Heart Block
Okke ‘sepatumerah’ @ 2010
GagasMedia – Cet. I, 2010
316 Hal.
Meskipun memenangkan penghargaan sebagai Penulis Pendatang Baru yang Berbakat dalam ajang Festival Penulis Indonesia lewat novelnya ‘Omnibus’, tidak berarti dalam setiap karyanya akan menghasilkan hasil yang terbaik. Senja harus kecewa ketika dalam workshop penulisan yang merupakan salah satu hadiah yang dia dapat karena masuk nominasi di FPI, naskahnya tidak terpilih untuk diterbitkan. Senja merasa malu, karena sebagai penulis yang mendapatkan penghargaan itu, justru karyanya tidak sebaik yang dia harapkan.
‘Omnibus’ begitu heboh dibicarakan orang. Senja jadi dikenal dan ‘diharapkan’ orang menghasilkan karya yang sama bermutunya dengan ‘Omnibus’. Tapi, untuk menghasilkan tulisan selanjutnya sangat susah bagi Senja.
Tasya, kakak tirinya, menawarkan diri jadi manager Senja. Tasya yang mencarikan job untuk Senja dan memperkenalkan Senja pada beberapa majalah, radio, dan penerbit. Jadwal Senja sangat ketat. Untuk publikasi buku terbarunya yang ternyata menghasilkan banyak kritik pedas dan nyaris membuat Senja down. Buku kedua Senja dibuat untuk sarana promosi sebuah merk sepatu, lalu buku ketiganya merupakan adaptasi dari skenario sebuah film. Semuanya sangat berbeda dari ‘Omnibus’.
Ketika Tasya mendapat tawaran 40 days project dari sebuah penerbit besar, Tasya langsung meng-iyakan tanpa bertanya pada Senja. Buat Tasya, apapun diterima demi publikasi. Senja yang merasa jenuh melarikan diri ke Bali. Mencari suasana baru, yang mungkin bisa membuka pikirannya dan membuat ide-idenya mengalir kembali.
Dalam perjalanannya ke Bali, Senja berkenalan dengan Genta, seorang pelukis yang sama seperti Senja, juga dikejar-kejar ‘deadline’. Singkat kata, Senja jatuh cinta, meskipun Genta tidak pernah mengutarakan hal yang sama, tapi, bahasa tubuhnya ‘berkata’ lain.
Entah karena adanya Genta, atau karena suasana yang mendukung, perlahan Senja mampu menyusun sebuah cerita untuk project 40 harinya itu. Tapi, ketika saatnya pulang ke Jakarta, Senja justru tidak bisa berpisah dengan ‘layak’.
Kesibukan yang menanti di Jakarta, membuat Senja tidak bisa selalu berhasil menghubungi Genta. Tapi, Senja tidak pernah berhenti mencari.
Ternyata… menulis itu gak bisa dipaksain. Ternyata… menulis itu gak boleh karena tuntutan orang lain, tapi harus pake hati.. Mencari ide juga gak bisa dipaksain, harus pelan-pelan… Okke si ‘sepatumerah’ mencoba menggambarkan suasana hati seorang penulis kalo lagi mengalami yang namanya ‘writer’s block’. Tapi kenapa, ‘penawar’ si ‘writer’s block’ itu harusnya seorang cowok. Kenapa gak si Senja keliling Bali sendiri… ketemu ‘pencerahan’ sendiri. Hehehe.. kalo udah gitu, novelnya jadi serius ya? Tapi.. I wish I could write…
Okke ‘sepatumerah’ @ 2010
GagasMedia – Cet. I, 2010
316 Hal.
Meskipun memenangkan penghargaan sebagai Penulis Pendatang Baru yang Berbakat dalam ajang Festival Penulis Indonesia lewat novelnya ‘Omnibus’, tidak berarti dalam setiap karyanya akan menghasilkan hasil yang terbaik. Senja harus kecewa ketika dalam workshop penulisan yang merupakan salah satu hadiah yang dia dapat karena masuk nominasi di FPI, naskahnya tidak terpilih untuk diterbitkan. Senja merasa malu, karena sebagai penulis yang mendapatkan penghargaan itu, justru karyanya tidak sebaik yang dia harapkan.
‘Omnibus’ begitu heboh dibicarakan orang. Senja jadi dikenal dan ‘diharapkan’ orang menghasilkan karya yang sama bermutunya dengan ‘Omnibus’. Tapi, untuk menghasilkan tulisan selanjutnya sangat susah bagi Senja.
Tasya, kakak tirinya, menawarkan diri jadi manager Senja. Tasya yang mencarikan job untuk Senja dan memperkenalkan Senja pada beberapa majalah, radio, dan penerbit. Jadwal Senja sangat ketat. Untuk publikasi buku terbarunya yang ternyata menghasilkan banyak kritik pedas dan nyaris membuat Senja down. Buku kedua Senja dibuat untuk sarana promosi sebuah merk sepatu, lalu buku ketiganya merupakan adaptasi dari skenario sebuah film. Semuanya sangat berbeda dari ‘Omnibus’.
Ketika Tasya mendapat tawaran 40 days project dari sebuah penerbit besar, Tasya langsung meng-iyakan tanpa bertanya pada Senja. Buat Tasya, apapun diterima demi publikasi. Senja yang merasa jenuh melarikan diri ke Bali. Mencari suasana baru, yang mungkin bisa membuka pikirannya dan membuat ide-idenya mengalir kembali.
Dalam perjalanannya ke Bali, Senja berkenalan dengan Genta, seorang pelukis yang sama seperti Senja, juga dikejar-kejar ‘deadline’. Singkat kata, Senja jatuh cinta, meskipun Genta tidak pernah mengutarakan hal yang sama, tapi, bahasa tubuhnya ‘berkata’ lain.
Entah karena adanya Genta, atau karena suasana yang mendukung, perlahan Senja mampu menyusun sebuah cerita untuk project 40 harinya itu. Tapi, ketika saatnya pulang ke Jakarta, Senja justru tidak bisa berpisah dengan ‘layak’.
Kesibukan yang menanti di Jakarta, membuat Senja tidak bisa selalu berhasil menghubungi Genta. Tapi, Senja tidak pernah berhenti mencari.
Ternyata… menulis itu gak bisa dipaksain. Ternyata… menulis itu gak boleh karena tuntutan orang lain, tapi harus pake hati.. Mencari ide juga gak bisa dipaksain, harus pelan-pelan… Okke si ‘sepatumerah’ mencoba menggambarkan suasana hati seorang penulis kalo lagi mengalami yang namanya ‘writer’s block’. Tapi kenapa, ‘penawar’ si ‘writer’s block’ itu harusnya seorang cowok. Kenapa gak si Senja keliling Bali sendiri… ketemu ‘pencerahan’ sendiri. Hehehe.. kalo udah gitu, novelnya jadi serius ya? Tapi.. I wish I could write…
0 comments:
Post a Comment