang cuek, tapi sok tau dan gak mau kalah, anak-anak balita yang bagai monster cilik, membuat Gladys harus tahan-tahan ati. Buntutnya Gladys malah dituduh mau merusak rumah tangga majikannya.

Beralih lagi sebagai pengasuh anak seorang duda bernama Yuan. Anaknya manis, ibu Sepuh baik… dan… ayah yang ganteng…. Gladys pun berubah… menjadi sangat penyayang pada anak-anak. Ia rela melahap buku-buku tentang parenting yang tebal-tebal untuk mendekatkan diri pada anak asuhnya.

Ketika sinya-sinyal ‘cinta’ mulai berkedap-kedip, Gladys sempat kecewa, karena si duda keren ini lebih memilih perempuan lain yang tak lain adalah orang terdekatnya.

Tapi, di balik itu semua, sifat Gladys yang dulu sangat konsumtif pelan-pelan berubah. Ia lebih memperhatikan orang-orang yang selama ini membantunya di rumah dan jadi lebih empati.

Di antara buku-buku Tria Barnawi yang pernah gue baca, buku ini yang paling gue suka. Mungkin di awal, bakal terpikir, “Pasti ntar jadian deh sama si Du-Ren.” Tapi, ternyata salah tuh… dan ini yang membuat gue jadi menganggap buku ini gak biasa. Buku ini gak ‘menjiplak’ cerita The Nanny atau Nanny’s Diary.

O ya… kalo ada ibu-ibu AIMI atau dari milis asiforbaby yang baca ini, pasti akan seneng banget, karena buku ini bisa dibilang mendukung ‘ASI Eksklusif’. Di salah satu bagian, diceritain kalo kakak Gladys yang namanya Isabel punya baby umur 6 bulan dan dia masih tetap sebagai wanita karir, tapi dia tetap bersikeras untuk kasih ASI ke Keenan, anaknya (Hal. 220 – 221).

2 comments:

Tria said...

Thank you reviewnya, Fer. Aku copy paste ya ke blogku.

Anonymous said...

halo ferina .. salam kenal ya.
asik bener blognya.
bolhe di link ke blog ku ya.
kalo sempet, boleh dunk jln2 ke blog ku.Kasih komentar biar aku tambah pinter.
makacihhh

budi herprasetyo

 

lemari bukuku Template by Ipietoon Cute Blog Design and Bukit Gambang