Ayat-Ayat Cinta
Habiburrahman El Shirazy @ 2004
Penerbit Repulika - Cet. 30, Pebruari 2008
419 Hal.
Fahri, adalah mahasiswa asal Indonesia yang menuntut ilmu di Universitas Al-Azhar. Sosok pemuda yang halus budi pekertinya, pokoknya nyaris tanpa cela. Ia mengisi waktunya untuk menambah uang saku dengan menterjemahkan buku-buku bahasa Arab ke dalam bahasa Indonesia.
Tinggal di sebuah flat bersama beberapa mahasiswa asal Indonesia lainnya, bersahabat baik dengan salah satu keluarga yang tinggal di flat itu. Salah satu anaknya bernama Maria. Gadis beragama Kristen Koptik, tapi hafal salah satu surat di Al-Qur’an, yaitu surat Maryam.
Suatu hari, Fahri tanpa sengaja berkenalan dengan seorang gadis bercadar di metro yang dihina oleh orang Mesir karena menolong turis bule yang dianggap orang kafir. Fahri membela gadis bernama Aisha itu.
Dibanding dengan teman-teman satu flat-nya, Fahri memang bisa dibilang yang paling kalem dan paling ‘lurus’. Tutur katanya halus, tapi tegas. Sering ia mengutip ayat-ayat di Al-Qur’an atau hadits. Menjaga pandangannya terhadap perempuan, bahkan sering menangis jika melihat atau mendengar ada yang bertindak buruk pada perempuan.
Sikapnya ini sering membuat para perempuan jatuh cinta dan tidak segan-segan menyatakan ingin menjadi istrinya. Di antaranya adalah Noura, gadis Mesir yang dianiaya oleh keluarga sendiri, yang kemudian ditolong oleh Fahri. Tapi, cinta Noura bertepuk sebelah tangan, dan membuatnya malah menfitnah Fahri. Lalu, ada Nurul, rekan mahasiswi Indonesia, dan tentu saja, Maria dan Aisha… tapi, siapa yang dipilih sama Fahri?
Tapi, sikap Fahri yang selalu lurus itu mampu membuatnya melewati saat-saat terberat ketika harus berpisah dengan istrinya. Ah… apa benar ada laki-laki seperti Fahri?
Mmmm… agak ketinggalan mungkin gue baca buku ini. Sebenernya dulu, kira-kira setahun yang lalu, pernah punya buku ini, baca hanya beberapa lembar, tapi ‘gak kuat… bukan apa-apa, koq isinya ‘lurus’ banget… masih belum ‘kena’ di hati. Tergerak lagi baca buku ini karena ngeliat trailer film-nya yang sepertinya ‘seru’. Gue gak mau nonton filmnya dulu, takut terpengaruh dengan para tokohnya.
Sebelum memutuskan membaca buku ini (lagi), gue sempet baca buku ‘Ketika Cinta Bertasbih’ – ada dua jilid. Dan karena gak ada ‘feel’-nya, gue gak bisa nulis ‘review’ buku tersebut.
Ceritanya gak jauh beda dengan Ayat-Ayat Cinta, masih bertema pemuda baik-baik di perantauan Mesir, yang harus berjuang menyelesaikan kuliah yang udah dibiayai dengan menjual tanah di kampung. Lalu, ending-nya juga mirip, menemukan cinta sejati-nya, lalu menikah. Koq jadi seperti pengulangan tema, aja.
Mungkin ini sama aja dengan ‘Cinderella Story’ yang berakhir bahagia setelah melewati berbagai penderitaan. Tapi, emang sih, kalo mau dibaca dengan amat sangat mendalam, banyak hal-hal yang positif yang bisa diambil.
Banyak yang bilang buku ini amat sangat menyentuh… sangat bagus… tapi, entahlah, buku ini ‘gak gue banget… ya… mungkin ‘iman’ gue masih kurang tebal untuk mengerti dan menangkap intisari novel ini… tapi… satu kalimat di akhir cerita, cukup ‘menyentil’ gue…
“Aku masih mencium bau surga. Wanginya merasuk ke dalam sukma. Aku ingin masuk ke dalamnya. Di sana aku berjanji akan mempersiapkan segalanya dan menunggumu untuk bercinta. Memadu kasih dalam cahaya kesucian dan kerelaan Tuhan selama-lamanya.” (hal. 402)
Habiburrahman El Shirazy @ 2004
Penerbit Repulika - Cet. 30, Pebruari 2008
419 Hal.
Fahri, adalah mahasiswa asal Indonesia yang menuntut ilmu di Universitas Al-Azhar. Sosok pemuda yang halus budi pekertinya, pokoknya nyaris tanpa cela. Ia mengisi waktunya untuk menambah uang saku dengan menterjemahkan buku-buku bahasa Arab ke dalam bahasa Indonesia.
