Apartemen Yacoubian: Kecamuk Cinta di Bumi Seribu Menara
(‘Imarat Ya’qubyan)
Alaa Al Aswany @ 2002
Anis Masduki (Terj.)
Serambi – April 2008
358 Hal.
Pada tahun 1934, seorang hartawan asal Armenia bernama Hagop Yacoubian, mendirikan sebuah apartemen yang berlokasi di Jalan Sulaiman Pasha, Mesir. Apartemen ini kemudian diberi nama yang sama dengan nama pemiliknya. Apartemen Yacoubian mempunyai arsitektur bergaya Eropa klasik. Pada awalnya, penghuni apartemen ini adalah orang-orang penting, berasal dari kalangan bangsawan, pejabat pemerintahan dan para pengusaha asing. Namun, seiring dengan berjalannya waktu, berbagai kejadian – revolusi di Mesir, meninggalnya si pemilik – turut merubah ‘penghuni’ dari apartemen itu.
Di masa sekarang, penghuni apartemen itu berasal dari berbagai kalangan dengan berbagai latar belakang yang unik. Ada yang kaya, ada yang miskin, ada pemuda jujur, bahkan orang-orang yang licik. Bagian-bagian apartemen itu pun ada yang dialihfungsikan. Misalnya, di bagian atap bangunan itu ada kamar-kamar besi yang awalnya adalah ruang penyimpanan barang-barang dari penghuni apartemen itu. Namun, kepimilikan yang terus berganti, membuat fungsi kamar besi pun berubah menjadi ‘rumah tinggal’ bagi masyarakat kelas bawah.
Novel ini pun berkisah tentang liku-liku kehidupan para penghuni apartemen yang sebagian besar ‘bernuansa’ suram. Sebut saja, Zaki Bey. Ia bukan penghuni tetap apartemen ini, tapi, ia mempunyai kantor di gedung ini yang merupakan warisan ayahnya. Zaki Bey, seorang laki-laki tua yang masih melajang tapi gemar main perempuan. Setiap orang yang kenal dengannya, sering minta pendapat Zaki Bey untuk menaklukan perempuan.
Lain lagi, dengan Haji Muhammad Azzam, yang mempunyai kios toko pakaian di apartemen ini, menggunakan salah satu kamar untuk ‘menyembunyikan’ istri simpanannya, Suad, perempuan Mesir asal Aleksandria yang menikahinya karena alasan uang. Diceritakan juga bagaimana sepak terjang Haji Azzam untuk masuk ke dunia politik dengan cara yang licik.
Itu belum seberapa dengan Hatim, redaktur koran yang menjadikan kamar apartemennya untuk melakukan sebuah hubungan terlarang dengan tentara miskin bernama Abduh. Meski Abduh sudah punya istri dan anak, tapi toh tidak menghalangi mereka terus menjalani hubungan sesama jenis.
Sementara itu, kisah di bagian atap bangunan ini juga tak kalah rumit. Adalah Thaha, seorang pemuda yang idealis. Ia kerap dijadikan bahan olok-olok anak-anak di gedung itu hanya karena ia adalah anak seorang bawwah – seorang pembantu. Ia berusaha membangkitkan rasa percaya dirinya dengan bercita-cita menjadi seorang polisi, agar orang-orang tidak lagi memandangnya sebelah mata. Tapi, justru cita-cita itulah, yang membuatnya kecewa dan berganti haluan. Ketika ia melanjutkan kuliahnya, Thaha bergabung dengan sebuah kelompok Muslim yang radikal. Tapi, malang, hal ini malah membuatnya mengalami sebuah trauma yang membuat harga dirinya jatuh.
Sementara itu, kekasih Thaha, Busainah, pun mulia berubah sejak ayahnya meninggal. Ia diharapkan menjadi tulang punggung keluarganya. Kecantikannya membuat ia mudah memperoleh pekerjaan, tapi tertanya itu pun harus dibayar dengan mengorbankan harga dirinya.
Buku ini terbagi dalam dua bagian. Bagian pertama adalah pengenalan tokoh-tokoh. Masa lalu mereka dan bagaimana mereka sampai di titik kehidupan saat ini. Hampir tidak ada percakapan dalam bagian pertama ini. Nyaris membuat gue berhenti membaca buku ini. Ya… tau deh.. gue paling males baca buku yang minim percakapan… Tapi, pelan-pelan diikuti, ternyata buku ini mengasyikan juga. Konflik setiap tokoh bikin buku ini jadi menarik.
Lalu, masuk ke bagian kedua, mulailah tampak bagaimana beberapa tokoh akhirnya berhubungan, atau malah ‘lepas’ sama sekali dari lingkungan Apartemen Yacoubian.
Setiap tokoh diberi porsi yang pas untuk mulai dan mengakhiri kisah mereka. Ada yang tragis banget… ada yang romantis…
(‘Imarat Ya’qubyan)
Alaa Al Aswany @ 2002
Anis Masduki (Terj.)
