Monday, March 26, 2007

OUCH!!!

... Ini bukan buku biografi. Ini bukan sekedar cerita
tentang diri gue…

-- Melanie Subono (hal. 1)

OUCH!!!
Melanie Subono
Gagas Media, Cet. I – 2007
132 Hal.

Siapa bilang jadi Liaison Officer itu enak? Bisa deket-deket sama artis asing terkenal… bisa ngobrol bareng, bisa tahu semua kebiasaannya… apalagi kalo artis itu artis yang selama ini kita idolakan.

Tapi, Melanie Subono ‘mengungkapkan’ fakta yang sebenarnya. Bekerja di Divisi Talent di Java Musikindo yang kerap mendatangkan artis luar negeri, meskipun milik ayahnya sendiri, Adrie Subono, Melanie gak begitu aja bisa nonton penampilan mereka dengan mudah.

Melanie memulai ‘karir’-nya sebagai asisten sang (mantan) pacar yang kebetulan punya jasa penyewaan kendaraan yang biasa dipakai artis-artis. Dan ketika Java Musikindo dibentuk, Melanie pun bergabung di sana menjadi Liaison Officer.

Liaison Officer (LO) adalah divisi yang paling sibuk ngurusin segala tetek-bengek yang berhubungan dengan sang artis. Mereka mulai bekerja begitu promoter menandatangani kontrak dengan pihak si artis. Para LO punya ‘kitab suci’ yang disebut Rider. Dalam Rider ini, tertera segala macam persyaratan yang harus dipenuhi untuk si artis. Contohnya, Mariah Carey, jendela kamarnya harus ditutupi karton hitam, lalu, harus tersedia jenis bunga tertentu dengan warna tertentu di dalam vas tertentu!!! Atau Alanis Morisette yang minta disediain teh erbal merk tertentu. Gak akan jadi masalah, kalau permintaan mereka tersedia di Jakarta, atau gampang ditemui, kalau gak… LO harus siap memikirkan segala alternatif yang kreatif.

Para LO terkadang tidak punya waktu untuk memikirkan diri mereka sendiri. Lapar, cape’, tekanan tinggi… adalah kondisi yang harus dihadapi LO. Apalagi, tingkah laku para artis itu kadang ‘ngeselin’. Misalnya, boyband Westlife, meskipun udah bolak-balik datang ke Indonesia, tetap gak belajar dari pengalaman. Kadang dengan seenaknya, tidak sesuai dengan yang tertulis di Rider.

Belum lagi ulah para fans yang ingin melihat artis-artis pujaan mereka itu dari dekat. Tingkah laku yang nekat membuat LO juga pusing tujuh keliling.
Kehebohan lainnya: nemenin Maksim nyari teh yang katanya paling enak sedunia; rela jagain kuskus pinjemannya Alanis Morisette; ganti semua pesanan sushi dan sashimi-nya Diana Krall yang tiba-tiba ngaku vegetarian, tapi koq masih makan sop daging??!! Kalo kata Melanie, para artis ini emang suka terserang 'amnesia mendadak'. Hehehe...

LO juga harus up to date soal gosip-gosip artis teranyar, biar tahu kebiasaan atau hal-hal pribadi mereka. Bukan biar sok deket atau sok akrab, karena ketika Avril Lavigne datang ke Indonesia, dia gak mau tinggal di Hotel Hilton, karena alasan pribadi.

Tapi, seperti kata Melanie, tidak akan ada yang bisa membuat dia meninggalkan profesi ini. Seperti Cinta… biar menyakitkan.. tapi tetap aja indah…

Buku ini ditulis dengan bahasa yang santai... gak kaku. Melanie bercerita dengan bahasa ‘loe-gue’, membuat pembacanya merasa sedang mendengarkan seorang teman bercerita. Seru ngebayangi gimana pontang-pantingnya, gimana serunya, gimana ngeselinnya, dan segala suka-duka lainnya. Jadi gak perlu sirik atau mikir, “Ah.. Melanie… jelas aja, dia, kan anak yang punya Java Musikindo”.

