Friday, May 25, 2007

The Bartimaeus Trilogy # 1: The Amulet of Samarkand

The Bartimaeus Trilogy # 1: The Amulet of Samarkand (Amulet Samarkand)
Jonathan Stroud
Poppy Damayanti Chusfani (Terj.)
GPU, Mei 2007
512 Hal.

Seorang anak yang berpotensi jadi penyihir, jika ia sudah cukup umur, maka keluarganya akan menyerahkan anak itu untuk diasuh oleh seorang penyihir senior atau yang akan disebut ‘Master’. Tapi, sejak anak itu diserahkan oleh keluarganya, maka hubungan dengan keluarga lamanya akan sama sekali terputus, bahkan ia harus melupakan nama lahirnya dan akan diberikan nama baru. Hal ini untuk menghindari terjadinya konflik-konflik yang dapat melemahkan si penyihir yang mungkin akan dimanfaatkan oleh para musuhnya.

Di usia yang baru 6 tahun, Nathaniel harus berpisah dengan orang tuanya yang tidak peduli dan langsung pergi setelah mengantarkan Nathaniel. Nathaniel pun diasuh oleh seorang penyihir yang bekerja di pemerintahan sebagai menteri, bernama Mr. Underwood. Nathaniel yang membisu seribu bahasa dalam perjalanan ke rumah Mr. Underwood, tersentuh oleh perhatian Mrs. Underwood pada dirinya dan membuatnya sangat menyayangi Mrs. Underwood.

Pendidikan sebagai penyihir berlangsung secara bertahap. Tapi, Mr. Underwood selalu bersikap meremehkan Nathaniel dan tidak menyadari bakat terpendam Nathaniel. Sebagai anak-anak, terkadang Nathaniel bersikap tidak sabar dengan pelajaran yang berjalan lamban.

Suatu hari, ketika Nathaniel berusia 10 tahun, ketika ada sebuah acara di rumah Mr. Underwood, Nathaniel diajak untuk bergabung. Sebagai penyihir pemula, ia tidak seharusnya ikut campur atas apa yang terjadi di dalam ruangan itu. Semua penyihir dalam ruangan itu hanya menganggap dirinya sebelah mata. Dalam keadaan terdesak, Nathaniel mengeluarkan kemampuan yang bisa dibilang cukup istimewa untuk seorang penyihir pemula. Namun, tentu saja kemampuannya belum sebanding dengan kemampuan yang dimiliki penyhiri senior, yang salah satunya bernama Simon Lovelace. Simon Lovelace mempermalukannya di depan umum, dan masternya, Mr. Underwood, tidak melakukan apa pun untuk membelanya.

Sejak saat itu, Nathaniel menaruh dendam pada Simon Lovelace dan berniat akan membalas perbuatannya. Diam-diam, Nathaniel mempelajari semua buku yang ada di perpustakaan Mr. Underwood. Hingga saat yang tepat tiba, Nathaniel pun memanggil jin yang sudah berusia lebih dari 5000 tahun, sebuah pemanggilan yang jauh melebihi kemampuan penyihir seusianya.

Jin itu bernama Bartimaeus, yang diberi tugas oleh Nathaniel untuk mencuri Amulet Samarkand dari tangan Simon Lovelace. Amulet Samarkand adalah sebuah bandul yang dapat menyerap semua kekuatan yang bisa menghindarkan si pemakainya dari berbagai bahaya dan serangan.

An amulet (from Latin amuletum; earliest extant use in Natural History [Pliny], meaning "an object that protects a person from trouble") or a talisman (from Arabic tilasm, ultimately from Greek telesma or from the Greek word "talein" which means "to initiate into the mysteries.") consists of any object intended to bring good luck and/or protection to its owner. Potential amulets include: gems or simple stones, statues, coins, drawings, pendants, rings, plants, animals, etc.; even words said in certain occasions—for example: vade retro satana—(Latin, "go back, Satan"), to repel evil or bad luck.

http://en.wikipedia.org/wiki/Amulet

Simon Lovelace sendiri mencuri Amulet Samarkand dari pemilik sebelumnya dengan tujuan untuk dipergunakannya dalam menggulingkan pemerintahan saat ini. Ia berambisi untuk menjadi Perdana Menteri dan sedang menyiapkan rencana besar untuk mewujudkan impiannya.

Tugas ini sangat berbahaya dan menyeret Nathaniel dan Bartimaeus ke dalam sebuah masalah yang besar. Meskipun pada awalnya tidak ada yang mencurigai bahwa Nathaniel-lah yang menjadi otak pencurian itu. Kecurigaan mengarah pada sebuah kelompok pemberontak yang disebut Resistance.

Bartimaeus harus menempuh perjalanan yang berbahaya untuk mengantarkan Amulet Samarkand kepada Nathaniel. Dan, ia pun sempat tertangkap dan bertemu dengan musuh-musuh lamanya.

Lain halnya dengan Nathaniel, perbuatan nekadnya ini membuatnya kehilangan masternya. Ia pun harus menghadapi berbagai ancaman yang bisa saja melenyapkan nyawanya.

Paling asyik adalah kalo baca ‘perjalanan’nya si Bartimaeus. Kaya’nya jin ini cerewet banget, kadang sombong, kadang gengsi, kadang sok pinter, suka ngelawan, tapi terpaksa nurut sama Nathaniel, kalo nggak dia bakalan terperangkap di dalam sebuah kotak di dasar sungai Thames.

Sementara itu, Nathaniel, jenis anak yang serius, kaya’nya hampir gak pernah dia ceria atau senyum. Jenis anak yang dikira biasa-biasa aja, tapi ternyata menyimpan potensi yang besar.

Friday, May 18, 2007

Tiga Sekawan Wright (The Wright 3)

Tiga Sekawan Wright (The Wright 3)
Blue Balliet
Brett Helquist (Ilustrasi)
Edrijani (Terj.)
Qanita, Cet. I – Maret 2007
356 Hal.

Sebuah rumah bersejarah terancam akan dihancurkan. Robie House nama rumah itu. Dibangun oleh Frank Llyod Wright. Dewan Kota berecana akan merubuhkan rumah itu, karena sudah tidak ada dana lagi untuk merawat, apalagi merenovasi rumah itu. Padahal Robie House merupakan sebuah karya seni yang hebat, yang menyimpan banyak simbol misterius.

Miss Hussey, guru Petra, Calder dan Tommy, adalah salah satu yang tidak mendukung perubuhan rumah itu. Ia mengorganisir sebuah demonstrasi yang pesertanya adalah murid-murid kelasnya untuk menunjukkan ketidaksetujuan mereka atas rencana itu.

Petra dan Calder, beserta Tommy Segovia – kawan lama Calder, berusaha menyelidiki misteri di balik Robie House. Tommy, yang sempat cemburu dengan kedekatan Calder dengan Petra, menemukan sebuah ikan batu giok ketika sedang menggali di halaman Robie House. Ikan batu giok itu diduga memiliki nilai tinggi yang jika dijual bisa membantu renovasi dan perawatan Robie House.

Tapi, rupanya ada yang tidak setuju dengan rencana mereka. Robie House yang dikabarkan kosong itu, ternyata sering terlihat ada orang yang mondar-mandir di dalamnya, dan mengintip dari balik jendela. Apakah rumah itu berhantu? Atau itu hanya perbuatan orang-orang yang ingin menghambat usaha mereka?

Yang pasti akibat terlibat dalam kasus ini, Tommy pun akhirnya mau menerima Petra sebagai temannya dan menamakan kelompok mereka sebagai The Wright 3 atau Tiga Sekawan Wright.

Satu yang menarik dari buku ini, adalah sebuah simbol yang digunakan Petra untuk menulis di dalam buku catatannya agar temuan mereka tidak bisa dimengerti orang lain. Simbol ini menggunakan deret Fibonacci yang memang ternyata membingungkan. Selain itu, Calder masih tetap setiap bermain-main dengan Pentomino-nya. Tiga Sekawan Wright sendiri punya kode rahasia yang hanya dimengerti oleh mereka bertiga.

