Monday, April 18, 2016

A Game of Thrones


A Game of Thrones – A Song of Ice and Fire #1
(Perebutan Takhta)
Barokah Ruziati (Terj.)
Fantasious – Maret 2015
968 hal.

Mungkinnnn kalau A Game of Thrones ini gak diterjemahin ke dalam bahasa Indonesia, gue gak akan pernah ‘tenggelam’ dalam intrik-intrik perebutan kekuasaan antar kerajaan-kerajaan besar… gue gak akan melirik buku ini, yang tebalnya luar biasa, plus gue yakin gue gak akan sanggup baca versi bahasa Inggrisnya. Gue juga udah langsung merasa gak akan bisa menghafal begitu banyak tokoh dengan cerita yang pastinya rumit dan penuh intrik-intrik. Lalu .... datanglah Mbak Maria @hobbybuku ... yang akhirya membuat gue 'luluh' dan menyerah ... lalu memesan buku ini ...

Dan ternyata … gue gak bisa berhenti baca buku ini … gue rela bawa buku bantal ini ke mana-mana demi menuntaskan rasa penasaran gue... Yah, ngeri-ngeri sedep gitulah perasaan gue saat baca buku ini. Dan karena gue belum pernah nonton serial tv-nya, gue jadi gak ‘terganggu’ atau terbayang-bayang dengan tokoh dalam serial itu. Meskipun .. akhirnya yah, gue menyerah juga … pengen tau ‘wujud’ Jon Snow kaya’ apa sih J

Seperti terlihat dari judulnya, novel ini akan penuh dengan peperangan, perebutan kekuasaan, pengkhianatan, dan tentu saja ‘darah’. Konon kabarnya, George R.R. Martini ini, gak segan-segan membunuh atau mematikan tokoh utama yang baik hati dan dapat dipercaya. Tapi siapa sih yang bisa benar-benar dipercaya dalam cerita kaya’ begini? Yang terlihat baik, ternyata bermuka dua, yang kaya’nya antagonis, tapi kalo dia bicara, koq ya ada benernya juga …

Gue gak akan nulis tentang cerita dari buku ini, gue cuma mau sharing beberapa tokoh yang menarik perhatian gue.

Pertama tentu saja Jon Snow J Faktor ‘anak haram’ menjadikannya berbeda dari anak-anak Klan Stark lainnya. Dia tak diakui oleh ibu tirinya, lalu memilih bergabung dengan Garda Malam. Menghadapi dilema apakah akan tetap setia sama Garda Malam atau ikut berperang

Lalu ada Bran Stark, bocah laki-laki berusia 7 tahun ini, terpaksa tidak bisa melakukan kegemarannya menjelajah menara-menara setelah lumpuh akibat terjatuh. Tapi Bran punya semangat dan kekuatan sendiri. Meskipun tau ia cacat, ia tak mau terlihat lemah. Ia bertekad harus kuat demi adik kecilnya, Rickon.

Arya Stark – anak perempuan ini tangguh, dan tomboy. Ketika kakaknya, Sansa Stark, belajar tata karma, dan segala tetek bengek urusan kerajaan. Arya lebih suka melatih keterampilannya memegang pedang.

Semetara itu, dari klan Lannister yang ambisius ini, ada Tyrion Lannister, adik sang ratu yang kerap dicemooh karena postur tubuhnya yang cebol. Gue juga jadi kadang kasian dan simpati sama Tyrion ini, yang suka dilupakan sama ayahnya. Bahkan gue terhibur dengan lelucon-lelucon sinis a la Tyrion. Meskipun punya ambisi tersendiri, dia seolah gak ada beban, santai aja menghadapi kekacauan yang tengah terjadi.

Dari Klan Targaryens, ada Daneryn Targaryens, pewaris terakhir dari klan ini. Di mana raja mereka dibunuh oleh Raja Baratheon, dan mulai menyusun kekuatan untuk merebut kembali takhta tertinggi itu. Tapi, yang justru menarik perhatian gue adalan Khal Drogo, suami Daneryn. Dalam bayangan gue, ini orang gedeeee banget. Rambutnya panjang, penuh dengan lonceng-lonceng, menandakan dirinya tak pernah terkalahkan. Khal Drogo ini berasal dari klan Penunggang Kuda – yang rada-rada bar-bar sih. Mengerikan kalo udah  baca gimana perlakukan mereka terhadap orang-orang yang mereka taklukan.