Di buku ini, ada juga beberapa foto-foto Melanie bareng ‘baby bule’-nya (nah.. ini baru bikin sirik…)

Saturday, March 24, 2007

The Diet

Diet (dÎ’∂t) k.b. dari Bahasa Yunani diaita, sebuah jalan hidup



The Diet
Edita Kaye
Cahya Wiratama (Terj.)
CPublishing – Cet. 1, Februari 2007

Ketika ia menyaksikan tubuh gemuk ibunya yang terbujur kaku digotong oleh petugas kesehatan, Cate Blain membuat janji pada dirinya sendiri, “Aku tidak akan pernah gemuk.” Ibu Cate meninggal akibat kegemukan dan pola makan yang tidak sehat.

Dua puluh tahun kemudian, Cate memang menepati janjinya. Kehidupan Cate cukup sempurna. Pernikahannya dengan Charles cukup bahagia, lalu, ada Sam, adik semata wayangnya yang sangat ia sayangi. Tubuh langsing, sukses dengan kursus memasaknya – Cate’s Cookery, mempunyai kolom sendiri di sebuah surat kabar.

Cate hidup dari makanan. Ia menjadi terkenal karena masakan yang ia racik. Cate tidak pernah makan berlebihan, ia hanya mencicipi sedikit saja makanan yang ia buat. Bahkan Cate mendapatkan tawaran untuk membuat buku masak dari sebuah penerbit terkenal.

Tapi, ternyata, makanan juga yang justru ‘mengkhianati’nya. Makanan yang menghancurkan kehidupannya. Di suatu malam di bulan Oktober, Cate sudah mempersiapkan makanan yang sempurna untuk sebuah perayaan. Malam itu, ia akan memberitahu Charles sebuah kabar bahagia. Namun perayaan itu berantakan. Justru kabar buru yang ia peroleh.

Dalam keadaan tertekan, Cate lari ke makanan. Tanpa sadar ia mulai mengudap dan selalu merasa lapar. Tanpa sadar, Cate mengulangi apa yang sudah ibunya lakukan. Dokter kandungannya sudah memberi peringatan akan bahaya obesitas bagi bayi dalam kandungannya. Tapi, Cate semakin tidak terkendali.

Buntutnya, Cate kehilangan semua yang ia miliki. Charles meninggalkannya, ia kehilangan bayi laki-lakinya, sedangkan bayi perempuannya direnggut darinya. Cate juga kehilangan kontrak pembuatan bukunya dan harus mengembalikan uang muka yang sudah diterimanya. Cate semakin terpuruk dalam kesedihan. Lagi-lagi, makanan yang jadi tempat pelarian Cate. Berat badan Cate semakin melambung. Bahkan Cate berencana untuk makan sampai mati.

Suatu hari, datanglah Josh, mantan editornya, membawa setumpuk artikel tentang kesehatan, tawaran untuk menulis lagi dan selembar cek. Kejadian itu membawa perubahan bagi diri Cate.

Cate mulai sadar.. Ia menyusun menu diet untuk dirinya sendiri. Ia tidak akan menjauhi makanan, ia hanya perlu mengatur apa yang ia makan, dan kapan ia akan makan. Makanan tetap akan menjadi teman baiknya. Pelan-pelan kepercayaan dirinya mulai pulih. Tujuannya hanya satu, yaitu kembali berkumpul dengan Charles dan anak perempuannya.

Tapi, ternyata tidaklah semudah itu untuk mewujudkan mimpinya. Cate kembali takut, kalau dietnya kali ini akan berakhir seperti diet-diet yang telah ia jalani sebelumnya.

Bagi gue, buku ini cukup memberikan inspirasi. Gak seperti model-model chicklit lainnya. Menurut Edira Kaye, penulis buku ini, meskipun pola diet yang dibuat oleh Cate adalah fiktif, tapi memiliki dasar penelitian. Jadi, boleh juga tuh diterapkan buat yang mau diet. Dan memang, membaca masakan yang diracik Cate, bias membuat membuat air liur menetes. Dan, memang betul, kita gak bisa hidup tanpa makan, tapi hati-hati, bisa jadi makananlah yang akan menjerumuskan kita.

Friday, March 23, 2007

Somewhere, Home

Somewhere, Home
Nada Awar Jarrar
Catherine Natalia (Terj.)
Qanita, Cet. I – Januari 2007
284 Hal.

