Buddha: A Story of Enlightenment
Deepak Chopra @ 2007
Rosemary Kesauly (Terj.)
GPU - April 2008
400 Hal.
Raja Suddhodana adalah raja yang haus dengan kekuasaan (tentu aja.. mana ada raja yang diem aja?). Ia berperang untuk menjatuhkan musuh-musuhnya, darah dan kesakitan adalah adrenalin yang terus memacunya, agar musuh-musuh bertekuk lutut dan menyerah di bawah kekuasaannya. Tentu saja, untuk menjaga agar kerajaannya tetap utuh, ia membutuhkan seorang penerus, seorang anak laki-laki.
Anak laki-laki yang ditunggu itu pun lahir. Ia diberi nama Siddhartha. Namun sayang, ibunya, Maya, meninggal beberapa hari setelah kelahiran Pangeran Siddharta. Pendeta-pendeta Brahmana dipanggil untuk meramalkan masa depannya. Pangeran Siddhartha diramal akan menguasai dunia dari empat penjuru mata angin. Mendengar ramalan ini, tentu saja Raja Suddhodana gembira. Tapi, ternyata menguasai dunia di sini bukan dalam arti menjadi raja, tapi menjadi seseorang yang lain.
Raja segera memerintahkan agar pintu-pintu kerajaan ditutup, penduduk yang sakit, yang sudah tua diusir dan dipindahkan ke tempat lain. Sang Pangeran Muda ini tidak boleh melihat adanya penderitaan. Ia harus diajarkan untuk menjadi seorang raja, menjadi prajurit dan calon pemimpin.
Untuk menemaninya, dipanggillah Devadatta, seorang pangeran muda dari salah satu kerajaan yang ditaklukan Raja Suddhodana. Tapi sayang, Devadatta punya misi tersendiri. Bukan menjadi teman, ia malah akan balik menjadi lawan.
Tapi layaknya remaja, Pangeran Siddhartha punya banyak keingintahuan. Temannya hanya Channa, anak seorang pengurus kuda. Pangeran Siddhartha merasa ada yang aneh di dalam kerajaan ini. Ia sering mendengar ‘suara-suara’ di dalam kepalanya sendiri. Ia berbeda dari bagaimana seorang pangeran harus berlaku. Dan ini membuat ayah dan gurunya cemas.
Pangeran Siddhartha pun memilih jalannya sendiri. Di usianya yang ke 29 tahun, ia memilih meninggalkan kehidupan istana, meninggalkan istri dan anaknya dan pergi mengembara menjadi seorang petapa.
Dalam perjalanannya menjadi petapa inilah, Siddhartha yang berganti nama menjadi Gautama – nama keluarga yang sudah lama tidak dipakai, ia mencari guru yang bisa mengajarinya, memberi jawaban atas apa yang dicarinya. Mencari pencerahan dan meninggalkan segala hal yang berbau duniawi.
Ia bertemu dengan banyak petapa, ada yang baik, ada yang ternyata hanya berpura-pura menjadi petapa agar bisa mengundang belas kasihan orang. 45 tahun lamanya ia menjadi seorang petapa, Gautama menjadi seorang Buddha, pengikut pertamanya adalah 5 orang petapa yang di awal-awal sering mengadakan perjalanan bersama Gautama. Pada akhirnya, Gautama menemukan sebuah pencerahan, ia memandang hidup dengan sederhana dan damaiiiii banget.
Sejujurnya gue tidak terlalu mengenal sosok ‘Buddha’. Gue hanya tau dari patung-patung yang ada di Candi Borobudur, kalau Buddha itu bernama Siddhartha Gautama. Hanya itu. Dari buku ini, hanya dua bagian pertama yang bisa gue ‘nikmati’, yaitu bagian pertama saat masih menjadi Siddharta dan bagian kedua ketika udah jadi Gautama. Bagian ketiga, yang judulnya Buddha, rasanya lebih serius, meskipun harus gue akui isinya bagus, justru di bagian ini (mungkin) inti dari pelajaran Buddha. Tapi… ya itu, mungkin karena terlalu serius, gue jadi bosan dan memilih ‘mempercepat’ baca bagian terakhir.
Meskipun gue bukan penganut Buddha, tapi pelajaran-pelajaranya bisa diambil untuk semua orang, bukan hanya untuk penganut Buddha.
