Singgah
Jia Effendie, Taufan Gio, Alvin Agastia Zirtaf,
Yuska Vonita, Adellia Rosa, Dian Harigelita, Anggun Prameswari, Aditia Yudis,
Bernard Batubara, Putra Perdana, Artasya Sudirman @ 2012
GPU, Januari 2013
232 hal
(Kinokuniya
Plaza Senayan)
Karena hidup
adalah persinggahan
Wow, kalimat pertama di dalam buku ini langsung
membuat saya ‘termenung’. Yah… benar juga ya… dunia ini adalah sebuah
persinggahan, sebelum akhirnya nanti kita semua pulang ke rumah kita yang
sebenarnya.
Sebenarnya saya ada rasa ‘pesimis’ ketika saya
membeli buku kumpulan cerpen ini. Kenapa? Karena beberapa kali saya membaca
kum-cer, yang ada malah membuat kening saya berkerut, ‘gak ngerti dengan isi
cerpen yang saya baca. Isinya terlalu rumit untuk dicerna otak saya yang
pas-pasan ini… Apakah berarti saya termasuk pembaca yang tak berotak dong?
#ooopsss…. Entah kenapa ya, di pandangan saya, penulis-penulis lokal sering
kali memasukkan hal-hal yang rumit ke dalam cerita-cerita mereka…
Tapi, aduh.. ma’afkan saya, mbak Jia dan teman-teman
penulis di Singgah… ternyata, cerpen-cerpen dalam buku ini gak semuanya rumit…
malah saya suka sebagian besar ceritanya.
Judulnya singkat saja – Singgah – dalam kumpulan
cerpen ini, semua cerita mengambil setting di tempat-tempat persinggahan –
pelabuhan, bandara, terminal dan stasiun. Dari cover yang keren ini, terlihat ada gambar pesawat,
kapal lauh, kereta api dan bis. Ada
13 cerita, yang ditulis oleh 11 penulis.
Rata-rata cerpen bercerita tentang kematian dan
sarat dengan kesedihan.
Jia Effendi menulis 2 cerita, Jantung – yang bercerita tentang
seorang perempuan yang menuntut pertanggungjawaban kekasihnya (buat saya, ini
cerita yang paling aneh sekaligus mengerikan) – dan Pertemuan di Dermaga – tentang sepasang mantan kekasih, yang
sebenarnya masih saling mencintai, tapi yah, rada-rada gengsi untuk mengakui
kebenaran.
Taufan Gio berkisah tentang napak tilas seorang
pria, menyusuri jejak-jejak perjalanan kekasihnya yang sudah tiada dalam dalam
cerita Dermaga Semesta. Unik, si
pria meletakkan kembali foto-foto yang diambil kekasihnya di tempat semula.
Kisah sedih seorang bapak yang setia menanti sang
istri di stasiun, ditulis oleh Alvin Agastia Zirtaf di Menunggu Dini. Cerita ini, membuat saya terharu...
Moksha, yang ditulis oleh Yuska
Vonita, bercerita tentang kisah cinta dalam dua budaya yang berbeda. Dalam
sebuah perbedaan, biasanya selalu ada banyak pertentangan.
Kemenangan
Apuk karya
Bernard Batubara, bercerita tentang seorang anak bernama Apuk yang punya trauma
terhadap air. Ia tak berani berenang karena sungai Kapuas
telah mengambil kedua orang tuanya. Tapi, ejekan teman-temannya membuat ia
mencoba mengalahkan rasa takut dan meladeni tantangan teman-temannya.
Langit di
Atas Hujan,
kisah seorang perempuan bernama Kinan, yang merasa menemukan cinta sejatinya di
kota Yogya.
Tapi, apa daya, di Jakarta, juga sudah menunggu seorang pria, bernama Ardy, yang sering kali menilainya
secara fisik. Cerita ini ditulis oleh Dian Harigelita.
Semanis
Gendhis karya
Anggun Prameswari. Cerita ini ber-setting di sebuah terminal, yang akan segera
digusur untuk dijadikan mall. Para supir
angkot tak berdaya melawan orang-orang yang berkedudukan lebih tinggi.
Sementara Sukro, seorang pedagang asongan, tak berdaya menyaksikan perempuan
pujaannya bersedih lantaran kehilangan pria yang ia cintai.
Lagi karya Anggun Prameswari. Ternyata tak semua
orang menganggap rumah tempat tinggal mereka selama ini adalah rumah untuk
pulang karena tak merasa nyaman di rumah itu sendiri. Inilah yang digambarkan
di dalam Rumah untuk Pulang.
Memancing
Bintang,
karya Aditia Yudis. Salah satu kisah yang berakhir bahagia. Tentang seorang
pria yang mencari pasangan memancing.
Para Hantu
& Jejak-Jejak di Atas Pasir , tulisan Bernard Batubara. Tentang dua anak
kembar yang terdampar di sebuah pulau karena musibah tsunami. Cerita yang rada
spooky dan (lagi-lagi) aneh, menurut saya.