(Fiuhhhh… akhirnya selesai juga baca buku ini. Sempat membosankan… karena mungkin gue belum ‘akrab’ dengan tokoh-tokohnya. Atau emang ceritanya yang lambat ya?)

Thursday, May 17, 2007

The Magdalen

The Magdalen
Prisoner of God: Neraka di Rumah Tuhan
Marita Conlon-McKenna
Retno Wulandari (Terj.)
Dastan Books, Cet. I – Maret 2007
536 Hal.

1944, Perang Dunia II tengah berkecamuk. Warga Irlandia berharap, pemerintah mereka tidak memutuskan untuk bergabung dengan sekutu dalam perang itu. Dan doa mereka terkabul. Di sebuah daerah bernama Connamara, tepatnya di desa Carraig Beag, seorang gadis bernama Esther Doyle tengah berjuang membantu persalinan ibunya, melahirkan anak yang ketujuh. Perjuangan yang luar biasa bagi Majella di usianya yang sudah kepala empat. Bayi perempuan itu lahir dengan kondisi yang tidak sesehat kakak-kakaknya. Bayi itu dipanggil Nonnie.

Esther tumbuh jadi gadis yang cantik. Ia terpaksa berhenti dari sekolah karena ayahnya meminta ia membantu ibunya merawat Nonnie yang memang membutuhkan perhatian ekstra, dan juga membantu segala urusan rumah tangga lain sementara saudara-saudara laki-laki dan ayahnya pergi melaut mencari ikan.

Badai dalam keluarga Doyle datang ketika ayah mereka ditemukan meninggal setelah menghilang beberapa hari saat sedang melaut di tengah cuaca yang tidak bersahabat. Tanggung jawab pun beralih ke kakak tertua, Gerard.

Di masa remajanya, seperti yang lainnya, Esther kerap datang ke acara pesta dansa yang diadakan di bar setempat. Di sebuah pesta dansa, Esther berkenalan dengan seorang pemuda pendatang yang bekerja di peternakan tetanggganya. Esther tidak bisa menolak pesona Conor dan ia pun menyerahkan dirinya pada pemuda itu.

Bencana datang lagi. Kali ini, Nonnie kecil mereka yang jadi korban. Majella menyalahkan Esther atas peristiwa ini karena menganggap Esther lalai menjaga Nonnie yang menjadi tanggung jawabnya. Belum habis rasa bersalah Esther akibat kejadian itu, ia mendapati dirinya hamil tapi harus menyimpannya sendiri karena Conor tidak mau bertanggung jawab.

Tapi, kehamilan itu tidak dapat disembunyikan terlalu lama. Akhirnya Majella pun mengetahuinya dan mengutuk puterinya karena sudah membawa aib bagi keluarga Doyle.

Tanpa punya pilihan lain, Esther terpaksa menyetujui usul bibinya untuk bersembunyi sementara di sebuah biara, yang disebut pusat rehabilitasi bagi para pendosa. Tempat itu dikenal dengan nama Magdalen Laundry. Nama tempat itu diambil dari nama Maria Magdalena.

Magdalen Laundry dikelola oleh beberapa biarawati. Tempat itu bagaikan penjara atau bahkan lebih buruk. Tidak ada yang namanya kasih sayang di tempat ini. Semua perempuan yang senasib dengan Esther diharuskan bekerja di binatu seharian, diberi makan seadanya, bahkan terkadang mereka harus mengais-ngais tong sampah untuk mencari makanan. Mereka bekerja tanpa diberi upah. Tidak ada tempat bagi mereka untuk melupakan dosa yang telah mereka perbuat. Sikap para biarawati sama sekali tidak bersahabat. Belum cukup dengan perlakuan buruk yang mereka terima, bayi-bayi ‘haram’ yang lahir dari rahim mereka ‘direnggut’ dari ibunya dan diserahkan ke panti asuhan untuk diadopsi.

Di tengah kerinduan pada keluarga yang sudah ‘membuang’nya dan dalam keadaan hamil, Esther berusaha menerima keadaannya yang baru dan menjadikan penghuni Magdalen Laundry sebagai keluarganya yang baru.

Kisah ini diangkat dari sebuah kejadian nyata. Di mana, sejak abad pertengahan abad ke-19 sampai tahun 1996, di Irlandia memang banyak terdapat pusat rehabilitasi untuk para perempuan yang terbuang dari keluarganya. Magdalen Laundry terakhir ditutup pada tanggal 25 September 1996.

Sunday, May 13, 2007

Lola Rose

Lola Rose
Jacqueline Wilson
Poppy Damayanti Chusfani (Terj.)
GPU, April 2007
304 Hal.

Karena tidak tahan dengan perlakuan Dad yang suka berkata kasar dan ringan tangan, Mum memutuskan untuk melarikan diri dari rumah. Dengan berbekal uang lotere yang baru saja dimenangkannya, Mum mengajak Jayni dan Kenny untuk pergi bersamanya. Mereka pergi menuju kota London dan menginap di sebuah hotel mewah. Tentu saja, mereka tidak khawatir, uang Mum kan banyak. Bukan hanya itu, agar tidak bisa dilacak oleh Dad, mereka berganti nama. Mum yang bernama Nikki menjadi Victoria Luck; Jayni jadi Lola Rose dan Kenny menjadi Kendall.

Tapi, makin lama, karena gaya hidup mereka yang mewah dan tidak terkontrol, uang lotere Mum dengan cepat berkurang. Jayni, meskipun masih kecil, sikapnya sangat dewasa. Ia memaksa Mum untuk segera keluar dan hotel itu dan mencari perumahan yang sederhana.

Setelah menemukan tempat tinggal baru, Mum mendapatkan pekerjaan sebagai pelayan di bar, Lola Rose dan Kendall masuk ke sekolah baru. Kehidupan baru mereka terkadang berjalan lancar, tapi kadang kacau-balau. Ditambah lagi sikap Mum yang terkadang terlalu cuek. Bahkan seolah Lola Rose-lah yang sebenarnya bertanggung jawab atas keluarga itu. Ia yang harus memperingatkan Mum untuk tidak lagi main mata dengan laki-laki lain, ia yang harus mengurus Kendall jika ia sedih.

Kehidupan mereka, selain masalah-masalah di atas, terbilang cukup baik. Mereka berhasil bersembunyi dari Dad. Tapi, ada masalah baru lagi. Bukan hanya karena Mum yang berhasil menggaet cowok baru yang masih sangat muda, tapi ternyata Mum menderita penyakit yang mengerikan. Mum harus masuk rumah sakit, sementara itu Lola Rose dan Kendall terpaksa tinggal di rumah berdua.

Suatu hari, karena tidak punya uang lagi, Lola Rose menghubungi Bibi Barbara, satu-satunya keluarga Mum yang ia kenal. Untung Bibi Barbara sangat baik, ia menjaga mereka Lola Rose dan Kendall sementara Mum di rumah sakit.

Tapi, sampai kapan mereka bisa bersembunyi dari Dad?

Gak nyangka novel anak-anak bisa sedemikan ‘dewasa’. Isi buku ini, bukan bercerita tentang anak yang selalu happy, tapi cerita gimana Lola Rose berjuang mengurus Mum dan Kendall yang kadang kacau. Apalagi waktu Lola Rose dipukul Dad… aduh… dia bisa nahan perasaan dan dewasa banget.

Satu lagi yang gue suka dari Lola Rose… anaknya kreatif. Asyik deh, ngebayangin kalo Lola Rose lagi bikin kolase di buku hariannya. Mungkin ‘hasil karya’ Lola Rose bisa dilihat ilustrasi setiap awal bab.

Thursday, May 10, 2007

OUT (Bebas)

OUT (Bebas)
Natsuo Kirino
Lulu Wijaya (Terj.)
GPU, April 2007
576 Hal.