Buku ini bercerita tentang 3 perempuan yang rindu akan rumah dan kampung halamannya. Terbagi ada 3 cerita terpisah, masing-masing mengungkapkan kerinduan yang timbul karena permasalahan yang sama, yaitu, terpisah jauh dari rumah yang mereka anggap sebagai ‘rumah’ yang sesungguhnya. Model cara berceritanya juga sama, kilas balik tokoh utama, mengenang masa lalunya, diselang-selingi dengan kehidupannya di masa sekarang.

Kisah pertama adalah tentang Meysa. Menjelang kelahiran putrinya, Meysa memilih untuk kembali ke rumah masa kecilnya, rumah yang dulu adalah milik kakek dan neneknya, di atas bukit Gunung Lebanon.

Meysa merasa tidak nyaman di tempat tinggalnya sekarang. Untuk itu, ia memilih pulang ke rumah neneknya, meskipun suaminya, Waldi, sedikit keberatan. Di rumah neneknya, Alia, Meysa hanya ditemani pengurus rumah tangga, Selma. Meysa berusaha mengenang ketika ia berada di sana.

Bagian ini tidak hanya berkisah tentang Meysa. Tapi juga menceritakan babak kehidupan Alia. Pada bagian Alia, menceritakan bagaimana ia harus hidup sendiri bersama anak-anaknya, sementara suaminya pergi berdagang keluar kota dan hanya pulang sesekali. Ada bagian di mana Alia ingin suaminya pulang, yaitu ketika dua anaknya hampir menjadi korban ketika gedung sekolah mereka runtuh.

Cerita lain di bagian pertama, adalah tentang Saeeda, bibi Meysa. Saeda adalah anak perempuan Alia satu-satunya. Ia terpaksa menikah muda, dan diboyong oleh sang suami, tinggal bersama mertuanya. Sehari-hari, ia harus mengurus mertuanya, sampai akhirnya mertua dan suaminya meninggal dan ia kembali ke rumah Alia.

Lalu, cerita ketiga dalam kisah Meysa adalah tentang Leila, yang tak lain adalah ibu Meysa. Leila menikah dengan Adel, anak ketiga Alia. Sebelum menikah, Leila tinggal di Amerika. Maka itu, ketika kembali ke Lebanon, Leila merasa tidak nyaman dengan suasana di sana.

Kisah kedua adalah tentang Aida yang berusaha menelusuri kenangan masa lalunya bersama Amou Mohammed, pelayannya. Aida dan saudara-saudaranya begitu dekat dengan Amou Mohamed, bahkan Amou Mohammed rela hanya sesekali bertemu keluarganya di tempat penampungan demi melayani Aida. Sedemikian dekat hubungan mereka, sehingga ketika Amou Mohammed meninggal dunia, bayangannya seolah menghantui Aida dalam kenangannya. Aida ingin kembali lagi ke Lebanon.

Aida pun pulang ke Lebanon. Bertemu kembali dengan keluarga Amou Mohammed. Mencoba mencari bayangan Amou Mohammed dan mendapatkan jawaban atas pertanyaan yang tak pernah terjawab di masa lalu.

Dalam kisah ketiga, adalah tentang Salwa, seorang perempuan Lebanon yang terpaksa mengikuti suaminya pindah ke Australia untuk bekerja. Di masa tuanya, dalam keadaan sakit, Salwa mengenang kembali masa-masa ketika ia masih berada di Lebanon, sebelum ia menikah dengan Adnan. Dulu, ia sama sekali tidak ingin menikah dengan Adnan, karena merasa masih terlalu muda. Tapi, toh ia tidak bisa menolak perjodohan itu.

Semua perempuan dalam buku ini, terpisah jauh dari tempat kelahiran mereka. Dan, mereka merasakan hal yang sama, yaitu tidak menemukan kenyamanan seperti di rumah mereka sendiri. Mereka mencoba kembali pulang, mencoba menggali kenangan mereka dan mencoba mencari kembali ‘rumah’ mereka, meskipun mereka terkadang harus kecewa karena rumah yang mereka dulu tempati tidak sama lagi seperti yang selalu mereka bayangkan.

Thursday, March 22, 2007

The Amber Spyglass (Teropong Cahaya)

The Amber Spyglass (Teropong Cahaya)
Philip Pullman
B. Sendra Tanuwidjaja (Terj.)
GPU, Februari 2007
624 Hal.