Cerita Koper
tulisan Putra Perdana membuat saya penasaran… sebenarnya apa sih isi koper yang
bikin si tokoh ketakutan itu?
Dan yang terakhir adalah Persinggahan Janin di Pelabuhan Cerita – tulisan Artasya Sudirman.
Cerita tentang seorang anak yang sangat kehilangan ayahnya yang sudah
meninggal. Padahal mereka berdua sudah berencana akan berlibur ke Eropa
bersama. Di sini, tokoh perempuan bernama Venus, digambarkan memiliki hubungan
yang kurang harmonis dengan ibunya.
Saya jadi kesulitan menentukan cerpen favorit,
karena ternyata well, ada selain yang aneh-aneh itu, saya suka dengan
cerpen-cerpen di buku ini – tapi setelah diingat-ingat, cerpen Moksha (Yuska Vonita)
dan Persinggahan Janin di Pelabuhan Cerita (Artasya Sudirman) lebih melekat di
ingatan saya. Karena, pertama meskipun di kedua cerita ini masih tetap ada
nuanasa yang ‘sedih’, tapi endingnya menurut saya adalah kebahagiaan bagi sang
tokoh. Lalu, kedua, latar ceritanya, misalnya di Moksha yang memasukkan unsur
budaya India
dan di Persinggahan Janin di Pelabuhan Cerita, setting-nya ada di kapal pesiar
yang akan membawa tokohnya ke awal perjalanan keliling Eropa.
Hmmm… mau bikin ‘pengakuan dosa’, lagi-lagi
ketika membaca judul ‘Persinggahan Janin di Pelabuhan Cerita’, saya langsung
memberi ‘cap’, bahwa ini akan jadi cerita yang ‘aneh’.
Rasanya, menyenangkan ketika menutup buku dengan
rasa puas. Gak menggerutu karena gak ngerti jalan ceritanya.
---
Di hari Jum’at, tanggal 8 Pebruari 2013, Astrid,
Esi dan saya sempat ‘singgah’ ke acara launching buku ini di Kinokuniya, Plaza
Senayan. Meskipun – ma’af – gak sempat ikut sampai selesai.
Adalah seorang bernama Ikal yang awalnya
melontarkan ide ini. Dan kemudian ‘ditangkap’ oleh Jia Effendi yang kebetulan
sedang membuat beberapa proyek kumpulan cerpen. 8 penulis diminta secara
langsung oleh Jia, dan 2 penulis lainnya dipilih melalui sayembara. Dalam
pengumpulan cerita, ternyata, justru cerita dengan setting bandara yang paling
sulit dikumpulkan. Padahal, dalam bayangan Jia, cerita tentang bandara yang
akan paling banyak peminatnya. O ya, ternyata nih, di antara penulis ini,
justru ada yang belum saling kenal, ada yang baru kenalan setelah duduk
bersebelahan saat launching ini.
Saya jadi iri dengan penulis-penulis ini yang
seperti gampang aja memperoleh ide. Seperti mbak Artasya (yang setiap namanya
disebut, selalu disambut tepuk tangan yang paling ramai), yang berkata ‘janin
adalah persinggahan setiap manusia. Kita semua pernah singgah di janin ibu selama 9 bulan’. Lalu, Putra
yang mengembangkan cerita tentang Koper yang tertukar. Lain halnya, mbak Anggun
Prameswari, yang justru mendapatkan judulnya dulu, baru kemudian bikin
ceritanya.
Sementara untuk penulis yang lain, saya tak
sempat mendengar lebih lanjut ide-ide di balik cerita mereka.
Agaknya menulis kumpulan cerpen lagi trend ya…
dan ini memang salah satu awal bagi penulis-penulis baru untuk memperkenalkan
karya mereka sebelum akhir menerbitkan buku atas nama mereka sendiri.
8 comments:
Waaahhh, thaks buat reviewnya... saya udah beli buku ini sejak seminggu yang lalu, tapi belum dibaca... Masih ngantri hahaha
@Dhieta: sama2, mbak.. buruan baca.. mumpung masih hangat :)
Teeima kasih banyak udah datang launching & mereview buku kami :)
@Keke: sama-sama, mbak...:)
feeer, ternyata bukunya oke ya? pingin pinjem yaaah nanti pas kita ketemuan lagi aja hihi...oiya thanks juga buat reportase nya =D
@astrid: lumayan lah... ntar gue kirim sekalian balikin buku2 loe..
wah trnyata bukunya oke ya? abis mba astrid aku antri pinjem juga ya hehehe
btw persinggahan janin di pelabuhan ceritanya tdk mengecewakan juga ya..hahaha sepertinya qta trlalu cepat menilai ya waktu itu hihihi
@Esi: boleh.. boleh.. silahkan antri :)
Post a Comment