Saturday, April 14, 2007

When a Man Lost a Woman

When a Man Lost a Woman
Ita Sembiring
Gagas Media, Cet. 1 – 2007
202 Hal.

Kaya’nya nih, cerita tentang perempuan patah hati udah banyak banget, yang ditulis dengan gaya yang meratap, mendayu-dayu, atau ada juga yang ditulis dengan semangat alias lebih optimis ‘menatap masa depan’. Tapi, gimana kalau sekarang para pria yang patah hati, apakah akan menangis meraung-raung, apa akan mengunci diri dalam kamar, gak makan, gak minum, gak tidur? Atau dengan mudah mencari pengganti perempuan lain?

Ita Sembiring – yang sebelumnya pernah menulis novel ‘Jerit: Suatu Ketika Di Lho’seumawe’ dan ‘Negeri Bayangan (Terrorist Free)’ – mencoba ‘menggali’ perasaan para pria yang ditinggalkan atau kehilangan perempuan yang mereka cintai. Seorang penulis perempuan tapi menulis tentang rasa sakit hati cowok-cowok. Gimana jadinya ya? Berhubung Ita Sembiring bermukim di Belanda, maka setting cerita dalam novel ini banyak mengambil tempat di negara Kincir Angin itu.

Terdiri dari beberapa cerita pendek dengan tokoh-tokoh yang kalau diulik-ulik saling berhubungan. Kalau pernah nonton film ‘Crash’ pasti ngerti, deh.

Diawali dengan Perus yang berusaha menjalin hubungan lagi setelah bercerai dengan istrinta, karena istrinya selingkuh. Tapi, Perus malah akhirnya terjebak cinta yang mungkin tidak akan bisa berlanjut dengan sepupunya sendiri, Erdas.

Sementara Erdas, yang ternyata juga mencintai Perus, punya teman namanya Purjil. Purjil adalah perempuan Indonesia yang menikah dengan Boris agar bisa mendapatkan kewarganegaraan Belanda.

Lalu, Boris berteman dengan Jan Peter, yang beristri orang Indonesia, Rasti, tapi Rasti ini juga mengkhianatinya.

Jan Peter yang kemudian sempat menjalin hubungan dengan Aguisa – yang sempat membuat liburan Perus di Spanyol lebih berwarna.

Tapi, apa jadinya kalau Perus, Jan Peter dan Boris bertemu? 3 orang patah hati, 3 orang pria yang pernah disakiti perempuan? Hehehe.. mereka akan bilang, “Aku mau berlibur ke satu tempat yang tidak ada perempuannya.” (Hal. 177)

Kalau melihat tokoh-tokoh pria dalam novel ini, memang terkesan bahwa mereka sudah menyerahkan seluruh cinta mereka untuk seorang perempuan tapi, ternyata si perempuan malah meninggalkannya setelah mendapat keuntungan dari laki-laki itu. Contoh Rasti, ia dipercaya untuk mengelola hotel milik Jan Peter di Bali, tapi ternyata ia bukannya mengurus hotel itu, tapi malah membuat guest house lain demi keuntungannya sendiri. Perempuan di novel ini seolah digambarkan hanya terpikat pada pria karena nafsu dan harta. Hmmm…

1 comments:

Anonymous said...

thank`s atas reviewnya..kebetulan lagi pengen nyari2 buku ini :)

n salam kenal

by Dy

 

lemari bukuku Template by Ipietoon Cute Blog Design and Bukit Gambang