L
Kristy Nelwan @ 2008
Grasindo – Agustus 2008
394 Hal.
‘L’… judul yang simple banget tapi, cenderung mengundang ‘pertanyaan’. Apakah ‘L’ itu? Atau malah ‘siapa’?, terus, ‘kenapa L? koq gak F, atau X atau Q? Oke… oke… mari kita telusuri, ada apa dengan ‘L’ ini…
Jadi, tersebutlah cewek duapuluh tahunan bernama Ava Torino. Cewek yang kalo dibaca deskripsinya termasuk cewek tomboy, cuek banget, easy going, perokok berat, bekerja di sebuah stasiun televisi. Mungkin gayanya ini yang bikin banyak cowok tertarik sama Ava.
Tapi, Ava bukanlah orang yang betah dengan satu cowok aja. Entah apa yang membuatnya memilih ‘bertualang’ dari satu cowok ke cowok lain demi mengumpulkan nama cowok sesuai abjad. Dari A sampai Z. Luar biasakan.. bahkan untuk huruf X dan Q pun, Ava berhasil mendapatkannya. Dan, ia juga dengan mudah mendepak cowok-cowok itu dalam waktu singkat kalau sudah saatnya berganti abjad.
Ava sudah berhasil mengumpulkan 25 abjad. Satu yang tertinggal, yaitu huruf ‘L’. Bagi Ava, ini adalah pertanda. ‘L’ untuk Love, ‘L’ untuk ‘the Last’ dan artinya ‘L’ adalah ‘the Last Love’ – waktunya bagi Ava untuk menghentikan petualangan cintanya. Saatnya Ava percaya pada yang namanya cinta sejati.
Memang akhirnya, Ava menemukan si L ini – yang bernama asli Ludi. Mereka pun akhirnya berpacaran dan siap melanjutkan hubungan ke tingkat yang lebih serius alias pernikahan. Ludi adalah seorang auditor, yang di mata Ava adalah sosok pria yang baik dan pengertian. Bagi Ava – atau setidaknya harapan Ava – Ludi benar-benar akan menjadi the ‘L’ one.
Dalam perjalanan menuju hari H yang panjang, ternyata Ava menemukan sebuah sosok lain yang tanpa disadarinya membuatnya mengakui akan namanya cinta. Rei namanya. Perkenalan singkat di Yogyakarta yang aneh, lalu pertemuan tanpa sengaja di Bali yang memberikan kejutan-kejutan kecil yang mungkin gak berarti tadinya, tapi ternyata malah memberikan sebuah kenangan manis yang gak pernah ditemukan Ava sebelumnya.
Sampai akhirnya, mereka satu kantor, pertengkaran-pertengkaran kecil, kelakuan dua orang yang sama-sama gila, membuat teman-teman mereka melihat apa yang gak mau diakui oleh mereka berdua. Ava yang cuek, Rei yang gila, tapi mereka sama-sama gak mau ngaku atau sedikit berkilah untuk gak menunjukkan perasaan yang sebenarnya.
Demi menjaga kesetiaanya sama Ludi, Ava harus berusaha keras meredam perasaan yang tiba-tiba saja ia sadari, tapi, ketika ia sadar dan siap untuk mengatakan yang sebenarnya, Ava justru harus rela kehilangan.
Tadinya, gue sempet males banget untuk melanjutkan novel ini. Abis, gak jelas banget sih, apa coba maksudnya si Ava ngumpulin cowok berdasarkan abjad. Dia nolak dibilang ‘player’, tapi dendam masa lalu juga gak jelas banget. Terus, kenapa Ludi harus gak setia?