O ya, satu lagi yang rasanya pengen gue ‘jitakin’ adalah Pangeran Jeoffreys. Setelah raja mangkat, otomatis dia jadi raja. Di usia belia, dia udah naik mudahnya memengal kepala orang.

Dalam cerita kaya’ begini, tentu saja banyak tokoh-tokohnya. Di awal-awal, gue sempet bolak-balik karena agak-agak ‘tersesat’. Tapi, meskipun begitu, gak seperti membaca Lord of the Rings, dalam Game of Thrones, pelan-pelan gue bisa mengenal para tokoh. Dan langsung ikutan ngeri ketika tokoh-tokoh utama mulai ‘tumbang’….  

Jon, Robb Stark, Arya, Pangeran Jeoffrey, Sansa, Bran – mereka baru berusia belasan tahun, tapi sudah sangat dewasa dalam berpikir dan bertindak. Mereka diajarkan sejarah kerajaan dan klan mereka di usia dini, berlatih menggunakan pedang, dan bagaiman bertindak dengan bijaksana.


Yang bikin buku ini gak membosankan adalah pergantian karakter dalam setiap bab. Meskipun mereka berada di tempat yang jauh berbeda, tapi tetap terasa hubungan cerita satu sama lain, dan membuat gue juga lebih mengenal para tokoh-tokoh utama.

Tuesday, April 05, 2016

A Monster Calls


A Monster Calls (Panggilan Sang Monster)
Nadya Andwiani (Terj.)
GPU – Februari 2016
216 hal.

'Jika kau mengutarakan kebenaran, bisik sang monster di telinganya, kau akan sanggup menghadapi apa pun yang akan terjadi.'

Merelakan seseorang yang sangat kita sayangi, adalah hal yang paling berat yang gue rasakan … Adakalanya, denial jadi salah satu pelarian … berharap semua ini bohong dan … yup… seperti salah satu iklan yang pernah gue liat di facebook … berharap kalau bokap gue lagi ‘main petak umpet’ .. cuma lagi pergi bentar … ketika gue melihat beliau terbaring … gue berharap tiba-tiba bokap gue bangun ..  *ma’ap curhat bentar*

Connor, berusia 13 tahun. Ia sering mengalami mimpi buruk, tapi ia selalu diam, sendirian, gak mau cerita pada siapa pun. Terlebih lagi pada ibunya yang sedang sakit keras. Suatu hari, tepat jam 00.07, monster berwujud pohon Yew, mendatangi Connor. Connor beranggapan itu hanya mimpi buruk belaka, sampai di pagi hari ia melihat daun-daun pohon Yew berserakan di kamarnya. Di bukit di  belakang rumah Connor, memang ada pohon yew yang tumbuh, menaungi kuburan di sekitarnya.

Meskipun agak-agak takut, tapi Connor berusaha menunjukkan kalau dia gak takut dengan monster itu. Setiap malam, di jam yang sama, sang Monster datang. Ia menceritakan 3 kisah, yang bikin Connor sedikit ‘emosi’ karena buat dia gak jelas itu cerita apaan. Tapi, si monster ini dengan bijaksana, berusaha menjelaska bahwa yang jahat tidak selalu jahat, dan yang baik bukan gak mungkin berbuat salah.

Sementara itu, dalam kehidupan sehari-harinya, keadaan juga tak lebih baik. Kondisi ibunya semakin parah, berbagai pengobatan tak berhasil. Sementara, ayah Connor berada di Amerika bersama keluarga barunya. Di sekolah, Connor juga kerap di-bully. Tapi ia tetap diam dan memilih sendiri.

Monster ini meskipun terlihat seram, tapi dia berusaha ‘membentuk’ Connor menjadi lebih berani dan siap - berani mengakui kebenaran dan siap menghadapi kenyataan meskipun sangat pahit sekali pun … well… mau juga sih kalo ketemu monster baik hati begini …

Dan ya ampun .. ini buku cerita yang sarat kesedihan, rasa tertekan dan kesepian …. Dari judulnya, gue berpikir ini adalah cerita fantasi tentang sebuah negeri antah berantah dengan nama tokoh yang aneh-aneh dan susah diinget, plus cerita petualangan memerangi si monster … tapi, ini lebih rumit, lebih dari sekadar buku untuk anak-anak, yang mungkin bakal bikin depresi…. Cerita fantasi tapi dalam kehidupan sehari-hari yang ‘nyata’, dengan tokoh keluarga biasa-biasa aja, tanpa kemampuan ajaib.

