The Perks of Being a Wallflower
Stephen Chbosky @ 1999
Simon & Schuster
232 hal
(Birthday gift from Astrid)
In social situations, a wallflower is a shy or unpopular
individual who doesn't socialize or participate in activities at social events.
He or she may have other talents but usually does not express them in the
presence of other individuals. The term comes from the image of a person
isolating themselves from areas of social activities at ballroom dances and
parties, where the people who did not wish to dance (or had no partner)
remained close to the walls of the dance hall.
(from
Wikipedia)
Awalnya agak bingung membayangkan apa sih
maksudnya dengan wallflower. Jadilah
gue bertanya pada Om Goole, yang langsung merujuk ke web-nya Om Wiki. Barulah
gue bisa menangkap dengan lebih jelas sosok Charlie di dalam buku ini.
Sekilas, Charlie seperti anak yang polos, dalam
pandangan orang-orang yang disebut ‘culun dan gak gaul. Teman satu-satunya –
Michael – meninggal karena bunuh diri. Charlie jadi tidak punya teman, dan
memutuskan untuk menulis ‘surat’.
Charlie pun bercerita hari-harinya ketika ia akhirnya memiliki teman baru,
bernama Patrick dan jatuh cinta pada Sam yang usianya lebih tua.
Di mata orang, mungkin Charlie rada aneh. Gue pun
sempat berpikir, apakah Charlie ini anak autis? Tapi ternyata bukan. Ia hanya
gak ‘gaul’, gak populer. Anak yang polos. Tapi seorang pendengar yang baik, bisa
menjaga rahasia, jujur, tapi juga sangat sensitif. Perhatian orang terhadap dia, sekecil apa pun,
akan sangat berarti untuk dia. Charlie gak segan-segan membela Patrick yang
diolok-olok oleh anak-anak di sekolah.
Untung ada seorang guru bernama Bill, terus
mendorong Charlie untuk lebih ‘berpartisipasi’ dalam pergaulan. Charlie ini
anak yang pintar, hanya saja, dia terlalu banyak bertanya, lebih berpikir
secara logika, dan bingung dengan teori. Seperti dalam pelajaran matematika,
sampai gurunya bilang ‘stop bertanya dan kerjakan saja sesuai teori’. Akhirnya…
Charlie lancar-lancar aja tuh…
Charlie bukanlah tokoh yang sempurna, tapi justru
yang seperti ini malah membuat gue ‘jatuh cinta’ dan mudah untuk menyukainya.
Ditulis dalam bentuk surat,
berasa Charlie yang lagi curhat ke gue. Ikutan seneng saat Charlie jatuh cinta,
ikutan sedih saat Charlie cerita peristiwa di hari ulang tahunnya, atau pengen ikut ‘puk-puk’
Patrick waktu dia putus sama pacarnya. Jadi pengen bales suratnya Charlie,
bilang ke Charlie, it’s ok to be different, just be who you are, who you want
to be…
Makin ‘kenal’ dengan Charlie.. well.. dia gak
se-innocent yang kita kira koq.. hehehe…
Menutup buku ini, gue jadi pengen bisa ikutan
denger pilihan lagu-lagunya Charlie dan juga baca buku-buku yang dibaca
Charlie. Di balik segala yang kata orang aneh, he is really a good friend. Dia
selalu siap mendengarkan curhat teman-temannya. Tokoh cerita yang likeable dan
loveable.
Karena buku ini sudah ada film-nya, mau gak mau gue jadi membayangkan tokoh-tokoh ini dengan para pemerannya di dalam film (meskipun gue belum nonton sih). Yang paling susah adalah membayangkan sosok Emma Watson sebagai Sam di sini. Masih terbayang-bayang sosok Hermione sih.
(Thank you, Astrid for the book… really like
it..)
4 comments:
kalo udah nonton filmnya, nggak bakalan terlalu kerasa kok sosok Hermione-nya Emma Watson kok mbak :))
Filmnya likeable dan loveable juga kok seperti bukunya. I love it!
@nana: ah.. harus buru2 cari film-nya nih...
aku udah nonton filmnya duluan. kalo di filmnya digambarkan Charlie ga pernah mau bertanya. Dia diam aja di kelas. :)
kmrn mikir2 antara beli novel ini atau farenheit 451,dua2nya menarik. akhirnya aku beli yg farenheit 451. :D
Post a Comment