Tapi, momen atau bagian yang gue suka adalah waktu mereka ngumpulin kalimat-kalimat yang menurut mereka berarti dari buku ‘Tuesday with Morrie’. Gue sempet agak ‘mendua’ waktu menebak ending ceritanya ini, hmmm… meskipun sebenernya, ninggalin surat rasanya suatu yang biasa untuk orang yang akan pergi jauh, tapi, still… it was touchy…
Kristy Nelwan @ 2008
Grasindo – Agustus 2008
394 Hal.
‘L’… judul yang simple banget tapi, cenderung mengundang ‘pertanyaan’. Apakah ‘L’ itu? Atau malah ‘siapa’?, terus, ‘kenapa L? koq gak F, atau X atau Q? Oke… oke… mari kita telusuri, ada apa dengan ‘L’ ini…
Jadi, tersebutlah cewek duapuluh tahunan bernama Ava Torino. Cewek yang kalo dibaca deskripsinya termasuk cewek tomboy, cuek banget, easy going, perokok berat, bekerja di sebuah stasiun televisi. Mungkin gayanya ini yang bikin banyak cowok tertarik sama Ava.
Tapi, Ava bukanlah orang yang betah dengan satu cowok aja. Entah apa yang membuatnya memilih ‘bertualang’ dari satu cowok ke cowok lain demi mengumpulkan nama cowok sesuai abjad. Dari A sampai Z. Luar biasakan.. bahkan untuk huruf X dan Q pun, Ava berhasil mendapatkannya. Dan, ia juga dengan mudah mendepak cowok-cowok itu dalam waktu singkat kalau sudah saatnya berganti abjad.
Ava sudah berhasil mengumpulkan 25 abjad. Satu yang tertinggal, yaitu huruf ‘L’. Bagi Ava, ini adalah pertanda. ‘L’ untuk Love, ‘L’ untuk ‘the Last’ dan artinya ‘L’ adalah ‘the Last Love’ – waktunya bagi Ava untuk menghentikan petualangan cintanya. Saatnya Ava percaya pada yang namanya cinta sejati.
Memang akhirnya, Ava menemukan si L ini – yang bernama asli Ludi. Mereka pun akhirnya berpacaran dan siap melanjutkan hubungan ke tingkat yang lebih serius alias pernikahan. Ludi adalah seorang auditor, yang di mata Ava adalah sosok pria yang baik dan pengertian. Bagi Ava – atau setidaknya harapan Ava – Ludi benar-benar akan menjadi the ‘L’ one.
Dalam perjalanan menuju hari H yang panjang, ternyata Ava menemukan sebuah sosok lain yang tanpa disadarinya membuatnya mengakui akan namanya cinta. Rei namanya. Perkenalan singkat di Yogyakarta yang aneh, lalu pertemuan tanpa sengaja di Bali yang memberikan kejutan-kejutan kecil yang mungkin gak berarti tadinya, tapi ternyata malah memberikan sebuah kenangan manis yang gak pernah ditemukan Ava sebelumnya.
Sampai akhirnya, mereka satu kantor, pertengkaran-pertengkaran kecil, kelakuan dua orang yang sama-sama gila, membuat teman-teman mereka melihat apa yang gak mau diakui oleh mereka berdua. Ava yang cuek, Rei yang gila, tapi mereka sama-sama gak mau ngaku atau sedikit berkilah untuk gak menunjukkan perasaan yang sebenarnya.
Demi menjaga kesetiaanya sama Ludi, Ava harus berusaha keras meredam perasaan yang tiba-tiba saja ia sadari, tapi, ketika ia sadar dan siap untuk mengatakan yang sebenarnya, Ava justru harus rela kehilangan.
Tadinya, gue sempet males banget untuk melanjutkan novel ini. Abis, gak jelas banget sih, apa coba maksudnya si Ava ngumpulin cowok berdasarkan abjad. Dia nolak dibilang ‘player’, tapi dendam masa lalu juga gak jelas banget. Terus, kenapa Ludi harus gak setia?
Tapi, momen atau bagian yang gue suka adalah waktu mereka ngumpulin kalimat-kalimat yang menurut mereka berarti dari buku ‘Tuesday with Morrie’. Gue sempet agak ‘mendua’ waktu menebak ending ceritanya ini, hmmm… meskipun sebenernya, ninggalin surat rasanya suatu yang biasa untuk orang yang akan pergi jauh, tapi, still… it was touchy…