Serambi – April 2008
358 Hal.
Pada tahun 1934, seorang hartawan asal Armenia bernama Hagop Yacoubian, mendirikan sebuah apartemen yang berlokasi di Jalan Sulaiman Pasha, Mesir. Apartemen ini kemudian diberi nama yang sama dengan nama pemiliknya. Apartemen Yacoubian mempunyai arsitektur bergaya Eropa klasik. Pada awalnya, penghuni apartemen ini adalah orang-orang penting, berasal dari kalangan bangsawan, pejabat pemerintahan dan para pengusaha asing. Namun, seiring dengan berjalannya waktu, berbagai kejadian – revolusi di Mesir, meninggalnya si pemilik – turut merubah ‘penghuni’ dari apartemen itu.
Di masa sekarang, penghuni apartemen itu berasal dari berbagai kalangan dengan berbagai latar belakang yang unik. Ada yang kaya, ada yang miskin, ada pemuda jujur, bahkan orang-orang yang licik. Bagian-bagian apartemen itu pun ada yang dialihfungsikan. Misalnya, di bagian atap bangunan itu ada kamar-kamar besi yang awalnya adalah ruang penyimpanan barang-barang dari penghuni apartemen itu. Namun, kepimilikan yang terus berganti, membuat fungsi kamar besi pun berubah menjadi ‘rumah tinggal’ bagi masyarakat kelas bawah.
Novel ini pun berkisah tentang liku-liku kehidupan para penghuni apartemen yang sebagian besar ‘bernuansa’ suram. Sebut saja, Zaki Bey. Ia bukan penghuni tetap apartemen ini, tapi, ia mempunyai kantor di gedung ini yang merupakan warisan ayahnya. Zaki Bey, seorang laki-laki tua yang masih melajang tapi gemar main perempuan. Setiap orang yang kenal dengannya, sering minta pendapat Zaki Bey untuk menaklukan perempuan.
Lain lagi, dengan Haji Muhammad Azzam, yang mempunyai kios toko pakaian di apartemen ini, menggunakan salah satu kamar untuk ‘menyembunyikan’ istri simpanannya, Suad, perempuan Mesir asal Aleksandria yang menikahinya karena alasan uang. Diceritakan juga bagaimana sepak terjang Haji Azzam untuk masuk ke dunia politik dengan cara yang licik.
Itu belum seberapa dengan Hatim, redaktur koran yang menjadikan kamar apartemennya untuk melakukan sebuah hubungan terlarang dengan tentara miskin bernama Abduh. Meski Abduh sudah punya istri dan anak, tapi toh tidak menghalangi mereka terus menjalani hubungan sesama jenis.
Sementara itu, kisah di bagian atap bangunan ini juga tak kalah rumit. Adalah Thaha, seorang pemuda yang idealis. Ia kerap dijadikan bahan olok-olok anak-anak di gedung itu hanya karena ia adalah anak seorang bawwah – seorang pembantu. Ia berusaha membangkitkan rasa percaya dirinya dengan bercita-cita menjadi seorang polisi, agar orang-orang tidak lagi memandangnya sebelah mata. Tapi, justru cita-cita itulah, yang membuatnya kecewa dan berganti haluan. Ketika ia melanjutkan kuliahnya, Thaha bergabung dengan sebuah kelompok Muslim yang radikal. Tapi, malang, hal ini malah membuatnya mengalami sebuah trauma yang membuat harga dirinya jatuh.
Sementara itu, kekasih Thaha, Busainah, pun mulia berubah sejak ayahnya meninggal. Ia diharapkan menjadi tulang punggung keluarganya. Kecantikannya membuat ia mudah memperoleh pekerjaan, tapi tertanya itu pun harus dibayar dengan mengorbankan harga dirinya.
Buku ini terbagi dalam dua bagian. Bagian pertama adalah pengenalan tokoh-tokoh. Masa lalu mereka dan bagaimana mereka sampai di titik kehidupan saat ini. Hampir tidak ada percakapan dalam bagian pertama ini. Nyaris membuat gue berhenti membaca buku ini. Ya… tau deh.. gue paling males baca buku yang minim percakapan… Tapi, pelan-pelan diikuti, ternyata buku ini mengasyikan juga. Konflik setiap tokoh bikin buku ini jadi menarik.
Lalu, masuk ke bagian kedua, mulailah tampak bagaimana beberapa tokoh akhirnya berhubungan, atau malah ‘lepas’ sama sekali dari lingkungan Apartemen Yacoubian.
Setiap tokoh diberi porsi yang pas untuk mulai dan mengakhiri kisah mereka. Ada yang tragis banget… ada yang romantis…
1 comments:
I love reading, but i never dare to read teenlit and chicklit, but after reading your resume on this novel. thanks...
i'm also blogger, but i prefer wordpress now. visit my wordpress at atomuhammadtoha.wordpress.com
and request permition to add your blog on my blogroll
Post a Comment