Will akhirnya bertemu dengan ayahnya, John Parry, yang menghilang setelah sekian lama. Tapi, di pertemuan itu pun, Will harus menyaksikan ayahnya meninggal dunia, ‘dibunuh’ oleh penyihir yang sakit hati karena cintanya tak berbalas. Will membawa pesan terakhir dari ayahnya, bahwa ia harus menyerahkan pisau gaib kepada Lord Asriel.

Tapi… ketika Will kembali ke tempat ia dan Lyra beristirahat di bawah pengawasan para penyihir, ternyata Lyra sudah lenyap. Will pun bingung… bagaimana ia bisa mencari Lord Asriel kalau Lyra tidak ada? Hanya ada ransel kecil Lyra yang berisi alethiometer tertinggal di sana.

Sementara itu, Lyra berada di sebuah gua dalam keadaan tertidur. Mrs. Coulter-lah yang ternyata sudah ‘menculik’ Lyra. Kepada penduduk desa setempat, Mrs. Coulter sebagai petapa yang sedang merawat anaknya. Dalam tidurnya, Lyra bermimpi bertemu dengan Roger yang meminta pertolongannya.

Dibantu dua malaikat, Balthamos dan Baruch, Will mencari keberadaan Lyra. Di tengah perjalanan, Will bertemu dengan Iorek Brykinson, beruang baju besi sahabat Lyra. Akhirnya, Will bisa menemukan Lyra dan menyadarkan Lyra dari tidur panjangnya. Mrs. Coulter berhasil dilumpuhkan dengan racun oleh dua orang Gallivespia, Chevalier Tiallys dan Lady Salmakia. Mereka bertubuh mungil, tapi merupakan prajurit yang sikapnya cenderung sombong. Mereka juga adalah mata-mata Lord Asriel.

Di saat yang sama, semua terasa sibuk… Lord Asriel sibuk di bentengnya, mengatur rencana untuk mengambil Lyra dari Mrs. Coulter. Sementara itu, Mary Malone, ilmuwan dari dunia Will, juga mencari Lyra dan malah mendapati dirinya berada di dunia yang aneh, yang penuh dengan makhluk-makhluk beroda. Lalu, adalagi Pater Gomez yang bertugas membunuh Lyra.

Setelah bebas, Will dan Lyra tidak mau mengikuti Tiallys dan Salmakia menemui Lord Asriel. Mereka punya rencana sendiri. Lyra ingin Will membuka jendela ke dunia kematian. Lyra ingin bertemu Roger seperti yang ia janjikan dalam mimpinya.

Ketika berhasil menemukan dunia kematian, Lyra terpaksa harus meninggalkan Pantalaimon, karena tidak ada dæmon yang boleh ikut ke dunia kematian, dan tidak ada jaminan bagi Lyra, Will dan dua orang Gallivespia itu bisa keluar dari dunia kematian.

Bagian ketika Will dan Lyra berada di dunia kematian, adalah bagian yang paling mencekam. Mereka berada di tempat yang sepi, suram dan bertemu arwah-arwah yang bertatapan kosong dan tak bahagia. Lyra berhasil bertemu kembali dengan Roger, dan Will bertemu dengan ayahnya. Lyra dan Will membimbing arwah-arwah untuk keluar dari dunia kematian, bukan untuk hidup lagi, tapi untuk mati dengan cara yang lebih membuat mereka bahagia.

Sementara di dunia nyata, terjadi pertempuran antara Lord Asriel melawan Metatron. Mrs. Coulter mengorbankan dirinya, bekerja sama dengan Lord Asriel. Kadang, membingungkan menebak-nebak sifat dan karakter Lord Asriel dan Mrs. Coulter, siapa yang jahat, siapa yang baik. Bener gak Mrs. Coulter sayang sama Lyra? Atau Lord Asriel sama Mrs. Coulter tuh, masih suka-sukaan gak sih?

Cerita ini juga gak luput dari bagian yang romantis. Ternyata, ketika Will dan Lyra keluar dari dunia kematian dan berada di dunia tempat di mana Mary Malon berada bersama Mulefe-mulefa, mereka berdua menyadari, setelah sekian lama saling menjaga, bahwa mereka jatuh cinta. Dan, tentu saja sangat menyakitkan ketika semua harus kembali ke dunia masing-masing.

