Sunset bersama
Rosie
Tere-Liye
Penerbit Mahaka – Cet. II,
Desember 2011
426 hal.
(Hadiah
dari temen kantor)
Tegar, seorang eksekutif muda rela meninggalkan
pekerjaannya yang sudah memberinya kedudukan yang nyaman untuk menjaga
anak-anak dari sahabatnya Rosie. Bukan hanya itu, ia juga rela menunda
pertunangannya dengan kekasihnya, Sekar.
Rosie adalah sahabat Tegar sejak mereka masih kecil. Selama
berpuluh tahun persahabatan itu, wajar aja kalo Tegar gak hanya merasa Rosie
sebagai sahabat, tapi juga ingin menjadi bagian dari hidup Rosie. Tapi, sayang,
saat pengen menyatakan cinta di tempat dan saat yang romantis, eh.. Tegar
keduluan sama Nathan. Padahal, Tegar juga yang sudah memperkenalkan Rosie pada
Nathan, tapi Tegar gak nyangka kalo Nathan malah ‘nyolong’ start.
Tegar pun akhirnya memilih menghilang dari kehidupan
Rosie. Tapi, akhirnya toh Rosie dan Nathan berhasil ‘melacak’ jejak Tegar. Dan
sejak itu Tegar kembali hadir dalam kehidupan Rosie dan Nathan. Bahkan Tegar
pun akrab dengan keempat anak Rosie dan Nathan.
Kalau di Hafalan Shalat Delisa, Tere-Liye mengambil latar
belakang peristiwa tsunami, di buku ini, peristiwa bom Bali II yang jadi benang
merahnya. Saat keluarga itu sedang menikmati sunset di Jimbaran, sekaligus
merayakan ulang tahun pernikahan mereka yang ke 13, saat itu pula peristiwa bom
Bali II terjadi. Nathan jadi korban. Keluarga itu seketika ‘jatuh’ dan berduka.
Rosie kehilangan kendali, tak kuat menahan cobaan, sementara anak-anak masih
kecil butuh dukungan orang yang lebih tua. Tegar pun mengambil alih, peran
sebagai orang tua. Tegar tak hanya mengasuh anak-anak, tapi juga mengurus resor
milik Rosie dan Nathan. Pelan-pelan, Anggrek, Sakura, Jasmine dan Lily berhasil
berdamai dengan trauma. Tegar menjadi Paman, Uncle, Om hebat dan super keren. Mereka
menjadi anak-anak yang cepat ‘dewasa’ tapi tak lantas menjadi mereka ‘tua’
sebelum waktunya. Mereka tetap anak-anak yang jahil dan iseng.
Karena anak-anak ini adalah ‘saksi’ pada peristiwa Bom
Bali II, mereka harus hadir saat pembacaan vonis bagi terdakwa pelaku pengeboman
di Jimbaran itu. Pastinya berat banget ya buat mereka, mereka harus melihat
orang yang menyebabkan mereka kehilangan ayah, terpaksa mengingat lagi kejadian
yang menyakitkan. Tapi, di sini, letak ‘indah’nya cerita ini, berdamai dengan
masa lalu dan berlapang dada untuk mema’afkan.
Gue sih sempat berharap ada sedikit ‘ribut’ kecil gitu
antara anak-anak dengan Tegar. Entah mereka ‘nuduh’ Tegar karena sok mengambil
peran orang tua. Biar rada ‘seru’ gitu. Hehehe.. Tapi emang karena mereka
anak-anak baik jadinya mereka nurut banget sama Paman mereka yang super keren
ini. Konflik yang rumit justru lebih difokuskan sama hubungan antara Tegar dan
Sekar yang on-off, dan Tegar yang terombang-ambing apakah mengambil kesempatan
kedua bersama Rosie atau kembali ke Sekar.
Meskipun buat gue Hafalan Shalat Delisa masih lebih
membekas, buku ini tetap mengharu-biru dengan cerita yang indah. Semoga sih,
kalo pun gue nanti baca karya-karya beliau yang lain, gak malah jadi klise ya… :)
Buku ke 5 untuk 'Name in a Book Challenge 2012' - hosted by Blog Buku Fanda
Buku ke 5 untuk 'Name in a Book Challenge 2012' - hosted by Blog Buku Fanda
1 comments:
kunjungan gan.,.
bagi" motivasi.,.
Orang miskin bukanlah seseorang yang tidak mempunyai uang,
tapi ia yang tidak memiliki sebuah mimpi.,
di tunggu kunjungan balik.na gan.,.,
Post a Comment