Catatan Hati Seorang Istri
Asma Nadia @ 2007
Lingkar Pena, Cet, I - Mei 2007
224 Hal.
Jika kau kira
dengan sebelah sayap
aku akan terkoyak
maka camkanlah
dengan sebelah saya itu
akan kujelajah samudera
dan gemintang di angkasa
(Hal. 45)
Wah, menulis komentar tentang buku ini, rasanya susah banget. Ya.. emang sih, gue gak terlalu bisa menceritakan kembali buku non-fiksi. Apalagi buku ini isinya tentang pengalaman pribadi Penulis atau pun para nara sumber. Jadi, sepertinya, yang bakal gue tulis di bawah ini adalah komentar pribadi untuk buku yang lumayan memberi inspirasi dan nyaris membuat gue menitikkan air mata. (hmmmm… ternyata hati gue masih rada ‘batu’, makanya belum bisa nangis….)
Di buku ini, Asma Nadia menguraikan berbagai bentuk penderitaan perempuan. Bisa dilihat dari puisi di atas. Bukan saja dari segi fisik tapi dari segi perasaan, batinnya… Menggambarkan kuatnya, sabarnya dan tabahnya perempuan biar udah digempur segala macam bentuk cobaan dari yang ringan sampe yang bisa bikin seseorang yang mungkin gak kuat, bakal kehilangan arah dalam hidup.
Gue terus terang, takjub (tapi juga kadang gemas dan sempat berpikir negatif), ketika ada perempuan yang tetap membanggakan suaminya, meskipun suaminya itu ternyata tidaklah sesempurna yang ia impikan. Alasannya, karena si laki-laki adalah hal terbaik yang pernah datang dalam hidupnya (hal. 29). Atau, gimana seorang perempuan masih bisa senyum ketika tahu suaminya ‘bermain ke tempat terlarang’ atau menikah lagi.
Gue pun berpikir, bisakah gue sesabar itu dan bisakah gue tersenyum andaikan gue tau, suami gue berbuat yang tidak baik? Gue rasa nggak… Gue pasti bakal nangis dan meratapi nasib gue… Hehehe.. sekarang aja, dicuekin suami gue sedikit, gue udah sebal banget sama suami gue dan kadang menggunakan air mata untuk meluluhkan hati suami gue…
Sempat terpikir oleh gue, apakah si perempuan itu memang begitu tough… tipiskan bedanya dengan gambaran perempuan ‘bodoh’. Pastinya, kalo lagi gosip-gosip nih, dengan cerita, ada perempuan yang diem aja disakitin suami atau di-duain, atau apa pun lah yang menyebabkan dia menderita, rasanya komentar yang lebih sering gue denger (atau bahkan lebih sering gue ucapkan), adalah, “Bodoh banget sih tuh cewek…!” Padahal, perempuan itu mungkin perempuan yang akan dimuliakan di mata Allah…
Cerita di buku ini yang paling berkesan buat gue adalah yang judulnya, “Jika Saya dan Suami Bercerai?” (Hal 34). Membuat gue sadar betapa tipisnya antara cinta dan benci… Gimana pasangan yang awalnya saling puji, saling cinta dan sayang, tiba-tiba berbalik jadi saling menyerang dan mengumbar kejelekan masing-masing. Dengan cerita ini, gue bilang sama suami gue, harus bisa saling menjaga hati, emosi dan kata-kata. Satu kalimat yang gue suka adalah: “,,, tidak ada seorang pun yang berhak merusak kenangan indah yang dimiliki anak-anak tentang ayah dan bunda mereka.” (Hal. 38).
Semua perempuan berhak untuk bahagia, meskipun ada luka di hati mereka… (Aiihh…)… So, keep fighting, never give up… Mudah-mudahan, gue bisa jadi perempuan yang lebih sabar dan ikhlas… (inilah intinya… Ikhlas….)
Asma Nadia @ 2007
Lingkar Pena, Cet, I - Mei 2007
224 Hal.
Jika kau kira
dengan sebelah sayap
aku akan terkoyak
maka camkanlah
dengan sebelah saya itu
akan kujelajah samudera
dan gemintang di angkasa
(Hal. 45)
Wah, menulis komentar tentang buku ini, rasanya susah banget. Ya.. emang sih, gue gak terlalu bisa menceritakan kembali buku non-fiksi. Apalagi buku ini isinya tentang pengalaman pribadi Penulis atau pun para nara sumber. Jadi, sepertinya, yang bakal gue tulis di bawah ini adalah komentar pribadi untuk buku yang lumayan memberi inspirasi dan nyaris membuat gue menitikkan air mata. (hmmmm… ternyata hati gue masih rada ‘batu’, makanya belum bisa nangis….)
Di buku ini, Asma Nadia menguraikan berbagai bentuk penderitaan perempuan. Bisa dilihat dari puisi di atas. Bukan saja dari segi fisik tapi dari segi perasaan, batinnya… Menggambarkan kuatnya, sabarnya dan tabahnya perempuan biar udah digempur segala macam bentuk cobaan dari yang ringan sampe yang bisa bikin seseorang yang mungkin gak kuat, bakal kehilangan arah dalam hidup.
Gue terus terang, takjub (tapi juga kadang gemas dan sempat berpikir negatif), ketika ada perempuan yang tetap membanggakan suaminya, meskipun suaminya itu ternyata tidaklah sesempurna yang ia impikan. Alasannya, karena si laki-laki adalah hal terbaik yang pernah datang dalam hidupnya (hal. 29). Atau, gimana seorang perempuan masih bisa senyum ketika tahu suaminya ‘bermain ke tempat terlarang’ atau menikah lagi.
Gue pun berpikir, bisakah gue sesabar itu dan bisakah gue tersenyum andaikan gue tau, suami gue berbuat yang tidak baik? Gue rasa nggak… Gue pasti bakal nangis dan meratapi nasib gue… Hehehe.. sekarang aja, dicuekin suami gue sedikit, gue udah sebal banget sama suami gue dan kadang menggunakan air mata untuk meluluhkan hati suami gue…
Sempat terpikir oleh gue, apakah si perempuan itu memang begitu tough… tipiskan bedanya dengan gambaran perempuan ‘bodoh’. Pastinya, kalo lagi gosip-gosip nih, dengan cerita, ada perempuan yang diem aja disakitin suami atau di-duain, atau apa pun lah yang menyebabkan dia menderita, rasanya komentar yang lebih sering gue denger (atau bahkan lebih sering gue ucapkan), adalah, “Bodoh banget sih tuh cewek…!” Padahal, perempuan itu mungkin perempuan yang akan dimuliakan di mata Allah…
Cerita di buku ini yang paling berkesan buat gue adalah yang judulnya, “Jika Saya dan Suami Bercerai?” (Hal 34). Membuat gue sadar betapa tipisnya antara cinta dan benci… Gimana pasangan yang awalnya saling puji, saling cinta dan sayang, tiba-tiba berbalik jadi saling menyerang dan mengumbar kejelekan masing-masing. Dengan cerita ini, gue bilang sama suami gue, harus bisa saling menjaga hati, emosi dan kata-kata. Satu kalimat yang gue suka adalah: “,,, tidak ada seorang pun yang berhak merusak kenangan indah yang dimiliki anak-anak tentang ayah dan bunda mereka.” (Hal. 38).
Semua perempuan berhak untuk bahagia, meskipun ada luka di hati mereka… (Aiihh…)… So, keep fighting, never give up… Mudah-mudahan, gue bisa jadi perempuan yang lebih sabar dan ikhlas… (inilah intinya… Ikhlas….)