Empat orang perempuan bekerja pada shift malam di sebuah pabrik makanan kotakan. Mereka cukup dekat, meskipun tidak bisa dikatakan bersahabat. Mereka berempat biasa bekerja dalam satu baris atau satu kelompok dan saling mem-back up satu sama lain. Keempat wanita itu adalah Yayoi, Masako, Yoshie, dan Kuniko.

Mereka semua punya masalah tersendiri dengan rumah tangga mereka yang bisa dibilang tidak bahagia. Misalnya Masako, yang meskipun masih satu rumah dengan suami dan anaknya, tapi hampir tidak pernah ada komunikasi, lalu Yoshie, suaminya sudah meninggal dan ia harus mengurus ibu mertuanya yang sakit-sakitan. Yoshie biasa dipanggil ‘Kapten’ karena ia yang paling cekatan; Kuniko, wanita satu ini ingin selalu tampil ‘berkelas’ meskipun untuk itu ia harus mencari pinjaman ke rentenir agar bisa memenuhi semua kebutuhannya. Setiap bulan ia selalu bermasalah dengan cicilan bulanan dari pinjamannya itu.

Sedangkan Yayoi, ibu dua anak yang masih kecil-kecil, baru saja mengalami kekerasan dalam rumah tangga. Suaminya, Kenji, akhir-akhir ini sering pulang dalam keadaan mabuk dan mulai menghabiskan uang untuk perempuan. Ketika Yayoi protes, Kenji malah memukulnya dan meninggalkan bekas biru di perutnya. Inilah asal mula semua permasalahan.

Karena sakit hati atas sikap suaminya, Yayoi – yang terlihat paling lemah di antara mereka berempat, melakukan tindakan mengerikan dengan membunuh suaminya. Bingung harus berbuat apa, Yayoi pun menelepon Masako agar mau membantunya.

Meskipun juga tidak harus berbuat apa dan atas dasar apa, Masako mau membantu Yayoi. Dan entah apa juga yang merasuki Masako sampai ia akhirnya mengambil tindakan yang sangat mengerikan untuk melenyapkan mayah Kenji. Masako meminta bantuan Yoshie yang dengan terpaksa menuruti permintaan Masako karena hutang budi. Dan Kuniko, pun tanpa sengaja terlibat aksi pemotongan mayat Kenji. Sementara Yayoi sendiri tidak terlibat dalam kejadian ini. Atas perintah Masako, Yayoi harus berperan sebagai istri yang khawatir karena suaminya tidak pulang ke rumah.

Masako, yang bertindak sebagai ‘pimpinan’ dalam hal ini, membagi-bagikan kantong berisi potongan tubuh Kenji pada Yoshie dan Kuniko untuk dibuang di tempat-tempat yang berbeda. Tapi, karena kesalahan satu orang saja yang tidak sabaran dan hanya memikirkan kepentingan sendiri, beberapa kantong berhasil ditemukan, dan polisi pun mulai melakukan penyelidikan.

Tidak ada yang menduga bahwa semua ini dilakukan oleh Yayoi dan teman-temannya – para ibu rumah tangga biasa. Malah, seorang tersangka berhasil ditemukan dan dijebloksan ke penjara. Satake, tersangka itu, harus kehilangan usaha yang bertahun-tahun ia bangun. Satake juga punya masa lalu yang gelap yang membuat ia menjadi tersangka paling kuat.

Rahasia mereka tidak selamanya bisa disembunyikan dengan baik. Di antara mereka lagi-lagi ada yang hanya memikirkan kepentingan sendiri yang malah menjebloksan mereka ke dalam masalah yang lebih besar. Ancaman mulai muncul dari orang-orang yang mengetahui rahasia mereka dan dari orang yang merasa dirugikan oleh mereka. Mereka merasa diawasi dan nyawa mereka pun terancam. Hidup mereka pun tidak aman dan nyaman lagi.

Natsuo Kirino berhasil membangun ketegangan dari awal cerita. Meninggalkan rasa penasaran untuk terus dan terus melanjutkan buku ini sampai selesai. Bagian-bagian yang mengerikan diceritakan dengan halus, tapi, bisa membuat bertanya-tanya, apa yang ada di benak Masako, Yoshie dan Kuniko kala melakukan hal itu. Kalau gue, bener-bener bisa ngerasain betapa dinginnya Masako.

Pembaca bukan hanya diajak untuk mengikuti jalannya sebuah pelacakan pelaku pembunuhan, tapi juga diajak untuk menyelami kehidupan masing-masing tokoh, dan apa yang mereka rasakan sampai semua ini terjadi.

Sempat ketar-ketir juga begitu tau ada ‘adegan’ potong-memotong mayat. Tapi, ternyata gak seburuk itu… I still love sushi… I still love steak… atau… gue udah ikutan Masako yang dingin itu??? Hehehe… Kalo dipikir-pikir, gak ada satupun dalam novel ini, yang tokohnya punya kehidupan yang bahagia. Iya sih… kalo bahagia, gak akan ada kejadian seperti itu. Tapi, semuanya benar-benar gelap. Mungkin kesamaan nasib yang akhirnya menyatukan mereka, meskipun gak kompak.

Terima kasih untuk para ‘kompor’ – Kobo dan Om Tan, karena ternyata… gue suka sama buku ini… (meskipun gak yakin bisa berani kalo nonton filmnya…)

Thursday, May 03, 2007

Nagabonar (Jadi) 2

Nagabonar (Jadi) 2
Akmal Nasery Basral
Akoer, Cet. 1 – April 2007
241 Hal.

Siapa yang tak kenal Jendral Nagabonar? Seorang mantan pencopet yang jadi pejuang di masa penjajah Belanda. Kini, beliau tidak lagi mencopet, Nagabonar sudah tua. Mak, Kirana – istrinya dan Bujang, sahabatnya, sudah meninggal. Tinggal Nagabonar sendiri mengurus perkebunan kelapa sawitnya. Anak satu-satunya, Bonaga, merantau – jadi pengusaha di Jakarta. Hebat kan? Mantan pencopet, jadi jendral, punya kebun kelapa sawit, bisa menyekolahkan Bonaga ke Inggris sampai akhirnya Bonaga jadi pengusaha sukses.

Alkisah, Nagabonar sedang berpamitan di kuburan Mak, Kirana dan Bujang. Bonaga akan segera menjemputnya untuk ikut ke Jakarta, meninjau proyek baru Bonaga. Kocak banget dialog di kuburan ini. Meskipun berat meninggal kuburan orang-orang yang ia sayangi, tapi, sesekali terselip kata-kata kocak… apalagi ketika Nagabonar meninggalkan pesan-pesan pada Bujang.

Di Jakarta, Nagabonar terkejut-kejut dengan segala kondisi yang berbeda dengan kampung halamannya. Belum lagi melihat rumah Bonaga yang mewah itu. Gaya Nagabonar yang cuek bisa mencairkan kekakuan di rumah itu.

Tapi, Nagabonar lebih terkejut lagi dengan rencana Bonaga. Sebuah investor dari Jepang berminat membangun resort yang kebetulan letaknya adalah di kebun kelapa sawit milik Nagabonar. Bukan itu saja, ada kemungkinan proyek itu akan menggusur kuburan Mak, Kirana dan Bujang. Tentu saja, Nagabonar marah besar dan langsung meninggalkan kantor Bonaga.

Seharian Nagabonar pergi keliling Jakarta tak tentu mau kemana dengan bajaj. Semua supir bajaj bingung dibuatnya. Sampai akhirnya, ada satu supir bajaj bernama Umar yang kebetulan tinggal di kampung di belakang rumah Bonaga. Itulah awal persahabatan Nagabonar dengan Umar yang kemudian dengan setia melayani keinginan Nagabonar untuk melihat patung-patung para pejuang kemerdekaan.