Bagian yang paling menarik di buku ketiga ini, adalah bagian ketika ada di dunia kematian. Seremmm… dan bikin merinding. Tapi, entah kenapa, gue males banget baca bagian Mary Malone dan mulefa-mulefa-nya itu, sedikit membosankan buat gue. Tokoh favorit gue di buku ketiga ini adalah pasangan Chevalier Tiallys dan Lady Salmakia - kecil, mungil, imut-imut, tapi galak and sombong.

Tuesday, March 13, 2007

Chocoluv

“Everybody deserves a second chance”

------
Bambang (hal. 192)



Chocoluv
Ninit Yunita
Gagas Media - Cet. 1. 2007
200 Hal.

Cinta adalah rasa (pertama kali baca kalimat ini, gue inget sama film Brownies dengan tag-nya “Biarkan Rasa Yang Memilih” – diadaptasi ke bentuk novel oleh Fira Basuki – Gagas Media, 2004). Ok… lanjut.. cinta emang penuh dengan rasa yang campur aduk… Manis kalau lagi sayang-sayangan, lagi manja, tapi pahit banget kalo disakitin apalagi sampai putus. Gagas Media (didukung oleh salah satu produsen es krim di Indonesia), mencoba menghadirkan cinta dalam berbagai jenis ‘rasa’. Tiga novel sudah diracik, yaitu: Chocoluv – Ninit Yunita, Luv You Berry Much – Yennie Hardiwidjaja (keduanya untuk seri Kamar Cewek), dan Blackforest Blossom - Endang Rukmana untuk seri Komedi Cinta.

Dan, sekarang, gue coba menjabarkan rasa yang ‘dihidangkan’ Ninit Yunita dalam Chocoluv.

Rere atau lengkapnya Renia Siregar, gadis berusia 19 tahun. Fakta pertama tentang Rere, adalah dia tergila-gila sama sepatu… (bayangkan… mungkin sama ‘gila’nya dengan para kutu buku..hehehe). Sale sepatu adalah sebuah kesempatan yang gak mungkin terlewatkan… sama aja seperti sebuah ‘panggilan perang’… wajib hukumnya. Rere bahkan memposisikan dirinya sebagai ‘titisan’ Imelda Marcos, mantan first lady Filipina yang terkenal dengan koleksi sepatunya yang ratusan (atau bahkan ribuan itu).

Fakta kedua: Rere adalah orang yang plin-plan, susah banget make up her mind. Mau nonton, bolak-balik mikir: komedi… horror… komedi… horror… sampai membuat antrian panjang dan membuat mbak-mbak petugas tiket pengen menaburkan arsenic ke dalam pop corn-nya. Atau ketika lagi milih sepatu bingung mau stiletto emas… atau flat hitam… bahkan untuk Rere juga bingung – beli sepatu dulu atau beli kado untuk pacar dulu, ya…

Beruntung Rere punya pacar yang pengertian dan sabar menghadapi sikap Rere yang plin-plan itu. Aldiansyah, namanya. Cowok yang baru jadi pacar Rere selama 3 bulan ini.

Sebelum sama Aldi, Rere punya pacar namanya Bambang (ehmm.. koq namanya rada kurang komersil ya?). Tapi, Bambang ternyata adalah cowok buaya darat, yang suka tebar pesona sama cewek-cewek lain.

Entah kenapa, tiba-tiba Bambang kembali muncul dalam kehidupan Rere. Berawal dari ketemu secara gak sengaja waktu Rere mau nonton sama Aldi. Bambang memperkenalkan Rere dengan pacar barunya, Wulan, yang calon the rising star itu.

Dan sejak itu… setiap berurusan dengan yang namanya Bambang, kesialan menimpa Rere. Mulai dari stiletto emas yang jadi incarannya ‘direbut’ tanpa basa-basi oleh Wulan… lalu lagi-lagi Wulan memborong ice cream Chocoluv pesanan mamanya tanpa menyisakan satu pun untuk Rere… sampai ban mobil yang kempes gara-gara Bambang yang tiba-tiba sms.

