The Namesake (Makna Sebuah Nama)
Jhumpa Lahiri
Gita Yuliani K (Terj.)
GPU, Jakarta 2006
336 Hal.
Ungkapan “Apalah arti sebuah nama?” yang begitu popular tampaknya tidak berlaku dalam novel yang pernah masuk jajaran novel terlaris pada tahun 2003 ini. Namalah yang menjadi benang merah dalam cerita ini. Makna sebuah nama-lah yang menjadi ‘nyawa’ dari novel yang ditulis oleh Jhumpa Lahiri, pemenang Pulitzer untuk buku kumpulan cerpennya yang berjudul, The Interpreter of Maladies.
Ashoke dan Ashima Ganguli, pasangang suami istri asal India, datang ke Amerika. Berusaha menggapai mimpi dan harapan tanpa melupakan leluhur dan adat istiadat mereka. Demi rasa hormat mereka pada leluhur merekelah, ketika anak pertama mereka lahir, mereka rela menunda untuk memberi nama pada anak itu. Pemberian nama tertunda karena mereka berdua menunggu surat dari nenek sang Ibu, buyut bayi itu. Surat tak kunjung datang, sementara si bayi tidak bias dibawa pulang tanpa sebuah nama di akte kelahiran.
Lalu, tercetus nama Gogol di benak sang ayah. Nama yang aneh, tidak berbau India, apalagi Amerika. Sebuah nama yang berasal dari nama penulis favorit Ashoke. Tapi ada apa sebenarnya di balik nama itu? Apakah hanya sekedar berdasarkan rasa kagum pada si penulis?
Nama Gogol seolah menjadi beban bagi si penyandang nama. Ketika masih kecil, justru Gogol enggan menyebut dirinya dengan nama ‘resmi’ yang diberikan orang tuanya. Menurut kebiasaan di India, seseorang akan menyandang dua nama, satu nama panggilan di keluarga yang akan melekat seumur hidup pada diri orang itu, satu lagi, nama resmi, nama yang diberikan nenek atau buyut mereka.
Tapi, makin lama, nama Gogol semakin mengganggu. Puncaknya Gogol meminta sendiri namanya untuk diganti menjadi Nikhil Ganguli, nama yang dulu sempat ditolaknya. Gogol tidak tahu betapa berartinya nama Gogol bagi ayahnya, bahwa nama itulah yang menyelamatkan ayahnya dari sebuah kecelakaan kereta api.
Gogol tumbuh dengan pengaruh budaya Amerika yang lebih kuat melekat daripada budaya India. Gogol mulai merasa segan dan malas setiap kali pergi berlibur ke Calcutta bersama keluarganya. Sedapat mungkin ia berusaha menjauh dari kebiasaan kedua orang tuanya. Ia memilih kuliah yang jauh dari rumah orang tuanya, jarang pulang ke rumah, jarang menelepon orang tuanya, pergi ke pesta dengan teman-teman Amerikanya, lebih menyukia musik barat, bahkan beberapa kali menjalin hubungan dengan gadis Amerika yang kurang disetujui oleh orang tuanya.
Tapi, Gogol tidak bisa menolak ‘perjodohan’ yang diatur Ashima. Gogol akhirnya menikah dengan gadis India, Moushumi.
Cerita dalam novel ini mengalir dengan tenang, tanpa banyak gejolak. Gogol sebagai tokoh utama, tapi tidak mengesampingkan tokoh-tokoh penting lainnya yang berperan dalam kehidupan Gogol, seperti Ashoka, Ashima dan Moushumi yang cukup banyak mendapat porsi dalam novel ini. Mungkin novel ini, seperti bercerita tentang riwayat hidup seorang pemuda bernama Gogol. Mulai dari proses kelahirannya, proses pemberian nama Gogol, sampai akhirnya ia tumbuh dewasa, menjalani proses pendewasaan dalam dirinya yang membuat ia memandang orang tuanya bukan sebagai orang tua yang kolot, tapi sebagai orang tua yang sederhana yang menjalani semua ritual yang sebenarnya ditujukan untuk anak-anaknya.
Tenang, tapi tidak akan membuat kita merasa bosan. Penggambaran karakter cukup detail. Keadaan di sekitar juga tergambar dengan detail, membuat kita bisa ikut membayangkan apa yang ada di sekeliling para tokoh. Misalnya ketika Gogol dan Ashoke berjalan-jalan di pantai melewati batu-batu karang, “Tubuh mereka hari itu menimbulkan bayangan sangat panjang dan ramping, berdempetan, matahari siang bersinar di belakang mereka. Mereka berhenti untuk memerhatikan pelampung kayu retak bercat biru-putih, berbentuk seperti payung kuno. Permukaanya terlilit untaian tipis rumput laut cokelat dan tertutup kerak remis.” (hal. 213)
Sebuah kisah yang indah, tidak membuat kita ‘terlonjak’, tapi kita akan terhanyut dalam cerita ini.
07.01.08
(gue bener-bener menikmati baca buku ini… meskipun lama juga sih, selesainya. Tapi, surprise… surprise… tumben gue gak berasa bosen baca buku yang ‘irit’ percakapan… )
Jhumpa Lahiri
Gita Yuliani K (Terj.)