Selain masalah proyek ini, ada satu hal lagi yang menjadi pertanyaan Nagabonar, yaitu, kenapa Bonaga belum juga punya calon istri. Ada satu perempuan yang selalu dekat dengan Bonaga, namanya Monita. Tapi, entah kenapa, Bonaga masih malu-malu untuk menyatakan cintanya pada Monita. Sampai akhirnya, Nagabonar pun harus turung tangan. Ternyata, biar sudah melanglang jauh sampai ke Inggris, untuk urusan cinta, Bonaga masih maju-mundur. Wahhh.. Apa kata dunia?!”

Jika kita nonton filmnya, kita disuguhkan, “Ini lho… kehidupan Nagabonar dan Bonaga.” Kita jadi pihak ketiga yang menonton kehidupan mereka. Tapi, dalam novel ini, Nagabonar-lah yang bertutur. Nagabonar yang bercerita. Sehingga, kita lihat, ada adegan-adegan di film di mana Nagabonar tidak terlibat, tidak aka nada dalam buku ini. Sebaliknya, banyak adegan yang di film terlalu singkat, di dalam buku ini, akan diceritakan lebih mendalam, seperti ketika Nagabonar bercerita tentang kisah perjuangan kepadaTulus, anak Umar si tukang bajaj. Lewat novel ini, pembaca mungkin lebih bisa memahami perasaan Nagabonar, karena semua yang dia rasakan benar-benar ‘tercurah’ dalam novel ini.

Mungkin ini adalah novel yang diadaptasi dari scenario film terbaik yang pernah gue baca. Antara film dan novel saling melengkap, tidak tumpang tindih, atau hanya sekedar memindahkan layar bioskop dalam bentuk tulisan.




(covernya ada dua macam, yang gambarnya Deddy Mizwar, atau yang Tora Sudiro. Sebenernya gue punya yang covernya Tora Sudiro. Cuma udah browsing, ketemunya yang gambarnya Deddy Mizwar. Jadi itulah yang gue pajang di sini.)

Tuesday, May 01, 2007

The Liebermann Papers: A Death in Vienna

The Liebermann Papers: A Death in Vienna
Frank Tallis
Esti A. Budihabsari (Terj.)
Qanita, Cet. I 2007
580 Hal.

Seorang wanita ditemukan tewas di apartemennya dengan meninggalkan pesan misterius. Wanita itu bernama Charlotte Löwenstein, dan dikenal sebagai seorang mediator. Setiap minggu, sekelompok orang datang ke apartemennya untuk upacara pemanggilan arwah.

Lötte, begitu ia dipanggil, meninggal dengan luka tembak di dadanya. Tapi, fakta yang ada menunjukkan berbagai keanehan, pintu terkunci dari dalam, tidak ada tanda-tanda orang bisa melarikan diri, lalu ketika dilakukan otopsi, tidak ditemukan peluru dalam tubuh Lotte.

Tepat di malam kematian Lötte, badai hebat sedang melanda Wina. Kematian Lötte kemudian dikaitkan dengan persekutuan dengan setan. Ada kekuatan supranatural yang ‘terlibat’ dalam kematian itu. Fakta itu didukung dengan pesan teakhir yang ditinggalkan Lotte.

Kepolisian setempat yang dipimpin Inspektur Oskar Rheinhardt berusaha memecahkan kasus ini. Meskipun berusaha menggunakan akal sehat dan dengan berdasarkan fakta yang ada, penyelidikan menemui jalan buntu. Akhirnya, Inspektur Rheinhardt meminta bantuan Max Liebermann, seorang psikiater, untuk ikut dalam penyelidikan. Lieberman berusaha menganalisa fakta yang ada dilihat dari sisi yang berbeda. Para tersangka kemungkinan adalah tamu-tamu yang terlibat dalam upacara pemanggilan arwah.

Sementara itu, selain membantu Inspektur Rheinhardt, Liebermann sendiri menghadapi masalah di rumah sakit tempat ia bekerja. Sebuah eksperimen sedang diuji coba. Liebermann tidak setuju dengan sesi elektropi yang dilakukan rekan sejawatnya dalam pengobatan pasien. Ia lebih memilih pendekatan psikologis dalam mengobati trauma seseorang. Salah satu pasiennya, Amelia Lydgate, mengalami kelumpuhan dan ada kecenderungan memiliki kepribadian ganda. Liebermann melakukan pendekatan lewat metode hipnotis untuk menelusuri penyebab trauma yang dialami pasiennya. Miss Lydgate inilah yang nantinya akan membantu Inspektur Rheinhardt dan Liebermann dalam memecahkan kasus kematian Charlotte Löwenstein.

Melalui berbagai analisa dan penyelidikan, akhirnya terungkaplah siapa Charlotte Löwenstein sebenarnya, bagaimana masa lalunya, dan apa benar ia terlibat persekutuan dengan setan.

Masalah pribadi Liebermann juga sempat ‘diulik’, tentang keraguannya untuk meneruskan pertunangannya dengan Clara ke jenjang selanjutnya.

Novel ini dibuka dan ditutup dengan kalimat yang sama, kalimat yang diucapkan Max Liebermann, yaitu:

Itu adalah hari saat terjadinya badai besar. Aku ingat dengan baik karena ayahku
– Mendel Liebermann – mengundangku untuk minum kopi di The Imperial. Aku curiga
bahwa dia punya maksud tertentu…

Buku ini mengajak kita menelusuri kota Wina, diiringi alunan piano musik klasik yang dimainkan oleh Liebermann dan diiringi nyanyian Oskar Rheinhardt. Alur cerita sedikit lambat, tapi bab-babnya yang pendek bisa membuat pembaca penasaran, karena di akhir setiap bab ada misteri baru yang menyisakan tanda tanya.

Monday, April 23, 2007

Penulis Hantu

Judul asli: The Ghost Writer
Penulis: John Harwood
Penterjemah: Fahmi Yamani
Editor: Siska Yuanita
GPU, Maret 2007
416 Hal.

Gerard Freeman, tinggal di Mawson. Sejak kecil, ibunya selalu menceritakan keindahan kampung halamannya di Staplefield. Tapi, cerita itu berhenti ketika suatu hari, Gerard menemukan sebuah cerita hantu di laci kamar ibunya. Sejak itu ibunya selalu tutup mulut dan tidak pernah lagi bercerita tentang Staplefield dan masa remajanya.

Ibu Gerard, Phyllis Hatherley memang bersikap sangat protektif terhadap Gerard. Sedikit saja Gerad pulang terlambat dari sekolah, maka ketika pulang, ia akan menemukan ibunya sedang mondar-mandir di dekat telepon.

Suatu hari, Gerard mendapat sebuah surat dari sebuah lembaga korespondensi intertasional (AFS jaman dulu itu kali ya…). Dikatakan di surat itu, ada seorang gadis bernama Alice Jessel yang ingin menjadi teman Gerard. Meski takut ibunya tidak setuju, diam-diam Gerard membalas surat itu dan mengiyakan ajakan berteman itu.

Seperti yang sudah diperkirakan, Phillys tidak menyetujui hal itu. Tapi, Gerard berani menentang ibunya, dengan alasan ibunya tidak mau berbagi cerita lagi dengannya.

Alice adalah seorang gadis seumuran dengan Gerard. Menurut cerita Alice, ia adalah gadis berkursi roda dan ada kemungkinan cacat seumur hidup. Alice mengalami kelumpuhan akibat kecelakaan yang dialaminya bersama orang tuanya. Orang tua Alice sendiri meninggal dalam kecelakaan tersebut.

Sikap Alice begitu misterius. Meski Gerard sudah mengirim foto dirinya, Alice membiarkan Gerard untuk membayangkan sosok dirinya. Lama-lama, pertemanan di antara mereka menjurus ke arah yang lebih jauh. Mereka mulai saling menyatakan cinta. Tentu saja, Gerard yang agresif. Hubungan Alice dan Gerard berlanjut sampai mereka dewasa. Cara mereka berkomunikasi tidak lagi dengan tulisan tangan, tapi sudah lewat email. Alice terus menjanjikan bahwa tidak lama lagi mereka akan bertemu karena sekarang ia sedang menjalani sebuah pengobatan yang memungkinkan ia berjalan kembali.

