Ways to Live Forever (Setelah Aku Pergi)
Sally Nicholls @ 2008
Tanti Lesmana (Terj.)
GPU – Maret 2008
216 Hal.
Buku ini nyaris membuat gue menangis… abis gue jadi sedih setelah bacanya. Tapi, tetap, aja, air mata belum berhasil ‘menjebol’ pertahanan gue yang ‘membatu’ ini. Hehehe.
Jadi, ini cerita tentang Sam, anak umur 11 or 12 tahun yang kena penyaki leukemia akut. Karena udah parah banget, orang tua Sam mengeluarkan Sam dari sekolah dan memilih untuk memanggil guru ke rumah. Sam belajar di rumah sama temannya yang juga punya penyakit parah, namanya Felix.
Pelajarannya di rumah, bukanlah sesuatu yang serius. Mrs. Willis, guru mereka, cenderung membiarkan mereka memilih apa yang mereka sukai untuk mereka pelajari atau lakukan. Mereka berdua bisa aja main perang-perangan atau membuat karangan.
Nah, dari proyek menulis inilah, Sam mempunyai ide untuk membuat buku. Maka, Sam membuat berbagai daftar tentang apa yang dia inginkan, apa yang ia lakukan dan juga daftar-daftar pertanyaan yang tak terjawab yang mungkin jarang banget terlintas di dalam pikiran kita sebagai orang yang ‘sehat’. Tapi, beda sama Sam yang sedang menunggu ‘hari-hari akhir’nya. Pertanyaan seperti: “Kenapa orang harus mati?”, “Bagaimana kita harus mati?”, “Ke mana orang pergi setelah mati?” terlontar dengan polos dari pikiran-pikiran Sam. Sam jadi tampak dewasa sekali.
Buku ini jadi bagaikan buku harian Sam. Mimpi Sam naik balon Zeppelin, berbagai daftar yang ‘kocak’, misalnya apa yang harus dilakukan kalo orang meninggal, kiat-kiat hidup abadi – emang sih, bikin sedih tapi, kok ya, jadi lucu karena Sam yang polos banget. Terus, gimana Sam harus menghadapi kenyataan kalo segala macem cara pengobatan itu udah gak ada gunanya lagi dan hidupnya hanya tinggal 2 bulan lagi!
Sam memang terkadang bilang kalau ini semua gak adil, tapi toh, Sam berhasil bersikap tegar dan gak ‘terpuruk’ menyesali nasib. Sam masih bisa menikmati hidupnya yang gak lama lagi itu. Sam mengajarkan kita untuk tetap semangat. Jangan selalu ‘berkeluh kesah’ padahal mungkin, hidup kita masih lebih baik dibanding Sam.
Tulisan tangan dan corat-coret Sam juga menghiasi buku ini, bikin buku ini jadi gak membosankan.
Kaya’nya buku ini gak hanya untuk orang dewasa deh, meskipun emang, rada berat juga kalo masuk kategori remaja. Tapi… bener.. buku ini bagus banget menurutku. Cerita tentang ‘kematian’ mungkin mirip sama buku-bukunya Mitch Albom, tapi, karena ini diliat dari sudut pandang anak-anak, bikin jadi lain aja.
Love this book… *semoga gak lupa memasukkan ke dalam buku favorit 2008*
Sally Nicholls @ 2008
Tanti Lesmana (Terj.)
GPU – Maret 2008
216 Hal.
Buku ini nyaris membuat gue menangis… abis gue jadi sedih setelah bacanya. Tapi, tetap, aja, air mata belum berhasil ‘menjebol’ pertahanan gue yang ‘membatu’ ini. Hehehe.
Jadi, ini cerita tentang Sam, anak umur 11 or 12 tahun yang kena penyaki leukemia akut. Karena udah parah banget, orang tua Sam mengeluarkan Sam dari sekolah dan memilih untuk memanggil guru ke rumah. Sam belajar di rumah sama temannya yang juga punya penyakit parah, namanya Felix.
Pelajarannya di rumah, bukanlah sesuatu yang serius. Mrs. Willis, guru mereka, cenderung membiarkan mereka memilih apa yang mereka sukai untuk mereka pelajari atau lakukan. Mereka berdua bisa aja main perang-perangan atau membuat karangan.
Nah, dari proyek menulis inilah, Sam mempunyai ide untuk membuat buku. Maka, Sam membuat berbagai daftar tentang apa yang dia inginkan, apa yang ia lakukan dan juga daftar-daftar pertanyaan yang tak terjawab yang mungkin jarang banget terlintas di dalam pikiran kita sebagai orang yang ‘sehat’. Tapi, beda sama Sam yang sedang menunggu ‘hari-hari akhir’nya. Pertanyaan seperti: “Kenapa orang harus mati?”, “Bagaimana kita harus mati?”, “Ke mana orang pergi setelah mati?” terlontar dengan polos dari pikiran-pikiran Sam. Sam jadi tampak dewasa sekali.
Buku ini jadi bagaikan buku harian Sam. Mimpi Sam naik balon Zeppelin, berbagai daftar yang ‘kocak’, misalnya apa yang harus dilakukan kalo orang meninggal, kiat-kiat hidup abadi – emang sih, bikin sedih tapi, kok ya, jadi lucu karena Sam yang polos banget. Terus, gimana Sam harus menghadapi kenyataan kalo segala macem cara pengobatan itu udah gak ada gunanya lagi dan hidupnya hanya tinggal 2 bulan lagi!
Sam memang terkadang bilang kalau ini semua gak adil, tapi toh, Sam berhasil bersikap tegar dan gak ‘terpuruk’ menyesali nasib. Sam masih bisa menikmati hidupnya yang gak lama lagi itu. Sam mengajarkan kita untuk tetap semangat. Jangan selalu ‘berkeluh kesah’ padahal mungkin, hidup kita masih lebih baik dibanding Sam.
Tulisan tangan dan corat-coret Sam juga menghiasi buku ini, bikin buku ini jadi gak membosankan.
Kaya’nya buku ini gak hanya untuk orang dewasa deh, meskipun emang, rada berat juga kalo masuk kategori remaja. Tapi… bener.. buku ini bagus banget menurutku. Cerita tentang ‘kematian’ mungkin mirip sama buku-bukunya Mitch Albom, tapi, karena ini diliat dari sudut pandang anak-anak, bikin jadi lain aja.
Love this book… *semoga gak lupa memasukkan ke dalam buku favorit 2008*
1 comments:
hai hai ferina. salam kenal. buku ini juga masuk list favorit bukuku tahun ini, tapi bedanya diriku menangis pas bacanya versi anak2nya tuesdays with morrie deh, udah baca the last lecture? bagus bgt lho...sapa tau pertahanan air matanya jebol ;)
Post a Comment