Buku ini ditulis berdasarkan ide dari Siobhan Dowd, seorang penulis cerita anak-anak yang meninggal karena penyakit kanker. Didukung dengan ilustrasi dari Jim Kay, gue ikut ‘tertarik’ ke dalam dunia Connor – membuat gue merasa, apa yang yang gue alami dan rasakan, gak ada apa-apanya dibandingkan Connor …. *cari tissue …*


Friday, April 01, 2016

Lelaki Harimau


Lelaki Harimau
EkaKurniawan @ 2004
GPU – Cet. 4, Februari 2016
190 hal.

Suatu hari yang berjalan seperti  biasa .. tenang … ketika semua orang melakukan rutinitasnya sehari-hari. Tiba-tba dikejutkan dengan berita tragis … Anwar Sadat tewas .. mati terbunuh oleh Margio. Dengan kondisi yang sangat mengerikan. Anwar Sadat mati dengan luka menganga di lehernya.

Karuan hal ini jadi pertanyaan .. apa yang menyebabkan Margio berbuat sadis seperti itu? Jawaban Margio simple aja ‘Ada harimau dalam tubuhku’

Selesai .. sekian … itulah awal yang akan menggiring pembaca kepada kilas balik perjalanan hidup seorang Margio.

Margio lahir dalam sebuah keluarga yang tidak bahagia. Ayah yang kasar, ibu yang seolah hidup dalam dunianya sendiri. Ibu Margio, Nuraeni, adalah seorang kembang desa. Jodohnya sudah ditetapkan ketika ia berusia belasan tahun. Komar bin Syuaeb lah jodohnya. Dalam pernikahan itu, Margio kerap menyaksikan ayahnya memukul ibunya, bahkan Margio juga sering jadi sasaran amukan ayahnya. Dan akibatnya, Margio sangat membenci ayahnya, puncaknya ia melarikan diri dari rumah, karena takut emosinya memuncak hingga ia kerap berkata ingin membunuh ayahnya. Sikap Nuraeni yang tak peduli, pasrah dan masa bodoh itu timbul karena kekecewaan atas pengaharapan masa percintaan yang indah dan manis.

Sebagai anak muda, Margio penuh dengan emosi yang meluap-luap … tapi sayangnya itu bukan emosi dengan energi positif. Penuh kebencian dalam diri Margio, hasil dari kehidupan yang jauh dari kedamaian dan kenyamanan. Ada kalanya, ketika Nuraeni tiba-tiba rajin menanam bunga, Komar, dan juga Margio serta Mameh, adiknya,  berharap itulah saat Nuraeni berubah. Tak lagi hanya duduk di dapur dan berbicara dengan panci-panci. Tapi ternyata … rumah mereka malah mirip semak belukar. Ketika memang akhirnya Nuraeni bersolek, justru terjadi karena aib yang baru diketahui kemudia hari.

Emosi negatif Margio tersalurkan dengan berburu babi hutan, minum-minuman keras di warung kampung bersama teman-temannya. Tapi sesungguhnya, di balik itu semua, Margio adalah anak yang berbakti pada ibunya. Ia membiarkan kesenangan ibunya yang tiba-tiba, demi melihat seulas senyum dan rona bahagia di wajah ibunya.

Silahkan membenci Komar dengan segala kekasaran dan kebengisannya, silahkan mengasihani Nuraeni karena menerima semua perlakuan tak pantas itu. Tapi, jangan kaget, kalau tiba-tiba sikap itu akan berbalik. Seperti gue, yang seketika iba pada Komar dan memandang jijik pada Nuraeni.

Gue cukup sabar untuk gak membuka halaman terakhir, untuk mencari tahu ending dari cerita ini. Menikmati lembar demi lembar, yang minim dialog, dan .. surprisingly, gue gak bosan … Gue malah semakin penasaran mencari tahu ke mana cerita ini akan mengalir.


‘Perkenalan’ pertama dengan novel Eka Kurniawan. Seandainya buku ini gak menjadi salah satu nominasi Man Booker Prize, mungkin gue gak akan pernah melirik buku ini. Melihat judulnya aja, jujur .. sudah gak menarik bagi gue. Dan, menyenangkan rasanya perkenalan pertama ini membuat gue ingin membaca karya-karya beliau yang lain. 
 

lemari bukuku Template by Ipietoon Cute Blog Design and Bukit Gambang