Wednesday, November 06, 2013

Point of Retreat





Point of Retreat (Titik  Mundur)
Shandy Tan (Terj.)
GPU. –2013
352 Hal.

Gak perlu menunggu waktu lama, gue pun langsung baca kelanjutan Slammed. Hehehe, justru buku ini duluan yang gue beli. Gue gak tau kalo ternyata ini adalah sekuel. Point of Retreat bercerita dari sudut pandang Will.

Di novel ini, Julia sudah meninggal, karena kanker paru-paru. Layken dan Kel tinggal berdua, seperti  juga Will dan Caulder. Will dan Layken bersama-sama mengasuh adik mereka, sementara mereka sendiri disibukkan dengan urusan kuliah mereka. Hubungan keduanya juga semakin membaik, semakin dekat dan semakin serius. Meskipun kehidupan mereka tidaklah mudah, tapi mereka berdua berhasil mengatasinya bersama-sama.

Potensi masalah mulai terlihat ketika ternyata Will sekelas dengan Vaughn, mantan kekasihnya. Mereka dulu berpisah karena Vaughn tidak mau jadi ‘orang tua’ mendadak. Meskipun Will bersikap tegas, Vaughn masih sedikit ‘mancing-mancing’ untuk kembali berhubungan dengan Will. Layken pun salah paham.

Separuh dari novel ini diisi dengan usaha Will untuk kembali memenangkan hati Layken. Segala cara dilakukan, mulai dari menghadang Layken di pintu rumah, mencabut aki mobil Layken sampai akhirnya Will kembali menciptakan puisi untuk Layken.

Saat semua sudah hampir kembali normal, sebuah peristiwa kembali terjadi. Peristiwa bisa kembali memisahkan Will dan Layken. Tapi, gak gue ceritain di sini, ntar jadi spoiler.

Kembali banyak yang menarik di dalam buku ini. Salah satunya adalah sebuah vas yang ditinggalkan oleh Julia, di dalam vas itu berisi bintang-bintang dari kertas, di mana di dalamnya tertulis sebuah kalimat, entah itu kutipan dari lagu, kalimat-kalimat bijak atau humor-humor yang ditulis Julia. Ini menjadi sebuah nasehat untuk Will dan Layken, yang hanya boleh dibuka jika mereka benar-benar membutuhkannya.

Kel dan Caulder, jadi ABG yang mulai suka-sukaan dengan teman sekolah mereka. Cewek yang disukai Kel, Kiersten, tinggal tak jauh dari rumah mereka. Salah satu tindakan mereka membuat Will dan Layken bangga, meskipun di sekolah karena hal ini mereka jadi dihukum.

Kisah dalam buku ini benar-benar ‘manis’. Gue suka dengan semua tokoh, termasuk si pendatang baru, Kiersten, cewek yang rada ‘aneh’ dan dewasa, tapi cocok dan pas ada di antara mereka. Di sini, Will harus tampil jadi sosok yang ‘kuat’, gak hanya untuk Caulder, tapi juga untuk Kel, bahkan juga jadi pembela bagi Kiersten, sahabat yang baik untuk Gavin, meskipun dia sendiri hancur-hancuran (aduh… Will ini ya, minta di-puk-puk…). Sementar Layken, keliatan sangat keras kepala di sini, sikapnya gak mau mendengarkan Will, meskipun bisa dimengerti karena sakit hati, tapi, rada bikin gue cape’.

Puisi kembali hadir di buku ini. Puisi dari Will untuk Layken, puisi Kupu-kupu-nya Kiersten, yang bercerita tentang kisahnya sebagai korban bullying dan satu puisi dari Caulder, yang berhasil membuat gue berkaca-kaca.

“Dan saat manisku?
Saat manisku adalah saat ini”

(penggalan puisi Caulder - hal. 329)

Semoga… semoga… Gramedia juga cepet menerjemahkan seri ketiganya – yang kalo diliat sinopsisnya gak kalah bikin ‘termehek-mehek’.

0 comments:

 

lemari bukuku Template by Ipietoon Cute Blog Design and Bukit Gambang