Deepak Chopra @ 2007
Rosemary Kesauly (Terj.)
GPU - April 2008
400 Hal.
Raja Suddhodana adalah raja yang haus dengan kekuasaan (tentu aja.. mana ada raja yang diem aja?). Ia berperang untuk menjatuhkan musuh-musuhnya, darah dan kesakitan adalah adrenalin yang terus memacunya, agar musuh-musuh bertekuk lutut dan menyerah di bawah kekuasaannya. Tentu saja, untuk menjaga agar kerajaannya tetap utuh, ia membutuhkan seorang penerus, seorang anak laki-laki.
Anak laki-laki yang ditunggu itu pun lahir. Ia diberi nama Siddhartha. Namun sayang, ibunya, Maya, meninggal beberapa hari setelah kelahiran Pangeran Siddharta. Pendeta-pendeta Brahmana dipanggil untuk meramalkan masa depannya. Pangeran Siddhartha diramal akan menguasai dunia dari empat penjuru mata angin. Mendengar ramalan ini, tentu saja Raja Suddhodana gembira. Tapi, ternyata menguasai dunia di sini bukan dalam arti menjadi raja, tapi menjadi seseorang yang lain.
Raja segera memerintahkan agar pintu-pintu kerajaan ditutup, penduduk yang sakit, yang sudah tua diusir dan dipindahkan ke tempat lain. Sang Pangeran Muda ini tidak boleh melihat adanya penderitaan. Ia harus diajarkan untuk menjadi seorang raja, menjadi prajurit dan calon pemimpin.
Untuk menemaninya, dipanggillah Devadatta, seorang pangeran muda dari salah satu kerajaan yang ditaklukan Raja Suddhodana. Tapi sayang, Devadatta punya misi tersendiri. Bukan menjadi teman, ia malah akan balik menjadi lawan.
Tapi layaknya remaja, Pangeran Siddhartha punya banyak keingintahuan. Temannya hanya Channa, anak seorang pengurus kuda. Pangeran Siddhartha merasa ada yang aneh di dalam kerajaan ini. Ia sering mendengar ‘suara-suara’ di dalam kepalanya sendiri. Ia berbeda dari bagaimana seorang pangeran harus berlaku. Dan ini membuat ayah dan gurunya cemas.
Pangeran Siddhartha pun memilih jalannya sendiri. Di usianya yang ke 29 tahun, ia memilih meninggalkan kehidupan istana, meninggalkan istri dan anaknya dan pergi mengembara menjadi seorang petapa.
Dalam perjalanannya menjadi petapa inilah, Siddhartha yang berganti nama menjadi Gautama – nama keluarga yang sudah lama tidak dipakai, ia mencari guru yang bisa mengajarinya, memberi jawaban atas apa yang dicarinya. Mencari pencerahan dan meninggalkan segala hal yang berbau duniawi.
Ia bertemu dengan banyak petapa, ada yang baik, ada yang ternyata hanya berpura-pura menjadi petapa agar bisa mengundang belas kasihan orang. 45 tahun lamanya ia menjadi seorang petapa, Gautama menjadi seorang Buddha, pengikut pertamanya adalah 5 orang petapa yang di awal-awal sering mengadakan perjalanan bersama Gautama. Pada akhirnya, Gautama menemukan sebuah pencerahan, ia memandang hidup dengan sederhana dan damaiiiii banget.
Sejujurnya gue tidak terlalu mengenal sosok ‘Buddha’. Gue hanya tau dari patung-patung yang ada di Candi Borobudur, kalau Buddha itu bernama Siddhartha Gautama. Hanya itu. Dari buku ini, hanya dua bagian pertama yang bisa gue ‘nikmati’, yaitu bagian pertama saat masih menjadi Siddharta dan bagian kedua ketika udah jadi Gautama. Bagian ketiga, yang judulnya Buddha, rasanya lebih serius, meskipun harus gue akui isinya bagus, justru di bagian ini (mungkin) inti dari pelajaran Buddha. Tapi… ya itu, mungkin karena terlalu serius, gue jadi bosan dan memilih ‘mempercepat’ baca bagian terakhir.
Meskipun gue bukan penganut Buddha, tapi pelajaran-pelajaranya bisa diambil untuk semua orang, bukan hanya untuk penganut Buddha.
2 comments:
ada keterangan tahun2 kejadiannya gak?
gak ada, mbak.
Post a Comment