Tapi, apa bener Bambang gak pernah berubah? Dan apa Rere bisa percaya gitu aja waktu Bambang bilang Aldi selingkuh? Huh, buaya darat koq malah nuduh orang selingkuh? Sementara yang dituduh adalah cowok paling baik dan paling setia yang pernah Rere kenal. Siapa yang harus Rere percaya, Bambang atau Aldi ya?

Semua orang pasti pernah berbuat salah, tapi ada kalanya orang itu sadar dan berhak mendapatkan kesempatan kedua.

Cerita dalam novel ini, gak hanya tentang manisnya cinta, asyiknya berburu sepatu… tapi juga sebuah kisah yang mengharukan, yang bisa bikin cewek-cewek ‘meleleh’ kaya’ ice cream.

O ya, ada satu yang ‘salah’… di cover belakang ditulis, kalo nama pacar baru Bambang yang ‘pencuri stiletto’ itu adalah Sarah, padahal yang bener adalah Wulan. (Sedikit koreksi aja)

Monday, March 12, 2007

Molly Moon’s Incredible Book of Hypnotism

Molly Moon’s Incredible Book of Hypnotism (Buku Hipnotisme Molly Moon)
Geogia Byng
Poppy Damayanti (Terj.)
GPU, Februari 2007
368 Hal.

Molly Moon adalah seorang gadis yatim piatu yang tinggal di sebuah panti asuhan bernama Hardwick House. Panti asuhan ini adalah milik seorang wanita yang tidak menyukai anak-anak, Miss Adderstone. Molly ditemukan di depan pintu panti asuhan ini dalam sebuah kotak. Nama Molly Moon diambil dari tulisan iklan di kotak tempat Molly diletakkan.

Molly tumbuh jadi anak yang sering jadi bulan-bulanan anak-anak lain di panti asuhan itu. Ia sering diejek oleh teman-temannya karena matanya yang besar dan suaranya yang membuat orang mengantuk. Molly juga sering mendapat hukuman dari Miss Adderstone. Tapi, Molly bukanlah jenis anak yang cengeng, ia bahkan cenderung keras kepala dan pemberontak.

Satu-satunya teman Molly adalah Roger. Tapi, ketika Roger pun mulai kesal dengan tingkah laku Molly yang keras kepala dan pemalas itu, Roger pun memusuhinya. Molly akhirnya sendirian, apalagi Roger diadopsi oleh pasangan suami istri dari Amerika dan pergi tanpa berpamitan dengan Molly.

Tempat favorit Molly ketika sedang kesal dan ingin menyendiri adalah perpustakaan. Suatu hari, karena kesal dengan Roger, Molly pergi ke perpustakaan itu. Tanpa sadar ia tertidur. Ia terbangun karena suara seorang laki-laki yang marah-marah karena buku yang dicarinya tidak ada. Dan, tanpa disadarinya, buku yang dicari laki-laki yang mengaku bernama Profesor Nockman ada di depan mata Molly… sebuah buku Hipnotisme karangan Profesor Logan.

Otak Molly langsung bekerja. Menurutnya, inilah buku yang ia perlukan selama ini, buku yang mungkin akan merubah jalan hidupnya, buku yang bisa menghukum orang-orang yang selama ini bersikap jahat pada dirinya.

Diam-diam, Molly membawa buku itu pulang dan dengan cermat ia menyembunyikan buku itu. Ia sengaja berpura-pura sakit agar ‘diasingkan’ di sanatorium dan agar ia bisa membaca buku itu diam-diam. Dalam waktu singkat, Molly bisa mempraktekkan apa yang ada dalam buku itu. Tapi, ada dua bab yang hilang, yaitu bab menghipnotis dengan suara dan hipnotisme jarak jauh. Siapa yang sudah merobek buku itu?

Molly berhasil menghipnotis anjing Miss Adderstone, Petula. Kemudian ia pun berhasil menghipnotis Miss Adderstone dan Edna, si juru masak.

Molly bisa melakukan apa pun yang ia mau dan mendapatkan apa yang ia inginkan. Dengan kemampuannya ini, ia bertekad mencari Roger di Amerika.

Mulailah petualangan Molly di kota New York. Petualangan yang begitu mencengangkan banyak orang.

Tapi, ada bahaya yang mengincar Molly, yaitu Profesor Nockman, yang juga menginginkan buku Hipnotisme itu untuk mewujudkan rencana jahatnya. Dan Profesor Nockman berniat memanfaatkan Molly agar rencananya itu bisa terlaksana.

