Sang Pencerah: Novelisasi Kehidupan K.H. Ahmad Dahlan dan Perjuangannya Mendirikan Muhammadiyah
Akmal Nasery Basral @ 2010
Mizan - Cet. I, Juni 2010
461 hal.
Gue nyaris gak tau apa pun tentang KH Ahmad Dahlan, selain ‘mengenalnya’ sebagai nama jalan. Gue gak tau kalo ternyata beliau adalah pendiri Muhammadiyah, bahwa banyak cerita dan fakta menarik dalam sejarah hidup beliau.
Terlahir dengan nama Muhammad Darwis, anak seorang khatib Masjid Gedhe, pemuka agama di lingkungan Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat. Keturunan langsung dari Syaikh Maulana Ibrahim salah satu dari 9 tokoh Wali Songo. Merupakan sebuah keistimewaan memiliki silsilah ini. Nantinya, otomatis jabatan sebagai khatib Masjid Gedhe akan jatuh ke Muhammad Darwis apabila KH Abu Bakar meninggal.
Sebagai anak kiai, sejak kecil Darwis sudah belajar mengaji dan sering diajak ayahnya mendengarkan khutbah di Masjid Gedhe. Batin Darwis terusik ketika dalam salah satu acara pengajian 40 harian meninggal bapak temannya, secara tak sengaja ia mendengar percakapan ibu temannya itu yang terpaksa meminjam uang untuk mengadakan acara itu. Sejak itu, ia mencoba bersikap kritis, tapi, sering tidak mendapat dukungan positif dari bapaknya dan para ulama lainnya.
Ketika remaja, ia sudah dikirim untuk naik haji dan belajar agama di Mekkah. Sepulangnya dari Tanah Suci, dengan pengetahuan yang semakin bertambah, pemikirannya sering kali berbeda dengan para kiai yang masih sangat kaku dan memegang teguh tradisi yang menurut Ahmad Dahlan – nama yang ia peroleh setelah menjadi haji – bertentangan dengan Islam. Baginya, Islam tidaklah menyulitkan umatnya, jadi jika tradisi itu ternyata menyulitkan, sebaiknya disederhanakan saja.
Semakin lama, cara mengajar, cara berpikir bahkan khutbahnya dianggap kontroversial oleh kiai-kiai sekitar, terutama ketika Ahmad Dahlan mengusulkan perubahan arah kiblat – yang akhirnya berujung pada pembongkaran Langgar Kidul yang selama ini dipergunakan Ahmad Dahlan untuk mengajar mengaji.
Belum lagi ketika akhirnya ia bergabung dengan Budi Oetomo, yang dianggap para kiai sebagai perkumpulan kejawen. Ahmad Dahlan pun mendapat sebutan ‘kiai kafir’ Tapi, berbagai cobaan, cercaan dan tuduhan itu tidak membuatnya patah semangat, malah ia semakin giat dalam berusaha membuktikan bahkan apa yang ia sampaikan adalah hal yang benar, bukan bermaksud memecah belah umat Islam sendiri. Beruntung ia didukung oleh istrinya yang sangat sabar, dan murid-muridnya yang setia sampai akhirnya terbentuklah Muhammadiyah.
Jarang-jarang gue suka kalo baca biografi atau memoar seseorang. Karena cara penyampaiannya cenderung datar, monoton, membosankan dan hanya satu arah. Tapi, gue suka baca buku ini. Mungkin karena novel ini dibuat berdasarkan skenario film, mungkin juga karena cara penyampaiannya yang menarik. Jadi bacanya juga enak. Banyak hal yang gue dapat dari buku ini, mulai dari fakta sejarah, dan pemikiran-pemikiran yang simple, tapi sangat masuk akal.
Mungkin kalo ada lagi memoar atau biografi yang dibuat seperti ini, gue bakal lebih banyak lagi baca buku-buku seperti ini.
Akmal Nasery Basral @ 2010
Mizan - Cet. I, Juni 2010
461 hal.
Gue nyaris gak tau apa pun tentang KH Ahmad Dahlan, selain ‘mengenalnya’ sebagai nama jalan. Gue gak tau kalo ternyata beliau adalah pendiri Muhammadiyah, bahwa banyak cerita dan fakta menarik dalam sejarah hidup beliau.
Terlahir dengan nama Muhammad Darwis, anak seorang khatib Masjid Gedhe, pemuka agama di lingkungan Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat. Keturunan langsung dari Syaikh Maulana Ibrahim salah satu dari 9 tokoh Wali Songo. Merupakan sebuah keistimewaan memiliki silsilah ini. Nantinya, otomatis jabatan sebagai khatib Masjid Gedhe akan jatuh ke Muhammad Darwis apabila KH Abu Bakar meninggal.
Sebagai anak kiai, sejak kecil Darwis sudah belajar mengaji dan sering diajak ayahnya mendengarkan khutbah di Masjid Gedhe. Batin Darwis terusik ketika dalam salah satu acara pengajian 40 harian meninggal bapak temannya, secara tak sengaja ia mendengar percakapan ibu temannya itu yang terpaksa meminjam uang untuk mengadakan acara itu. Sejak itu, ia mencoba bersikap kritis, tapi, sering tidak mendapat dukungan positif dari bapaknya dan para ulama lainnya.
Ketika remaja, ia sudah dikirim untuk naik haji dan belajar agama di Mekkah. Sepulangnya dari Tanah Suci, dengan pengetahuan yang semakin bertambah, pemikirannya sering kali berbeda dengan para kiai yang masih sangat kaku dan memegang teguh tradisi yang menurut Ahmad Dahlan – nama yang ia peroleh setelah menjadi haji – bertentangan dengan Islam. Baginya, Islam tidaklah menyulitkan umatnya, jadi jika tradisi itu ternyata menyulitkan, sebaiknya disederhanakan saja.
Semakin lama, cara mengajar, cara berpikir bahkan khutbahnya dianggap kontroversial oleh kiai-kiai sekitar, terutama ketika Ahmad Dahlan mengusulkan perubahan arah kiblat – yang akhirnya berujung pada pembongkaran Langgar Kidul yang selama ini dipergunakan Ahmad Dahlan untuk mengajar mengaji.
Belum lagi ketika akhirnya ia bergabung dengan Budi Oetomo, yang dianggap para kiai sebagai perkumpulan kejawen. Ahmad Dahlan pun mendapat sebutan ‘kiai kafir’ Tapi, berbagai cobaan, cercaan dan tuduhan itu tidak membuatnya patah semangat, malah ia semakin giat dalam berusaha membuktikan bahkan apa yang ia sampaikan adalah hal yang benar, bukan bermaksud memecah belah umat Islam sendiri. Beruntung ia didukung oleh istrinya yang sangat sabar, dan murid-muridnya yang setia sampai akhirnya terbentuklah Muhammadiyah.
Jarang-jarang gue suka kalo baca biografi atau memoar seseorang. Karena cara penyampaiannya cenderung datar, monoton, membosankan dan hanya satu arah. Tapi, gue suka baca buku ini. Mungkin karena novel ini dibuat berdasarkan skenario film, mungkin juga karena cara penyampaiannya yang menarik. Jadi bacanya juga enak. Banyak hal yang gue dapat dari buku ini, mulai dari fakta sejarah, dan pemikiran-pemikiran yang simple, tapi sangat masuk akal.
Mungkin kalo ada lagi memoar atau biografi yang dibuat seperti ini, gue bakal lebih banyak lagi baca buku-buku seperti ini.
0 comments:
Post a Comment