The Virgin Blue (Biru Sang Perawan)
Tracy Chevalier
Lanny Murtiharjana (Terj.)
GPU – Juli 2006
360 Hal.
Perancis tahun 1500an, penuh dengan intrik-intrik yang berhubungan dengan agama. Seorang gadis bernama Isabelle du Moulin, tadinya hanya gadis biasa, anak seorang bidan. Saat rambutnya berubah menjadi merah, ia dipanggil La Rousse. Tadinya itu hanyalah panggilan biasa, tapi ketika seorang pendeta baru datang dan menyebarkan ajaran baru, Isabelle jadi dikucilkan, dianggap punya ‘hubungan batin’ dengan Sang Perawan. Ia harus menutup rapat-rapat rambutnya, agar tak sehelai pun rambut merahnya terlihat.
Karena hamil di luar nikah, Isabelle terpaksa menikah dengan Etienne Tournier. Keluarga Tournier adalah keluarga yang terpandang. Ayah Isabelle membenci mereka. Tinggal di rumah keluarga Tournier, tidak membuat Isabelle merasa tidak nyaman. Hampir semua bersikap memusuhinya, terutama ibu mertuanya, Hannah. Isabelle mempunyai 3 orang anak dari hasil pernikahannya dengan Etienne. Salah satunya perempuan, yang ia beri nama Marie – nama yang menjadi kontroversi pada masa itu.
Saat terjadi pembantaian besar-besaran, keluarga Tournier meninggalkan rumah dan lading pertanian mereka dan pindah ke desa lain.
Dan, selang 4 abad kemudian, Ella Turner pindah ke Perancis mengikuti suaminya yang ditugaskan di sana. Di Perancis, ia kerap merasa terasing. Karena di kota kecil itu, semua orang maunya berbahasa Perancis, dan meskipun berusaha berkomunikasi dengan bahasa Perancis yang masih belepotan, masih saja tidak ditanggapi dan malah dipandang sinis. Para penduduk kerap bergunjing dan mau tahu semua urusan orang lain. Ella menjadi merasa tidak nyaman.
Dari hasil korespondensi dengan kerabatnya, ia pun akhirnya mencari informasi tentang silsilah keluarganya, di mana ternyata nama Turner berasal dari nama Tournier. Dan, mulailah pencarian sejarah yang membawanya pada banyak perubahan. Dalam prosesnya, Ella berkenalan dengan seorang pustakawan, Jean-Paul.
Ella kerap mendapat mimpi-mimpi berwarna biru, biru yang sama seperti yang pernah dilihat Isabelle. Warna biru yang membawa malapetaka dan akhir yang tragis dari hidup anak perempuannya, Marie.
Biasanya gue tertarik membaca fiksi yang ada sejarah-sejarahnya sedikit. Tapi, entah kenapa, membaca buku yang gak terlalu tebal ini rada membuat gue bosan. Mungkin karena gue gak mencernanya dengan ‘sepenuh hati’, makanya gue juga agak gak menangkap inti cerita ini. Selain, bahwa banyak hal tabu di masa itu, bahwa orang lebih percaya takhayul ketimbang ajaran agama.
Tracy Chevalier
Lanny Murtiharjana (Terj.)
GPU – Juli 2006
360 Hal.
Perancis tahun 1500an, penuh dengan intrik-intrik yang berhubungan dengan agama. Seorang gadis bernama Isabelle du Moulin, tadinya hanya gadis biasa, anak seorang bidan. Saat rambutnya berubah menjadi merah, ia dipanggil La Rousse. Tadinya itu hanyalah panggilan biasa, tapi ketika seorang pendeta baru datang dan menyebarkan ajaran baru, Isabelle jadi dikucilkan, dianggap punya ‘hubungan batin’ dengan Sang Perawan. Ia harus menutup rapat-rapat rambutnya, agar tak sehelai pun rambut merahnya terlihat.
Karena hamil di luar nikah, Isabelle terpaksa menikah dengan Etienne Tournier. Keluarga Tournier adalah keluarga yang terpandang. Ayah Isabelle membenci mereka. Tinggal di rumah keluarga Tournier, tidak membuat Isabelle merasa tidak nyaman. Hampir semua bersikap memusuhinya, terutama ibu mertuanya, Hannah. Isabelle mempunyai 3 orang anak dari hasil pernikahannya dengan Etienne. Salah satunya perempuan, yang ia beri nama Marie – nama yang menjadi kontroversi pada masa itu.
Saat terjadi pembantaian besar-besaran, keluarga Tournier meninggalkan rumah dan lading pertanian mereka dan pindah ke desa lain.
Dan, selang 4 abad kemudian, Ella Turner pindah ke Perancis mengikuti suaminya yang ditugaskan di sana. Di Perancis, ia kerap merasa terasing. Karena di kota kecil itu, semua orang maunya berbahasa Perancis, dan meskipun berusaha berkomunikasi dengan bahasa Perancis yang masih belepotan, masih saja tidak ditanggapi dan malah dipandang sinis. Para penduduk kerap bergunjing dan mau tahu semua urusan orang lain. Ella menjadi merasa tidak nyaman.
Dari hasil korespondensi dengan kerabatnya, ia pun akhirnya mencari informasi tentang silsilah keluarganya, di mana ternyata nama Turner berasal dari nama Tournier. Dan, mulailah pencarian sejarah yang membawanya pada banyak perubahan. Dalam prosesnya, Ella berkenalan dengan seorang pustakawan, Jean-Paul.
Ella kerap mendapat mimpi-mimpi berwarna biru, biru yang sama seperti yang pernah dilihat Isabelle. Warna biru yang membawa malapetaka dan akhir yang tragis dari hidup anak perempuannya, Marie.
Biasanya gue tertarik membaca fiksi yang ada sejarah-sejarahnya sedikit. Tapi, entah kenapa, membaca buku yang gak terlalu tebal ini rada membuat gue bosan. Mungkin karena gue gak mencernanya dengan ‘sepenuh hati’, makanya gue juga agak gak menangkap inti cerita ini. Selain, bahwa banyak hal tabu di masa itu, bahwa orang lebih percaya takhayul ketimbang ajaran agama.