Monday, February 02, 2009

The Thirteenth Tale(Dongeng Ketiga Belas)

The Thirteenth Tale(Dongeng Ketiga Belas)
Dianne Setterfield
Chandra Novwidya Murtiana (Terj.)
GPU – November 2008
608 Hal.

Vida Winter, penulis perempuan yang novelnya selalu jadi best-seller. Novelnya selalu terkesan misterius, semisterius jati diri Vida Winter yang sebenarnya. Di setiap wawancara, kisah hidupnya selalu berubah-ubah. Sesukanya, akan seperti apa kisah dirinya ketika sedang diwawancara. Sampai suatu hari, pertanyaan – atau lebih tepat permintaan seorang wartawan mengusik hatinya. Sebuah permintaan yang sederhana: “Ceritakan padaku yang sesunggunya.” Kalimat yang menyentil Vida Winter untuk mengisahkan masa lalunya sebelum ajalnya tiba.

Margaret Lea, seorang penulis biografi muda, dipilih untuk mewujudkan keinginan Vida Winter. Margaret menerima surat yang misterius dari Vida Winter. Buku-buku Vida Winter bukanlah kategori buku-buku yang jadi favoritnya. Ayah Margaret mempunyai toko buku yang khusus menjual buku-buku langka. Itulah yang kerap jadi bacaan Margaret. Tapi, agar lebih mendapat gambaran sosok Vida Winter, Margaret membaca sebuah bukunya yang secara kebetulan ada di toko itu – buku yang paling fenomenal yang berjudul Tiga Belas Dongeng.

Dengan rasa penasaran dan berbagai pertanyaan di otaknya, Margaret pun berangkat menuju kediaman Vida Winter. Vida Winter, di masa tuanya, menyimpan banyak rahasia. Tapi, dengan berbagai aturan, rasa penasaran Margaret tidak dapat dituntaskan. Cerita harus mengalir, tanpa pertanyaan, tidak boleh melompat langsung ke bagian akhir.

Margaret pun dibawa ke masa lalu Vida Winter, ke masa kecilnya di rumah keluarga Angefield. Keluarga aneh dan cenderung menyimpan kegilaan. Charlie, si kakak laki-laki yang menyimpan cinta pada adiknya, Isabel. Lalu, Isabel yang menyia-nyiakan si kembar, anaknya. Sosok si kembar Adeline dan Emmeline yang terlantar, tapi tak terpisahkan. Lalu, tokoh pendukung, seperti tukang kebun, John-the-Dig, pengurus rumah tangga, Missus dan Hester, guru yang punya misi tersendiri.

Seperti biasa, sebenernya gue rada gak suka dengan buku ber-cover kelam, hitam seperti ini. Tapi, cerita yang rada misterius jadi ‘teredam’ dengan adanya gambar anak kembar yang lagi main-main, terus gambar nenek berpayung di cover buku. (Mirip bukunya John Connoly - The Book of Lost Things, ya?)

Buku ini kesannya sepi banget, tokohnya yang memang sedikit, lalu percakapan yang sering hanya satu arah. Lambat, tapi menarik banget. Ending cerita rada gak terduga. Misteri di cerita ini banyak banget, tapi ‘mengikuti’ aturan Vida Winter, cerita yang pelan malah jadi menarik dan masa lalunya pun pelan-pelan terungkap. Jangan langsung ke bagian akhir, karena bakal banyak banget bagian menari yang terlewatnya. Tapi, ya, memang harus sabar…

0 comments:

 

lemari bukuku Template by Ipietoon Cute Blog Design and Bukit Gambang