Happily Ever After
Winna Effendi @ 2014
Gagas Media – Desember
2014
356 hal.
Maunya cooling down
dulu setelah baca Gone Girl – melepaskan ketegangan, meninggalkan segala
kesintingan dari Gone Girl. Maka carilah buku yang ringan-ringan, yang romantis.
Jatuhlah pilihan pada buku ini, karena.. hmm.. tentu saja karena cover-nya. Dua
buah rumah yang berbentuk seperti buku, ditambah lagi sinopsis di mana
tokoh-tokohnya juga penggemar berat buku.
Tapi… huhuhu… selesai
baca buku ini, gue malah pengen mewek …. Inget Papa, inget Mama … inget Mika ..
huhuhu… and some people say, I’m a daddy’s girl.. huaaaa makin pengen nangis…
Ini cerita tentang
Lulu – gadis 16 tahun yang besar dengan dongeng-dongeng yang dibacakan ayahnya.
Ayah Lulu ini adalah seorang arsitek – dan ‘mupeng’lah gue dengan segala
deskripsi rumah Lulu yang dijabarkan di sini. Lulu memang lebih dekat dengan
ayahnya dibandingkan dengan ibunya. Tapi, mereka ini gambaran keluarga yang
asyik koq … nyaris tanpa konflik di dalam keluarga.
Tapi, meskipun Lulu ini
ceria di rumah, berbeda ketika ia berada di sekolah. Ia termasuk gadis yang
introvert, sering jadi sasaran ‘bullying’, apalagi dengan dandanan yang bergaya
gothic, pas banget lah, Lulu dicap gadis yang aneh. Lulu gak punya teman. Sahabat
satu-satunya, Karin, memutuskan untuk menjauh dan menjadi salah satu di antara
gadis-gadis popular di sekolah yang gemar ngerjain anak-anak yang kurang oke di
mata mereka. Belum lagi, Karin juga merebut Ezra, pacar Lulu.
Hidup memang bisa
dengan cepat berubah… detik ini semua terasa begitu ceria, dan tanpa beban yang
berarti , tiba-tiba bisa langsung berganti muram ketika datang kabar buruk.
Mendung mulai menghantui rumah Lulu saat ayah Lulu divonis kanker. Di usianya
yang sedemikian muda, Lulu harus belajar untuk tegar dan bersiap untuk sebuah kehilangan besar.
Lulu, gadis yang gak
bisa mengungkapkan perasaanya. Segala kesedihan ia redam, amarah juga gak
berani dia sampaikan. Pengen bicara sama orang lain, tapi dia kan gak punya
teman. Sampai akhirnya ia ketemu Eli – penderita tumor otak yang kelihatan cuek
aja dengan penyakit yang dideritanya, tapi toh juga menyimpan rasa takut.
Seperti kata bundanya
Lulu, gak akan ada yang pernah siap untuk kehilangan orang yang mereka cintai
dan sayangi, apalagi seorang yang selama ini menjadi sosok yang membuat kita
aman dan dilindungi.
Buat gue, terlepas
dari berbagai permasalahan yang ‘standard’ dalam buku ini – sahabat ngerebut
pacar, jadi bahan ejekan di sekolah – gue suka dengan tokoh-tokoh di dalam buku
ini yang kaya’nya saling memberikan semangat dan melindungi. Lulu, bunda, ayah,
Eli bahkan Karin sekalipun, berlagak sok tegar padahal di dalamnya mereka
hancur.
Terus gue heran ya …
ini sekolah apa sih?? Koq muridnya boleh punya tattoo, terus boleh pake rok
mini, pake kuteks … Dan, kaya’nya penyelesaian konflik antara Karin dan Lulu
juga simple banget… gue sebagai pembaca masih sangat kepo .. gue juga ‘menuntut’
penjelasan dari Ezra, yang udah kaya’ bayangan aja … muncul seketika, lalu
hilang lagi .. sampai di akhir cerita.
Lalu… seketika… I
remember my own family – orang tua gue dan juga Mika … inget betapa waktu
rasanya cepat banget berlalu … ngeliat orang tua gue yang tadinya segar bugar,
sekarang mulai terlihat ‘tua’ dan gampang sakit .. inget Mika yang kaya’nya
baru kemarin masuk Kelompok Bermain … tau-tau udah SD aja ... Buku ini kembali
mengingatkan gue untuk semakin menghargai dan mensyukuri waktu-waktu bersama
keluarga gue ….
Ah… udah ah… ntar
nangis lagi nih….
Dan terinspirasi sama
Eli dan Lulu … this is my own bucket list:
1. Bacain cerita buat
Mika lagi seperti dulu waktu Mika belum bisa baca
2. Jalan-jalan
berduaan aja sama Mika – susah nih, soalnya Mika bilang, lebih seru pergi
rame-rame.
3. … lanjutin nanti
aja kalo kepikiran lagi
Submitted for:
Lucky No. 15 Reading
Challenge – kategori: Cover Lust
Project Baca Buku
Cetak 2015
2 comments:
Yaa....dan baca review ini sukses membuatku memasukkan bukunya ke dalam wishlist. Padahal sebelumnya saya cuek sama buku ini :)
hahaha.. senang rasanya bisa bikin orang lain tertarik :)
Post a Comment