Tinggal di sebuah flat bersama beberapa mahasiswa asal Indonesia lainnya, bersahabat baik dengan salah satu keluarga yang tinggal di flat itu. Salah satu anaknya bernama Maria. Gadis beragama Kristen Koptik, tapi hafal salah satu surat di Al-Qur’an, yaitu surat Maryam.
Suatu hari, Fahri tanpa sengaja berkenalan dengan seorang gadis bercadar di metro yang dihina oleh orang Mesir karena menolong turis bule yang dianggap orang kafir. Fahri membela gadis bernama Aisha itu.
Dibanding dengan teman-teman satu flat-nya, Fahri memang bisa dibilang yang paling kalem dan paling ‘lurus’. Tutur katanya halus, tapi tegas. Sering ia mengutip ayat-ayat di Al-Qur’an atau hadits. Menjaga pandangannya terhadap perempuan, bahkan sering menangis jika melihat atau mendengar ada yang bertindak buruk pada perempuan.
Sikapnya ini sering membuat para perempuan jatuh cinta dan tidak segan-segan menyatakan ingin menjadi istrinya. Di antaranya adalah Noura, gadis Mesir yang dianiaya oleh keluarga sendiri, yang kemudian ditolong oleh Fahri. Tapi, cinta Noura bertepuk sebelah tangan, dan membuatnya malah menfitnah Fahri. Lalu, ada Nurul, rekan mahasiswi Indonesia, dan tentu saja, Maria dan Aisha… tapi, siapa yang dipilih sama Fahri?
Tapi, sikap Fahri yang selalu lurus itu mampu membuatnya melewati saat-saat terberat ketika harus berpisah dengan istrinya. Ah… apa benar ada laki-laki seperti Fahri?
Mmmm… agak ketinggalan mungkin gue baca buku ini. Sebenernya dulu, kira-kira setahun yang lalu, pernah punya buku ini, baca hanya beberapa lembar, tapi ‘gak kuat… bukan apa-apa, koq isinya ‘lurus’ banget… masih belum ‘kena’ di hati. Tergerak lagi baca buku ini karena ngeliat trailer film-nya yang sepertinya ‘seru’. Gue gak mau nonton filmnya dulu, takut terpengaruh dengan para tokohnya.
Sebelum memutuskan membaca buku ini (lagi), gue sempet baca buku ‘Ketika Cinta Bertasbih’ – ada dua jilid. Dan karena gak ada ‘feel’-nya, gue gak bisa nulis ‘review’ buku tersebut.
Ceritanya gak jauh beda dengan Ayat-Ayat Cinta, masih bertema pemuda baik-baik di perantauan Mesir, yang harus berjuang menyelesaikan kuliah yang udah dibiayai dengan menjual tanah di kampung. Lalu, ending-nya juga mirip, menemukan cinta sejati-nya, lalu menikah. Koq jadi seperti pengulangan tema, aja.
Mungkin ini sama aja dengan ‘Cinderella Story’ yang berakhir bahagia setelah melewati berbagai penderitaan. Tapi, emang sih, kalo mau dibaca dengan amat sangat mendalam, banyak hal-hal yang positif yang bisa diambil.
Banyak yang bilang buku ini amat sangat menyentuh… sangat bagus… tapi, entahlah, buku ini ‘gak gue banget… ya… mungkin ‘iman’ gue masih kurang tebal untuk mengerti dan menangkap intisari novel ini… tapi… satu kalimat di akhir cerita, cukup ‘menyentil’ gue…
“Aku masih mencium bau surga. Wanginya merasuk ke dalam sukma. Aku ingin masuk ke dalamnya. Di sana aku berjanji akan mempersiapkan segalanya dan menunggumu untuk bercinta. Memadu kasih dalam cahaya kesucian dan kerelaan Tuhan selama-lamanya.” (hal. 402)
1 comments:
Hai ferina, sama nih, aku juga nggak enjoy baca buku ini. Tokohnya terlalu ideal, kurang membumi.
Tapi selera orang memang beda2 ya, byk bgt temen2 aku yg menjadikan buku ini favorit mereka.
Post a Comment