Kelas Memasak Lilian (The School of Essential Ingredients)
Erica Baurermeister @ 2009
Bentang, Cet. 1 – September 2009
234 Hal.
Gue selalu tertarik baca novel yang ada hubungannya dengan masakan, makanan… kaya’nya so yummy (Farah Quinn’s tone: on). Dan gue mencari-cari ke-yummy-an itu lagi di buku Kelas Memasak Lilian. Wuiihh… mau nulis ini aja, bikin gue jadi laper…
Lilian mulai memasak untuk membuat ibunya ‘keluar’ dari dunianya sendiri. Ibu Lilian ‘melarikan diri’ ke buku sejak ayahnya pergi meninggalkan mereka. Lilian jadi benci buku. Ia seolah melihat wajah ibunya tergantung dari tokoh dari buku yang dibacanya saat itu. Ia mencoba berbagai masakan untuk menarik perhatiaannya ibunya, ia nyaris putus asa karena malahan masakannya tergantung juga dari apa yang dibaca ibunya. Untung dia pernah berkenalan dengan Abuelita, perempuan pemilik toko rempah-rempah dan bahan makanan. Abuelita memberinya sebuah ‘tongkat ajaib’.
Beranjak dewasa, Lilian pun membuka restoran, sekaligus mengadakan kursus memasak di setiap hari senin, ketika restoran tutup. Peserta kursus itu tidak banyak, tapi datang dari berbagai kalangan – misalnya Claire, seorang ibu rumah tangga, pasangan suami istri Carl dan Helen, Antonia, cewek Italia yang designer interior, ada Tom yang memang pernah berprofesi sebagai koki, lalu Chloe, Isabelle dan Ian. Mereka punya alasan masing-masing hingga mereka sampai di tempat Lilian.
Buku ini gak melulu menceritakan kesibukan di kelas masak itu, dan tidak hanya bercerita dari sisi Lilian. Setiap bab, satu tokoh yang bercerita, kita jadi tahu masa lalu masing-masing tokoh, kehidupan mereka sekarang, kenangan terhadap sebuah masakan atau kegiatan memasak. Misalnya, Claire – kesibukannya sebagai ibu rumah tanggga, mengurus suami dan dua orang anak yang masih kecil, membuat dia merasa gak mengenal dirinya lagi, gak tau lagi apa yang dia inginkan, kursus masak ini seolah jadi ‘me time’ bagi Claire. Lalu, Carl dan Helen, tampak mesra di depan semua murid, seolah mereka adalah pasangan idaman. Tapi, ternyata di balik kemesraan mereka, tersimpan masa lalu yang menyakitkan – cinta, gak berarti membuat pasangan bisa benar-benar setia. The good point is, belajar saling mema’afkan.
Antonia, cewek eksotis dari Italia, rindu kampung halaman – sedang pusing menghadapi klien yang memintanya mendesign sebuah dapur di rumah tua. Antonia yang ingat kampung halamannya, merasa sayang banget kalau dia harus membongkar dapur itu, dapur yang mengingatkannya pada suasana di kampungnya di Italia.
Ian, si ahli computer, diam-diam suka sama Antonia. Kursus memasak adalah hadiah dari ibunya. Si kaku Ian, harus belajar bersosialisi dengan yang lain. Beda dengan Tom, ia ikut kursus masak demi kenangannya akan istrinya yang sudah meninggal. Mendiang istrinya adalah seorang koki.
Isabelle, perempuan tua yang kesepian dan pelupa , dan terakhir si ceroboh, Chloe. Sebagai pelayan restoran, Chloe sangat ceroboh. Entah sudah berapa banyak gelas, piring yang pecah.
Semuanya seolah penuh cinta. Di setiap bab, Lilian juga mengajari seri resep yang berbeda, yang selalu mempunyai cerita atau filosofi di balik resep itu. Selalu menggunakan bahan-bahan yang alami, sentuhan langsung dengan tangan. Tapi, Lilian sendiri ‘digambarkan’ sebagai tokoh yang misterius.
Gue seolah merasakan ‘kehangatan’ di dalam dapur – bukan hanya yang terjadi di kelas memasak itu, tapi di setiap dapur setiap tokoh. Kaya’nya penuh cinta, penuh rasa sayang… hahaha.. kenapa jadi sok romantis gini?!!