Di New York… sendirian, hanya ditemani Petula… bisakah Molly bertemu dengan Roger kembali dan menghidar dari kejaran Profesor Nockman?

Apa ya, yang gue dapet dari buku ini? Hmmm… sepertinya tentang pengendalian diri kali ya. Gak boleh serakah, meskipun semua bisa dapet dengan cara yang mudah.

(gak nemu cover yang edisi Indonesia-nya)

Saturday, March 10, 2007

The Subtle Knife (Pisau Gaib)

The Subtle Knife (Pisau Gaib)
Philip Pullman
B. Sandra Tanuwidjaja (Terj.)
GPU, Januari 2007
408 Hal.

Will dan Ibunya hidup dalam ketakutan akan orang-orang yang selalu mengejar mereka dan mengobrak-abrik rumah mereka. Entah apa yang dicari orang-orang itu, pastilah sesuatu yang berharga, yang mungkin berhubungan dengan ayah Will yang hilang sejak ia masih bayi. Suatu hari, Will menyembunyikan ibunya di rumah seorang wanita yang dapat ia percaya, dan ia pun memulai misinya untuk mencari ayahnya yang menurut cerita ibunya adalah seorang penjelajah. Ketika ia kembali ke rumahnya mengambil barang berharga itu, tanpa sengaja ia membuat salah seorang pengejarnya terbunuh. Sejak saat itu, ia menganggap dirinya adalah seorang pembunuh. Will pun lari menghindari pengejar yang lain. Dalam pelariannya ia menemukan sebuah celah seperti jendela yang ternyata membuatnya masuk ke dunia lain.

Cittágazze, nama dunia lain itu. Dunia ini begitu sepi dan mencekam, nyaris tanpa penghuni dan kehidupan. Yang ada di dunia ini adalah anak-anak. Dunia ini dibayang-bayangi Spectre yang menghisap jiwa manusia. Oleh karena itu, hanya ada anak-anak yang tinggal di sana, karena para orang dewasa sebagian besar sudah melarikan diri atau sudah ‘mati’ terhisap Spectre.

Di Cittágazze ini pula, Will bertemu dengan Lyra dan Pantalaimon, yang ternyata masuk ke dunia ini melalui jembatan yang dibuat ayahnya, Lord Asriel. Lyra masih dalam misi mencari apa itu Debu. Mereka pun belajar untuk saling menyesuaikan diri dan menghormati misi mereka masing-masing.

Sementara itu, di Cittágazze, ada sebuah menara yang disebut Torre degli Angelil, yang diduga menyimpan sebuah pisau ajaib yang bisa membuka jendela ke berbagai dunia, pisau ini juga dipercaya bisa membunuh Spectre. Oleh karena itu, anak-anak yang masih tinggal di Cittágazze begitu beringas ketika mengetahui pisau ajaib tersebuh berhasil dikuasai Will. Mereka tidak segan-segan untuk mencoba membunuh Will dan Lyra.

Berbagai kesulitan menerpa Will dan Lyra. Jari-jari Will yang terputus ketika bertarung untuk merebut pisau ajaib, lalu Lyra yang kehilangan alethiometernya. Belum lagi ancaman Mrs. Coulter yang masih berambisi untuk merebut alethiometer dari Lyra.

Cerita semakin menegangkan dan semakin kompleks. Perubahan watak Lyra tampak dari sikapnya yang semakin bertanggung jawab dan lebih bisa menahan diri dan emosinya. Tapi, siapa sebenarnya Will? Kenapa Will yang harus menerima takdir sebagai ‘pembawa pisau gaib’ yang berbahaya itu?

Sementara itu, beberapa tokoh dari buku pertama, The Golden Compass, mempunyai misi masing-masing yang membuat mereka terpisah dan berjalan sendiri-sendiri. Seperti penyihir Serafina Perkalla, merasa bertanggung jawab untuk mencari dan melindungi Lyra, lalu, Lee Scorebsy memuaskan rasa penasarannya untuk mencari keberadaan Stanislaus Grumman yang diduga masih hidup . Sementara itu, Mrs. Coulter masih tetap menyusun rencana jahat untuk berkuasa.

