Wednesday, January 31, 2018

Laut Bercerita


Laut Bercerita

Leila S. Chudori
Kepustakaan Populer Gramedia, Oktober 2017
389 hal.

Judul dan cover yang langsung menarik perhatian gue. Dan tentu saja nama Leila S. Chudori. Gue mulai menyukai karya beliau sejak membaca 9 dari Nadira.

Cerita tentang Biru Laut, seorang mahasiswa, aktif dalam organisasi yang dianggap ‘terlarang’ oleh pemerintah ketika itu, ketika Pak Harto masih menjabat sebagai presiden. Bersama teman-temannya, Laut bermimpi ingin mewujudkan Indonesia yang lebih baik, pemerintah yang peduli dengan rakyatnya. Tapi sayang, pemerintah ketika itu tidak bisa menerima kritik dengan baik. Para demonstran dianggap sebagai penentang pemerintah.

Tahun 1998, ketika politik Indonesia memanas, Laut dan teman-temannya jadi incaran karena dianggap pengkhianat. Laut hidup dalam bayang-bayang, mencari sudut yang remang-remang, berpindah-pindah dari satu kota ke kota lain, hingga pada akhirnya, Laut disergap di rumah susun tempat ia bersembunyi.

Dengan mata tertutup, tangan terikat, ia dibawa ke sebuah tempat. Berbulan-bulan Laut, dan juga teman-teman yang lain, disekap, diinterogasi, disiksa dengan berbagai cara yang mengerikan dan tak terbayangkan betapa ada manusia yang sedemikian keji. Ada satu titik, di mana gue berhenti membaca, karena gue gak sanggup membayangkan penderitaan yang dialami Laut dan teman-temannya.

Hari demi hari, mereka bertanya-tanya, kapan ini akan berakhir, sampai titik mana mereka semua berhenti.

4 tahun kemudian….. Laut dan beberapa temannya masih belum kembali. Keluarga mereka masih menanti dan berharap, bahwa mereka baik-baik saja, masih hidup di suatu tempat untuk suatu saat kembali bersama keluarga.

Asmara Jati, adik Laut, bersama Anjani, kekasih Laut dan juga, Alex, teman Laut yang akhirnya dibebaskan bergabung dengan Komisi Orang Hilang, mencoba mencari jejak mereka yang hilang.

Buku ini bercerita tentang seorang aktifis yang berjuang, rela berjauhan dari keluarga demi memperjuangkan cita-citanya, tentang keluarga yang kehilangan, yang sesekali hidup dalam ‘denial’, tentang bagaimana para korban yang sempat tertangkap dan dibebaskan bergulat dengan trauma berkepanjangan.

Bolehlah siap-siap tissue… bukan adegan romantis yang bikin baper yang akan bikin loe sedih, tapi bagaimana seorang kakak menitipkan pesan rahasia pada sang adik, bagaimana orang tua yang hidup dalam ‘kepompong’, bercengkerama dalam ilusi yang mereka ciptakan. Banyak bagian-bagian yang bikin emosi jadi ‘teraduk-aduk’….  Mulai dari awal buku ini sampai akhir…

Tahun 1998,  waktu itu gue masih kuliah.. sekali ikut demo di dalam kampus… abis itu gak boleh lagi sama ortu gue… dan.. gue berterima kasih kepada orang-orang seperti Biru Laut yang membuat gue bisa membaca karya Pramoedya Ananta Toer.

Gue suka bagaimana sosok Biru Laut diceritakan – bukan yang sosok yang terlalu idealis dengan pidato yang berapi-api, tapi mampu ‘membius’,  sosok yang juga jahil dan kakak yang protektif. Dan gue suka bagaimana ending untuk Biru Laut diciptakan., meskipun sedih, tapi begitulah rasanya Laut harus berakhir… kalo gak bakal jadi rada klise.. (eh.. ini menurut gue lohhhh)

1 comments:

Althesia Silvia said...

aku udah kelar baca...nangis parah dibagian akhir-akhir itu kak..buset dahhh sedih bgt!!!
kayaknya aku dulu baca Pulang mungkin disaat yang tidak tepat ya, makanya gak suka. Buktinya buku ini aku suka kok.

 

lemari bukuku Template by Ipietoon Cute Blog Design and Bukit Gambang