Sampai dewasa, Gerard tidak pernah tahu rahasia yang disembunyikan ibunya. Gerard masih penasaran dengan cerita hantu yang ditulis oleh neneknya, Viola. Gerard pun mencari berbagai referensi di perpustakaan, dan menemukan beberapa cerita lagi yang ditulis Viola.

Ibu Gerard bersikap penuh rahasia. Ia selalu tampak ketakutan. Dan ketika Gerard pernah bertanya tentang cerita hantu itu, ibunya berkata, “Dan salah satunya menjadi nyata.”

Setelah Phyllis meninggal, Gerard bertekad untuk menyelidiki masa lalu keluarganya. Berangkatlah ia ke London. Ia memasang iklan untuk mencari tahu tentang keluarganya. Dan, tanpa disangka-sangka, iklan itu dijawab oleh Mrs. Hammish yang mengaku sebagai sahabat Anne Hatherley, kakak Phyllis.

Gerard pun mendapat kunci rumah masa kecil ibunya. Di sana menemukan buku harian Anne Hatherley yang setelah diresapi ternyata mirip dengan salah satu cerita yang ditulis Viola, yaitu ‘Sang Hantu’.

Semakin lama, semakin terungkap rahasia masa lalu ibu Gerard, dan memang benar, salah satunya ada yang menjadi nyata.

Terpengaruh oleh cover, anggapan cerita horror sudah ada sejak awal. Tapi, lama-lama, sedikit membosankan. Tentang Alice, sedikit banyak sudah bisa diperkirakan sejak awal. Sosok misteriusnya, pasti berhubungan dengan ‘dekat’ dengan Gerard. Lalu, tingkat ketegangan juga naik-turun, seperti nonton film hantu dengan sosok melayang-layang dengan gaun yang indah.

Dari Arsip Campur Aduk Mrs. Basil E. Frankweller

Judul asli: From the Mixed-Up Files of Mrs. Basil E. Frankweller
Penulis: E. L. Konigsburg
Penterjemah: Cuning K. Goenadi
Editor: Poppy Damayanti
GPU, April 2007
200 Hal.

Karena merasa gak diperhatikan dan tidak istimewa, Claudia memutuskan untuk kabur dari rumah. Sebagai anak sulung, Claudia bertanggung jawab atas beberapa pekerjaan di rumah, seperti membuang sampah dan menjaga salah satu adiknya, Kevin. Claudia punya tiga orang adik, James, Steve dan Kevin. Karena ia merasa mendapat perlakuan yang tidak adil, Claudia memutuskan untuk ‘memberi sedikit pelajaran’ pada orang tuanya.

Claudia merencanakan aksi melarikan diri itu dengan matang. Tapi, berhubung ia hanya punya sedikit uang saku (lagi-lagi ia merasa ada yang tidak adil), ia mengajak salah satu adiknya, James. Kenapa Claudia ngajak James? Karena James punya banyak uang. Adiknya satu ini memang tergolong teliti dalam menyimpan uang sakutnya.

James tadinya sama sekali tidak tertarik dengan apapun rencana kakaknya. Tapi, petualangan yang dijanjikan Claudia membuatnya memutuskan untuk ikut dalam pelarian kakaknya. James diberitahu semua detail rencana dan diharuskan menjaga rahasia.

Tibalah mereka di hari yang telah ditetapkan untuk melarikan diri. James ditunjuk untuk jadi bendahara. Tentu saja, karena sebagian besar uang kan adalah milik James. Dan James memang benar-benar pelit, irit dan penuh perhitungan dalam menggunakan uangnya. James tidak mengijinkan kakaknya untuk naik bis, apa lagi naik taksi. Semua harus dilakukan dengan jalan kaki!

Entah apa yang membuat Claudia memilih Museum Seni Metropolitan di New York sebagai tempat persembunyian mereka. Bagi Claudia, New York adalah kota sebenarnya. Di sana begitu sibuk dan tampak begitu ‘penting’, dibanding tempat tinggalnya selama ini di Greenwich.

Agar petugas museum tidak curiga, karena hari itu adalah hari sekolah, mereka berdua berlagak seperti anak-anak yang sedang mengadakan kunjungan ke museum. Claudia dan James menyusup ke dalam rombongan anak sekolah.

Di malam hari, mereka berdua menunggu di dalam toilet sampai petugas selesai memeriksa museum setelah tutup. Kemudian mereka mencari tempat untuk tidur. Claudia pun menemukan tempat tidur antik untuk mereka berdua.

Masalah lain adalah masalah makan. Pengeluaran harus diperhitungkan secermat mungkin, mereka harus berhemat agar bisa bertahan. Sampai suatu malam mereka menemukan sebuah tempat yang memberi ‘pemasukan’ untuk mereka, dan Jamie pun agak sedikit royal.

Di siang hari, mereka berkeliling museum, mengikuti rombongan anak sekolah dan mempelajari isi museum. Di hari pertama, mereka memutuskan untuk belajar seni Renaissance Italia. Saat itulah, Claudia terpukau pada sebuah patung malaikat yang jadi tontonan banyak orang.

Mereka berdua memutuskan membongka misteri di balik patung itu yang disebut-sebut sebagai karya Michaelangelo, yang dibeli museum itu dengan harga yang sangat murah untuk ukuran benda seni dari seorang perempuan tua kolektor barang antik bernama Mrs. Basil E. Frankweller.

Dan cerita di dalam buku ini, adalah surat yang dikirim oleh Mrs. Basil kepada Mr. Soxenberg. Tapi, siapa Mrs. Basil dan Mr. Soxenburg ini ya?

Buku ‘Dari Arsip Campur Aduk Mrs. Basil E. Frankweller’ ini dicetak kembali dalam rangka memperingati 40 tahun buku ini ditulis. Jadi tahun 1967, buku ini ditulis oleh E. J. Konigsburg dan pada tahun 1968 mendapatkan penghargaan Newbery Award.

Sunday, April 15, 2007

Buku-Buku BJ Habibie


Inilah hasil dari acara Book Signing 'Detik-Detik yang Menentukan' di Kinokuniya - Plaza Senayan hari Sabtu tanggal 14 April 2007.

Saturday, April 14, 2007

When a Man Lost a Woman

When a Man Lost a Woman
Ita Sembiring
Gagas Media, Cet. 1 – 2007
202 Hal.

Kaya’nya nih, cerita tentang perempuan patah hati udah banyak banget, yang ditulis dengan gaya yang meratap, mendayu-dayu, atau ada juga yang ditulis dengan semangat alias lebih optimis ‘menatap masa depan’. Tapi, gimana kalau sekarang para pria yang patah hati, apakah akan menangis meraung-raung, apa akan mengunci diri dalam kamar, gak makan, gak minum, gak tidur? Atau dengan mudah mencari pengganti perempuan lain?

Ita Sembiring – yang sebelumnya pernah menulis novel ‘Jerit: Suatu Ketika Di Lho’seumawe’ dan ‘Negeri Bayangan (Terrorist Free)’ – mencoba ‘menggali’ perasaan para pria yang ditinggalkan atau kehilangan perempuan yang mereka cintai. Seorang penulis perempuan tapi menulis tentang rasa sakit hati cowok-cowok. Gimana jadinya ya? Berhubung Ita Sembiring bermukim di Belanda, maka setting cerita dalam novel ini banyak mengambil tempat di negara Kincir Angin itu.

Terdiri dari beberapa cerita pendek dengan tokoh-tokoh yang kalau diulik-ulik saling berhubungan. Kalau pernah nonton film ‘Crash’ pasti ngerti, deh.

Diawali dengan Perus yang berusaha menjalin hubungan lagi setelah bercerai dengan istrinta, karena istrinya selingkuh. Tapi, Perus malah akhirnya terjebak cinta yang mungkin tidak akan bisa berlanjut dengan sepupunya sendiri, Erdas.

Sementara Erdas, yang ternyata juga mencintai Perus, punya teman namanya Purjil. Purjil adalah perempuan Indonesia yang menikah dengan Boris agar bisa mendapatkan kewarganegaraan Belanda.