Monday, March 05, 2007

Arthur dan Suku Minimoy


Kata-kata seringkali menyembunyikan kata-kata lain
----
William Shakespeare
hal. 73


Judul asli: Arthur and the Minimoys
Penulis: Luc Beson
Penterjemah: Mutia Dharma
Qanita, Cet. I – Januari 2007
260 Hal.

Arthur adalah bocah berusia 10 tahun yang punya imajinasi yang hebat. Ia tinggal bersama neneknya. Orang tua Arthur tinggal di kota lain untuk mencari pekerjaan. Sementara itu, kakek Arthur - Archibald, sudah empat tahun menghilang entah kemana. Arthur gemar masuk ke ruang kerja kakeknya meskipun sudah dilarang. Ia suka membaca buku-buku peninggalan kakeknya tentang petualangannya di Afrika.

Kehidupan Arthur dan neneknya berjalan dengan tenang dan damai, meskipun mereka hanya tinggal berdua. Nenek Arthur selalu berusaha membuat Arthur bahagia, meskipun terkadang Arthur nakal dan kelewat kreatif.

Setiap malam, Nenek Arthur selalu mendongengkan cerita sebelum Arthur tidur. Arthur suka sekali mendengar cerita tentang petulangan kakeknya yang membuatnya terpesona, terutama tentang pertemanan kakek Arthur dengan suku Minimoy. Apalagi ketika Arthur melihat gambar Putri Selenia yang seketika membuatnya jatuh cinta.

Tapi, suatu hari datanglah Davido, orang kaya yang sombong. Ia berniat membeli tanah tempat tinggal Arthur dan neneknya, apabila nenek Arthur tidak bisa melunasi hutang-hutang mereka. Mereka diberi waktu 3 hari untuk melunasi hutang itu, atau mereka harus segera angkat kaki dari rumah itu. Ancaman itu tidak main-main, karena Perusahaan Listrik Davido memutuskan aliran listrik di rumah mereka dan Perusaahan Susu Davido juga menghentikan pasokan susu mereka karena nenek Arthur belum membayar tagihannya.

Nenek Arthur terpaksa menjual semua peninggalan kakek Arthur, topeng antik, buku-buku antik, semuanya, agar ia bisa membayar hutang dan tetap mempertahankan rumah itu. Arthur tidak rela buku-buku kesayangan kakeknya berpindah tangan begitu saja. Arthur yang cerdik mencari cara agar bisa menyelamatkan rumah itu.

Untung Arthur pernah membaca petunjuk harta karun yang tersembunyi yang dulu juga menjadi misi kakek Arthur. Arthur hanya punya waktu 3 hari untuk menemukan suku Minimoy dan menyelidiki keberadaan harta karun tersembunyi itu. Dengan petunjuk yang ditinggalkan oleh kakeknya, saat tengah malam, Arthur memulai petualangannya memasuki dunia suku Minimoy.

Ternyata semua itu tidak mudah, selain karena ukuran tubuh Arthur mengecil hingga sebesar suku Minimoy, Arthur juga harus menghadapi musuh suku Minimoy, yaitu Malthazard (yang namanya hanya boleh disebut dengan M), penyihir yang terkutuk. Tapi, dengan gagah berani, Arthur ditemani Putri Selenia dan Betameche, adik Putri Selenia, berangkat menuju tempat M berada. Di tengah perjalanan, mereka harus menghadapi berbagai bahaya yang hampir saja mengagalkan misi mereka.

Nah, buku ini adalah buku pertama, jadi di akhir cerita, Arthur dan teman-teman berhasil lolos dari jebakan musuh, tapi perjalanan menuju tempat M masih sangat jauh dan petualangan itu akan berlanjut di buku kedua, Arthur dan Kota Terlarang.

Buku ini sudah ada filmnya. Disutradarai oleh penulis buku ini sendiri, Luc Beson, yang juga pernah menyutradarai film The Fifth Element, Nikita dan masih banyak lagi. Bintang dalam film ini adalah Mia Farrow sebagai Nenek Arthur, Freddie Highmore sebagai Arthur. Sedangkan pengisi suara Putri Selenia adalah Madonna, lalu ada Robert De Niro yang mengisi suara Raja atau ayah Putri Selenia.
 

lemari bukuku Template by Ipietoon Cute Blog Design and Bukit Gambang