GPU, Jakarta 2006
336 Hal.
Ungkapan “Apalah arti sebuah nama?” yang begitu popular tampaknya tidak berlaku dalam novel yang pernah masuk jajaran novel terlaris pada tahun 2003 ini. Namalah yang menjadi benang merah dalam cerita ini. Makna sebuah nama-lah yang menjadi ‘nyawa’ dari novel yang ditulis oleh Jhumpa Lahiri, pemenang Pulitzer untuk buku kumpulan cerpennya yang berjudul, The Interpreter of Maladies.
Ashoke dan Ashima Ganguli, pasangang suami istri asal India, datang ke Amerika. Berusaha menggapai mimpi dan harapan tanpa melupakan leluhur dan adat istiadat mereka. Demi rasa hormat mereka pada leluhur merekelah, ketika anak pertama mereka lahir, mereka rela menunda untuk memberi nama pada anak itu. Pemberian nama tertunda karena mereka berdua menunggu surat dari nenek sang Ibu, buyut bayi itu. Surat tak kunjung datang, sementara si bayi tidak bias dibawa pulang tanpa sebuah nama di akte kelahiran.
Lalu, tercetus nama Gogol di benak sang ayah. Nama yang aneh, tidak berbau India, apalagi Amerika. Sebuah nama yang berasal dari nama penulis favorit Ashoke. Tapi ada apa sebenarnya di balik nama itu? Apakah hanya sekedar berdasarkan rasa kagum pada si penulis?
Nama Gogol seolah menjadi beban bagi si penyandang nama. Ketika masih kecil, justru Gogol enggan menyebut dirinya dengan nama ‘resmi’ yang diberikan orang tuanya. Menurut kebiasaan di India, seseorang akan menyandang dua nama, satu nama panggilan di keluarga yang akan melekat seumur hidup pada diri orang itu, satu lagi, nama resmi, nama yang diberikan nenek atau buyut mereka.
Tapi, makin lama, nama Gogol semakin mengganggu. Puncaknya Gogol meminta sendiri namanya untuk diganti menjadi Nikhil Ganguli, nama yang dulu sempat ditolaknya. Gogol tidak tahu betapa berartinya nama Gogol bagi ayahnya, bahwa nama itulah yang menyelamatkan ayahnya dari sebuah kecelakaan kereta api.
Gogol tumbuh dengan pengaruh budaya Amerika yang lebih kuat melekat daripada budaya India. Gogol mulai merasa segan dan malas setiap kali pergi berlibur ke Calcutta bersama keluarganya. Sedapat mungkin ia berusaha menjauh dari kebiasaan kedua orang tuanya. Ia memilih kuliah yang jauh dari rumah orang tuanya, jarang pulang ke rumah, jarang menelepon orang tuanya, pergi ke pesta dengan teman-teman Amerikanya, lebih menyukia musik barat, bahkan beberapa kali menjalin hubungan dengan gadis Amerika yang kurang disetujui oleh orang tuanya.
Tapi, Gogol tidak bisa menolak ‘perjodohan’ yang diatur Ashima. Gogol akhirnya menikah dengan gadis India, Moushumi.
Cerita dalam novel ini mengalir dengan tenang, tanpa banyak gejolak. Gogol sebagai tokoh utama, tapi tidak mengesampingkan tokoh-tokoh penting lainnya yang berperan dalam kehidupan Gogol, seperti Ashoka, Ashima dan Moushumi yang cukup banyak mendapat porsi dalam novel ini. Mungkin novel ini, seperti bercerita tentang riwayat hidup seorang pemuda bernama Gogol. Mulai dari proses kelahirannya, proses pemberian nama Gogol, sampai akhirnya ia tumbuh dewasa, menjalani proses pendewasaan dalam dirinya yang membuat ia memandang orang tuanya bukan sebagai orang tua yang kolot, tapi sebagai orang tua yang sederhana yang menjalani semua ritual yang sebenarnya ditujukan untuk anak-anaknya.
Tenang, tapi tidak akan membuat kita merasa bosan. Penggambaran karakter cukup detail. Keadaan di sekitar juga tergambar dengan detail, membuat kita bisa ikut membayangkan apa yang ada di sekeliling para tokoh. Misalnya ketika Gogol dan Ashoke berjalan-jalan di pantai melewati batu-batu karang, “Tubuh mereka hari itu menimbulkan bayangan sangat panjang dan ramping, berdempetan, matahari siang bersinar di belakang mereka. Mereka berhenti untuk memerhatikan pelampung kayu retak bercat biru-putih, berbentuk seperti payung kuno. Permukaanya terlilit untaian tipis rumput laut cokelat dan tertutup kerak remis.” (hal. 213)
Sebuah kisah yang indah, tidak membuat kita ‘terlonjak’, tapi kita akan terhanyut dalam cerita ini.
07.01.08
(gue bener-bener menikmati baca buku ini… meskipun lama juga sih, selesainya. Tapi, surprise… surprise… tumben gue gak berasa bosen baca buku yang ‘irit’ percakapan… )
1 comments:
cerita yang bagus, hanya saja agak 'berat' sehingga lama juga bacanya. Sampai sekarang saya belum juga tamat bacanya :)
denger-denger cerita ini sudah dijadikan film juga, kira-kira sama menariknya dengan cerita di buku gak ya? :)
salam kenal...
Post a Comment