Lalu, Boris berteman dengan Jan Peter, yang beristri orang Indonesia, Rasti, tapi Rasti ini juga mengkhianatinya.

Jan Peter yang kemudian sempat menjalin hubungan dengan Aguisa – yang sempat membuat liburan Perus di Spanyol lebih berwarna.

Tapi, apa jadinya kalau Perus, Jan Peter dan Boris bertemu? 3 orang patah hati, 3 orang pria yang pernah disakiti perempuan? Hehehe.. mereka akan bilang, “Aku mau berlibur ke satu tempat yang tidak ada perempuannya.” (Hal. 177)

Kalau melihat tokoh-tokoh pria dalam novel ini, memang terkesan bahwa mereka sudah menyerahkan seluruh cinta mereka untuk seorang perempuan tapi, ternyata si perempuan malah meninggalkannya setelah mendapat keuntungan dari laki-laki itu. Contoh Rasti, ia dipercaya untuk mengelola hotel milik Jan Peter di Bali, tapi ternyata ia bukannya mengurus hotel itu, tapi malah membuat guest house lain demi keuntungannya sendiri. Perempuan di novel ini seolah digambarkan hanya terpikat pada pria karena nafsu dan harta. Hmmm…

Friday, April 13, 2007

Mogok Lagi... Mogok Lagi....

*bacalah judul di atas sambil bernyanyi sebuah lagu anak-anak* (garink mode: on)

Menindaklanjuti comment Kobo di posting sebelumnya tentang The Historian dan My Name is Red yang 'terhenti' di tengah jalan (baca: separo buku), gue mau menjawab pertanyaan apa yang terjadi dengan buku-buku yang 'diberhentikan dengan paksa' itu.

Penyebabnya tentu karena ada buku lain yang amat sangat lebih menarik, lebih menggoda hati dan iman. Dan, ada yang akhirnya gue baca lagi, ada yang dengan niat "Mau diterusin ah, abis baca buku lain", ada yang, "Well.... good bye, my friend.. 'till we meet again."

Daftar buku yang 'terlantar' lumayan banyak:
- Ada 'Orange Girl' (Jostein Gaarder): ini hadiah ultah dari suami gue dua tahun yang lalu (dulu belum jadi suami), baru dibaca separo... sekarang ada di samping tempat tidur gue, dengan niat yang kuat untuk dibaca lagi....
- Ada 'Jonathan Strange & Mr. Norell' (Susanna Clarke): gue hentikan baca buku ini, karena tebalnya yang luar biasa dan tulisannya yang kecilnya juga luar biasa. Belum ada niat untuk diterusin.
- Terus, The Bartimaeus Trilogy Book 1: The Amulet of Samarkand (Jonathan Stroud): dihentikan karena apa gue lupa... belum ada niat juga untuk diterusin.
- Klan Otori 2 : abis ngebosenin - gak seseru yang pertama
- Gadis Icarus: serem soalnya.. buku ini gue taro di lemari bagian belakang, biar gak keliatan lagi... sama nasibnya dengan Sihir Perempuan (Intan Paramaditha)

Masih ada beberapa lagi yang bahkan gue udah lupa judulnya apa aja. Biasanya nih, ketika gue lagi 'memandang' lemari buku gue, gue akan liat buku-buku yang gak selesai itu, dan, kalo ketemu buku yang kepingin gue baca lagi, buku itu akan gue keluarin dari lemari dan gue taro di sebelah tempat tidur... meskipun belum tentu juga akan langsung gue baca. Penyakit jelek gue nih, kalo gue udah beli buku, terus gak selesai bacanya, terus gue punya buku baru lagi, nah... buku lama itu semakin malas untuk gue baca. Alhasil, buku di samping tempat tidur gue semakin bertambah tinggi...

Jadi, mungkin jawaban gue atas pertanyaan kobo, mostly, adalah "yah sudahlah sampai disini dulu teman-teman, merdeka!"

Yang 'tersendat' lalu 'terhenti' di tengah Jalan

Karena sesuatu dan lain hal.. dua buku ini, gue hentikan dulu. Lemah, letih, lesu kalo baca kedua buku ini... (hmmm... alesan aja sih...). Alasan sebenernya, karena ada buku-buku lain yang lebih menggoda hati dan 'berpenampilan' lebih bersahabat alias lebih gampang dibawa-bawa dan ceritanya lebih menarik.

Jadi, sampai batas waktu yang tidak ditentukan... gue mengucapkan sampai jumpa lagi untuk The Historian dan My Name is Red...

Thursday, April 12, 2007

Molly Moon Stops the World

Tapi kita semua debu bintang

--- Molly Moon (Hal. 287)


Molly Moon Stops the World (Molly Moon Menghentikan Dunia)
Geogia Byng
Poppy Damayanti (Terj.)
GPU, April 2007
384 Hal.

Setelah melewati berbagai kejadian melalui kemampuan hipnotismenya, Molly Moon berjanji pada Rocky, sahabatnya, untuk tidak menghipnotis orang lagi. Padahal terkadang, Molly kepingin sekali melakukan hipnotis. Dan kesempatan itu datang ketika seorang teman lama, Lucy Logan, pustakawati yang menghipnotis Molly agar menemukan buku hipnotisme, mengirim surat dan mengundangnya datang ke rumahnya.

Di rumah Lucy, Molly diberi ‘tugas’ untuk menghentikan seseorang yang bernama Primo Cell, yang juga mempunya kemampuan hipnotisme yang lebih hebat dari Molly. Tugas Molly ini berkaitan dengan tujuan Primo Cell untuk menjadi Presiden Amerika Serikat. Selain itu, hilangnya Davina Nuttell, bintang cilik yang perannya di ‘Bintang-Bintang di Mars’ digantikan oleh Molly ketika ia berada di New York. Ternyata Primo Cell juga seing menghipnotis para bintang terkenal agar mereka mau menjadi model iklan produk yang dimiliki Primo Cell. Singkatnya, Primo Cell hampir menguasai seluruh public figure, mulai dari bintang film Hollywood sampai politisi.

Berangkatlah Molly, beserta sebagian penghuni Happiness House – termasuk Mrs. Trinklebury dan Mr. Nockman – ke Los Angeles, tempat markas Primo Cell berada. Ketika sampai di Los Angeles, kota itu sedang sibuk mempersiapkan ajang akbar malam anugerah Piala Oscar. Molly dan Rocky segera mencari cara agar mereka bisa masuk ke dalam tempat acara itu diadakan, karena mereka yakin bisa bertemu dengan bintang-bintang yang sudah dihipnotis Primo Cell.

Ternyata, tidak semudah itu membebaskan mereka dari pengaruh hipnotis Primo Cell. Otak dan benak mereka benar-benar terkunci dan hanya bisa dibuka dengan kata kunci tertentu. Secara kebetulan, mereka bertemu dengan Primo Cell. Dan ternyata, wajah Molly sudah tidak asing bagi pemirsa tv, pertama karena perannya di ‘Bintang-Bintang di Mars’ dan juga karena iklan layanan masyarakat yang dibuatnya bersama Rocky. Mereka berdua diundang untuk makan malam di rumah Primo Cell. Mereka menggunakan kesempatan ini untuk menyelidiki ruang-ruang di rumah Primo Cell.

Tugas Molly Moon kali ini lebih sulit daripada yang ia duga. Berbeda dengan Mr. Nockman yang penghipnotis amatir, Primo Cell lebih tangguh dan kejam. Bahaya menunggu Molly dan Rocky yang bahkan bisa berujung pada kematian.

Banyak kejutan yang diterima Molly kali ini. Di usianya yang baru 11 tahun, Molly menemukan bahwa dirinya punya kemampuan lain yang membuat dirinya sendiri terkejut.

Petualangan Molly semakin seru dan lucu. Molly juga semakin pintar, cerdas dan cerdik.

Wednesday, April 11, 2007

Can't Hardly Wait...