Erica Baurermeister @ 2009
Bentang, Cet. 1 – September 2009
234 Hal.
Gue selalu tertarik baca novel yang ada hubungannya dengan masakan, makanan… kaya’nya so yummy (Farah Quinn’s tone: on). Dan gue mencari-cari ke-yummy-an itu lagi di buku Kelas Memasak Lilian. Wuiihh… mau nulis ini aja, bikin gue jadi laper…
Lilian mulai memasak untuk membuat ibunya ‘keluar’ dari dunianya sendiri. Ibu Lilian ‘melarikan diri’ ke buku sejak ayahnya pergi meninggalkan mereka. Lilian jadi benci buku. Ia seolah melihat wajah ibunya tergantung dari tokoh dari buku yang dibacanya saat itu. Ia mencoba berbagai masakan untuk menarik perhatiaannya ibunya, ia nyaris putus asa karena malahan masakannya tergantung juga dari apa yang dibaca ibunya. Untung dia pernah berkenalan dengan Abuelita, perempuan pemilik toko rempah-rempah dan bahan makanan. Abuelita memberinya sebuah ‘tongkat ajaib’.
Beranjak dewasa, Lilian pun membuka restoran, sekaligus mengadakan kursus memasak di setiap hari senin, ketika restoran tutup. Peserta kursus itu tidak banyak, tapi datang dari berbagai kalangan – misalnya Claire, seorang ibu rumah tangga, pasangan suami istri Carl dan Helen, Antonia, cewek Italia yang designer interior, ada Tom yang memang pernah berprofesi sebagai koki, lalu Chloe, Isabelle dan Ian. Mereka punya alasan masing-masing hingga mereka sampai di tempat Lilian.
Buku ini gak melulu menceritakan kesibukan di kelas masak itu, dan tidak hanya bercerita dari sisi Lilian. Setiap bab, satu tokoh yang bercerita, kita jadi tahu masa lalu masing-masing tokoh, kehidupan mereka sekarang, kenangan terhadap sebuah masakan atau kegiatan memasak. Misalnya, Claire – kesibukannya sebagai ibu rumah tanggga, mengurus suami dan dua orang anak yang masih kecil, membuat dia merasa gak mengenal dirinya lagi, gak tau lagi apa yang dia inginkan, kursus masak ini seolah jadi ‘me time’ bagi Claire. Lalu, Carl dan Helen, tampak mesra di depan semua murid, seolah mereka adalah pasangan idaman. Tapi, ternyata di balik kemesraan mereka, tersimpan masa lalu yang menyakitkan – cinta, gak berarti membuat pasangan bisa benar-benar setia. The good point is, belajar saling mema’afkan.
Antonia, cewek eksotis dari Italia, rindu kampung halaman – sedang pusing menghadapi klien yang memintanya mendesign sebuah dapur di rumah tua. Antonia yang ingat kampung halamannya, merasa sayang banget kalau dia harus membongkar dapur itu, dapur yang mengingatkannya pada suasana di kampungnya di Italia.
Ian, si ahli computer, diam-diam suka sama Antonia. Kursus memasak adalah hadiah dari ibunya. Si kaku Ian, harus belajar bersosialisi dengan yang lain. Beda dengan Tom, ia ikut kursus masak demi kenangannya akan istrinya yang sudah meninggal. Mendiang istrinya adalah seorang koki.
Isabelle, perempuan tua yang kesepian dan pelupa , dan terakhir si ceroboh, Chloe. Sebagai pelayan restoran, Chloe sangat ceroboh. Entah sudah berapa banyak gelas, piring yang pecah.
Semuanya seolah penuh cinta. Di setiap bab, Lilian juga mengajari seri resep yang berbeda, yang selalu mempunyai cerita atau filosofi di balik resep itu. Selalu menggunakan bahan-bahan yang alami, sentuhan langsung dengan tangan. Tapi, Lilian sendiri ‘digambarkan’ sebagai tokoh yang misterius.
Gue seolah merasakan ‘kehangatan’ di dalam dapur – bukan hanya yang terjadi di kelas memasak itu, tapi di setiap dapur setiap tokoh. Kaya’nya penuh cinta, penuh rasa sayang… hahaha.. kenapa jadi sok romantis gini?!!
1 comments:
sounds interesting :) ttg memasak memang selalu menyenangkan ya :D thanks for sharing.
Post a Comment