Buku Baru Tracy Chevalier

Hari ini buku pesanan gue dateng... Buku Tracy Chevalier yang baru, judulnya 'Burning Bright'. Dan di dalamnya ada tanda tangan Tracy Chevalier. Ini nih, sinopsis singkatnya:

No. 13 Hercules Buildings, Lambeth, 1792. Poet, artist, and printer William Blake - local eccentric and political radical - works anonymously amidst the raucous din of a teeming, jittery London. Across the Channel, revolution is imploding in France. Nearby, the renowned Astley's Circus is rehearsing its upcoming show, and next door the Kellaway family, recently arrived from the countryside, is moving in. Maggie Butterfield, the streetwise daughter of a local rogue, is looking for trouble - or at least a friend. When she and young Jem Kellaway are dawn into Blake's spell, the chance meeting of three unusual souls sets the stage for an impassioned journey. Jem and Maggie spark for an impassioned of the poet, influencing one of the greates and most mystical works in English literature, Songs of Innocence and of Experience.

Tracy Chevalier
Dutton, March 2007
311 Hal.
ISBN: 978-0-525-94978-7

Monday, April 09, 2007

Tiga Venus

Tiga Venus
Clara Ng
GPU, Maret 2007
296 Hal.

Pertama kali liat ‘promo’ buku ini, gue inget sama bukunya Andrei Aksana yang judulnya Pretty Prita, tentang seseorang yang make a wish untuk jadi orang lain, dan beneran kejadian.

Di buku ini, 3 perempuan memulai harinya dengan keruwetan masing-masing, hal-hal yang bikin stress yang bikin mereka mengucap keinginan, “Aku ini semua kegilaan ini segera berlalu.” Dan… ‘pop’… di pagi hari mereka terbangun dan mereka sudah jadi orang lain.

Pertama, Emily, seorang lajang, wanita karir dengan kedudukan yang ok, super sibuk, dan modis. Emily memulai paginya dengan telepon dari boss besar, lalu rapat di kantor seharian, bahkan ketika dalam perjalanan pulang, boss besar itu minta ia kembali ke kantor untuk berdiskusi lagi hingga larut malam. Belum lagi ditambah dengan telepon dari ibunya yang ribut tentang masalah jodoh.

Lalu, Juli, tetangga Emily. Juli adalah ibu rumah tangga model Lynette di Desperate Housewives. Punya 3 anak – sepasang kembar laki-laki dan perempuan bernama Maretta dan Marcel, lalu satu lagi anak laki-laki bernama Nico. Kesibukannya dimulai di pagi buta. Anak-anak yang sakit, anak-anak yang nakal, ditambah dengan kesibukan usaha catering dan yang gak kalah heboh, urusan ibu mertua yang seperti nenek sihir. Juli makin stress ketika suaminya kadang cuek-bebek, ditambah lagi, ternyata Juli baru tahu kalau ia sedang hamil lagi.

Tokoh ketiga adalah Lies, masih teman Juli juga. Lies adalah seorang guru sastra di sebuah SMU. Ia seorang janda yang bercerai karena mantan suaminya suka ‘main tangan’. Lies kerap jadi bahan omongan para abg di sekolahnya. Lies juga menghindari kedekatan dengan laki-laki karena trauma, termasuk ketika salah satu rekan guru, Moza, mendekatinya. Masalah terbesarnya adalah ketika salah satu murid favoritnya, Kim, hamil di luar nikah dan melakukan aborsi.

Di malam yang sama mereka mengucapkan permohonan yang sama, dan di pagi hari… sama-sama terkejut ketika mereka memandang cermin dan mendapati diri mereka ternyata ‘bukan’ diri mereka masing-masing.

Emily menjadi Juli – Juli menjadi Lies – Lies menjadi Emily

Untungnya mereka tinggal berdekatan, dan ketika saling melihat ke diri mereka yang baru, mereka saling membantu. Dan, segala kehebohan pun dimulai.

Emily yang serba praktis tiba-tiba harus menjadi ibu rumah tangga yang sedang hamil muda
Juli yang ibu rumah tangga harus jadi guru, dan menahan cemburu karena harus jauh dari suami dan anak-anaknya.
Dan Lies yang mungkin bisa dibilang rada konservatif harus mendadak jadi direktur dan mempimpin sejumlah rapat, dan berhasil balas dendam ke mantan suaminya.

Mereka bertiga bukan hanya mendapat pengalaman baru, tapi juga memperoleh sebuah persahabatan.
Be careful of what you wish…

Neverwhere (Kota Antah Berantah)

Neverwhere (Kota Antah Berantah)
Neil Gaiman
GPU – Maret 2007
440 Hal.

Richard Mayhew, laki-laki biasa yang punya kehidupan yang biasa-biasa saja. Pindah dari Skotlandia ke London untuk bekerja di tempat yang baru, lalu bertemu Jessica dan bertunangan dengannya. Meskipun Jessica adalah tipe perempuan yang ‘mendominasi’, tapi, Richard sangat mencintainya. Richard punya koleksi boneka Troll yang dipajang rapi di mejanya. Kadang Richard menganggap hidupnya membosankan, tapi merasa sangat beruntung memiliki Jessica.

Sampai di suatu hari, ketika hendak makan malam bersama Jessica, Richard melihat seorang perempuan tertelungkup dalam keadaan luka-luka. Richard bersikeras untuk menolong perempuan itu, tapi, Jessica marah dan memutuskan pertunangan mereka. Richard pun membawa perempuan itu yang bernama Door ke apartemennya. Dan keesokan harinya, Richard didatangi dua orang aneh bernama Mr. Croup dan Mr. Vandemar yang sadis dan menjijikan.

Setelah Door pergi, Richard kembali ke kehidupannya sehari-hari. Paling tidak itulah yang ia kira. Karena, ketika ia hendak berangkat ke kantor, terjadi berbagai keanehan – tidak ada taksi yang mau berhenti, tidak diakui lagi di kantornya, yang paling parah, Jessica tidak bisa mengingatnya.

Richard sampai ke sebuah tempat yang namanya London Bawah. Richard bertemu dengan orang-orang yang menurutnya ‘ketinggalan’ jaman. Richard kembali bertemu dengan Door, yang ternyata menyimpan misi tertentu.

Keluarga Door dibunuh dengan sadis. Door ‘beruntung’ masih hidup karena ketika kejadian itu ia tidak ada di rumah. Tapi, Door dikejar-kejar orang yang ingin membunuhnya. Karena Door dan keluarganya punya kemampuan luar biasa.

Bersama Door, Marquis de Carabas dan Hunter, Richard menelusuri lorong-lorong London Bawah –saluran-saluran air, stasiun kereta bawah tanah. Awalnya Richard selalu tidak percaya jika mereka bertiga menyebut tempat-tempat yang Richard tahu sudah lama ditutup dan dilupakan orang. Tapi, makin lama, Richard semakin percaya dengan keanehan yang ada, misalnya: pasar terapung yang diadakan di Harrod’s, mencari malaikat Islington, bertemu rat speaker, berteman dengan penipu, dan hampir saja mati karena ‘terhisap’ oleh wanita penghisap kehidupan bernama Lamia yang beramora lily white-honeysuckle.

Di London Bawah, Richard, Door, Marquis de Carabas dan Hunter berusaha lari dari kejaran orang-orang yang memburu mereka.

Novel ini bergenre fantasi, tapi bukan untuk anak-anak, melainkan untuk orang dewasa. Neil Gaiman membuat novel dengan latar dunia yang (seolah-olah) sudah kita kenal, tapi ternyata menyimpan rahasia lain di baliknya. Buat gue… mmm… novel ini terkesan… mmm… unik… seru aja ‘mengunjungi’ dunia bawah tanah yang gelap gulita, bau, tapi misterius…

Monday, March 26, 2007

OUCH!!!

... Ini bukan buku biografi. Ini bukan sekedar cerita
tentang diri gue…

-- Melanie Subono (hal. 1)

OUCH!!!
Melanie Subono
Gagas Media, Cet. I – 2007
132 Hal.

Siapa bilang jadi Liaison Officer itu enak? Bisa deket-deket sama artis asing terkenal… bisa ngobrol bareng, bisa tahu semua kebiasaannya… apalagi kalo artis itu artis yang selama ini kita idolakan.

Tapi, Melanie Subono ‘mengungkapkan’ fakta yang sebenarnya. Bekerja di Divisi Talent di Java Musikindo yang kerap mendatangkan artis luar negeri, meskipun milik ayahnya sendiri, Adrie Subono, Melanie gak begitu aja bisa nonton penampilan mereka dengan mudah.

Melanie memulai ‘karir’-nya sebagai asisten sang (mantan) pacar yang kebetulan punya jasa penyewaan kendaraan yang biasa dipakai artis-artis. Dan ketika Java Musikindo dibentuk, Melanie pun bergabung di sana menjadi Liaison Officer.

Liaison Officer (LO) adalah divisi yang paling sibuk ngurusin segala tetek-bengek yang berhubungan dengan sang artis. Mereka mulai bekerja begitu promoter menandatangani kontrak dengan pihak si artis. Para LO punya ‘kitab suci’ yang disebut Rider. Dalam Rider ini, tertera segala macam persyaratan yang harus dipenuhi untuk si artis. Contohnya, Mariah Carey, jendela kamarnya harus ditutupi karton hitam, lalu, harus tersedia jenis bunga tertentu dengan warna tertentu di dalam vas tertentu!!! Atau Alanis Morisette yang minta disediain teh erbal merk tertentu. Gak akan jadi masalah, kalau permintaan mereka tersedia di Jakarta, atau gampang ditemui, kalau gak… LO harus siap memikirkan segala alternatif yang kreatif.

Para LO terkadang tidak punya waktu untuk memikirkan diri mereka sendiri. Lapar, cape’, tekanan tinggi… adalah kondisi yang harus dihadapi LO. Apalagi, tingkah laku para artis itu kadang ‘ngeselin’. Misalnya, boyband Westlife, meskipun udah bolak-balik datang ke Indonesia, tetap gak belajar dari pengalaman. Kadang dengan seenaknya, tidak sesuai dengan yang tertulis di Rider.

Belum lagi ulah para fans yang ingin melihat artis-artis pujaan mereka itu dari dekat. Tingkah laku yang nekat membuat LO juga pusing tujuh keliling.
Kehebohan lainnya: nemenin Maksim nyari teh yang katanya paling enak sedunia; rela jagain kuskus pinjemannya Alanis Morisette; ganti semua pesanan sushi dan sashimi-nya Diana Krall yang tiba-tiba ngaku vegetarian, tapi koq masih makan sop daging??!! Kalo kata Melanie, para artis ini emang suka terserang 'amnesia mendadak'. Hehehe...

LO juga harus up to date soal gosip-gosip artis teranyar, biar tahu kebiasaan atau hal-hal pribadi mereka. Bukan biar sok deket atau sok akrab, karena ketika Avril Lavigne datang ke Indonesia, dia gak mau tinggal di Hotel Hilton, karena alasan pribadi.

Tapi, seperti kata Melanie, tidak akan ada yang bisa membuat dia meninggalkan profesi ini. Seperti Cinta… biar menyakitkan.. tapi tetap aja indah…

Buku ini ditulis dengan bahasa yang santai... gak kaku. Melanie bercerita dengan bahasa ‘loe-gue’, membuat pembacanya merasa sedang mendengarkan seorang teman bercerita. Seru ngebayangi gimana pontang-pantingnya, gimana serunya, gimana ngeselinnya, dan segala suka-duka lainnya. Jadi gak perlu sirik atau mikir, “Ah.. Melanie… jelas aja, dia, kan anak yang punya Java Musikindo”.

Di buku ini, ada juga beberapa foto-foto Melanie bareng ‘baby bule’-nya (nah.. ini baru bikin sirik…)

Saturday, March 24, 2007

The Diet

Diet (dĂŽ’∂t) k.b. dari Bahasa Yunani diaita, sebuah jalan hidup



The Diet
Edita Kaye
Cahya Wiratama (Terj.)
CPublishing – Cet. 1, Februari 2007

Ketika ia menyaksikan tubuh gemuk ibunya yang terbujur kaku digotong oleh petugas kesehatan, Cate Blain membuat janji pada dirinya sendiri, “Aku tidak akan pernah gemuk.” Ibu Cate meninggal akibat kegemukan dan pola makan yang tidak sehat.

Dua puluh tahun kemudian, Cate memang menepati janjinya. Kehidupan Cate cukup sempurna. Pernikahannya dengan Charles cukup bahagia, lalu, ada Sam, adik semata wayangnya yang sangat ia sayangi. Tubuh langsing, sukses dengan kursus memasaknya – Cate’s Cookery, mempunyai kolom sendiri di sebuah surat kabar.

Cate hidup dari makanan. Ia menjadi terkenal karena masakan yang ia racik. Cate tidak pernah makan berlebihan, ia hanya mencicipi sedikit saja makanan yang ia buat. Bahkan Cate mendapatkan tawaran untuk membuat buku masak dari sebuah penerbit terkenal.

Tapi, ternyata, makanan juga yang justru ‘mengkhianati’nya. Makanan yang menghancurkan kehidupannya. Di suatu malam di bulan Oktober, Cate sudah mempersiapkan makanan yang sempurna untuk sebuah perayaan. Malam itu, ia akan memberitahu Charles sebuah kabar bahagia. Namun perayaan itu berantakan. Justru kabar buru yang ia peroleh.

Dalam keadaan tertekan, Cate lari ke makanan. Tanpa sadar ia mulai mengudap dan selalu merasa lapar. Tanpa sadar, Cate mengulangi apa yang sudah ibunya lakukan. Dokter kandungannya sudah memberi peringatan akan bahaya obesitas bagi bayi dalam kandungannya. Tapi, Cate semakin tidak terkendali.

Buntutnya, Cate kehilangan semua yang ia miliki. Charles meninggalkannya, ia kehilangan bayi laki-lakinya, sedangkan bayi perempuannya direnggut darinya. Cate juga kehilangan kontrak pembuatan bukunya dan harus mengembalikan uang muka yang sudah diterimanya. Cate semakin terpuruk dalam kesedihan. Lagi-lagi, makanan yang jadi tempat pelarian Cate. Berat badan Cate semakin melambung. Bahkan Cate berencana untuk makan sampai mati.

Suatu hari, datanglah Josh, mantan editornya, membawa setumpuk artikel tentang kesehatan, tawaran untuk menulis lagi dan selembar cek. Kejadian itu membawa perubahan bagi diri Cate.

Cate mulai sadar.. Ia menyusun menu diet untuk dirinya sendiri. Ia tidak akan menjauhi makanan, ia hanya perlu mengatur apa yang ia makan, dan kapan ia akan makan. Makanan tetap akan menjadi teman baiknya. Pelan-pelan kepercayaan dirinya mulai pulih. Tujuannya hanya satu, yaitu kembali berkumpul dengan Charles dan anak perempuannya.

Tapi, ternyata tidaklah semudah itu untuk mewujudkan mimpinya. Cate kembali takut, kalau dietnya kali ini akan berakhir seperti diet-diet yang telah ia jalani sebelumnya.

Bagi gue, buku ini cukup memberikan inspirasi. Gak seperti model-model chicklit lainnya. Menurut Edira Kaye, penulis buku ini, meskipun pola diet yang dibuat oleh Cate adalah fiktif, tapi memiliki dasar penelitian. Jadi, boleh juga tuh diterapkan buat yang mau diet. Dan memang, membaca masakan yang diracik Cate, bias membuat membuat air liur menetes. Dan, memang betul, kita gak bisa hidup tanpa makan, tapi hati-hati, bisa jadi makananlah yang akan menjerumuskan kita.

 

lemari bukuku Template by Ipietoon Cute Blog Design and Bukit Gambang