Monday, March 05, 2012

Anak Sejuta Bintang

Anak Sejuta Bintang
Akmal Nasery Basral @ 2012
Penerbit Expose – Cet. I, Januari 2012
405 hal.
(hadiah #twitteriak)


Beruntung gue mendapatkan hadiah novel ini dari program #twit_teriak yang ‘bintang tamu’nya penulis sendiri. Dilihat dari judulnya, buku ini langsung menarik hati gue. Dan lagi, Akmal Nasery Basral menulis novel biografis setelah Presiden Prawiranegara

Bercerita tentang masa kecil seorang Aburizal Bakrie (ayooo.. siapa yang gak tau tokoh yang dipanggil Ical ini?) Nama Bakrie kerap menghias berita-berita di Koran, entah karena kontroversi seputar lumpur Lapindo, perusahaan yang bertebaran di mana-mana, atau tabloid gosip. Dalam novel ini, cerita berkisar mulai dari Ical yang berusia 3 tahun sampai Ical lulus SD.

Ical, adalah anak tertua dari 4 bersaudara. Dibesarkan dengan cara yang sangat demokratis, penuh kasih sayang dan memiliki orang tua yang sangat sabar. Ayah Ical, bapak Ahmad Bakrie, sedang merintis kembali usahanya yang sempat terpuruk. Meski dalam keadaan susah, beliau tetap selalu berusaha membantu orang dan memberikan yang terbaik. Tapi, yah, sejak kecil memang sudah digambarkan bahwa Ical memang berasal dari keluarga yang cukup mapan meski sedang susah. Kerap liburan ke villa di Cipanas, ke sekolah di antar mobil, makan di restoran yang terbilang mewah. Memang sih, ayah Ical bercerita bahwa beliau sudah biasa mencari uang sejak kecil.

Memberi sesuatu yang kita senangi kepada orang lain itu selalu membuat hati kita bahagia. Rezeki kita pasti akan bertambah jika kita bisa lebih ikhlas
(Hal. 132)

Ical digambarkan sebagai anak yang baik, penurut, berani, punya inisiatif. Rasanya, nyaris tak ada kenakalan yang dilakukan olehnya. Suka dengan sepak bola, pintar. Selama di SD, hampir selalu jadi juara kelas. Temannya banyak.

Satu pesan di dalam buku ini yang membekas, adalah:

Anak laki2 itu harus sering diajak ngobrol supaya terbiasa mengemukakan pendapat ... Kalau tidak, mereka akan terbiasa menggunakan tangan untuk menyampaikan keinginan.
(Hal. 149)

Yah, terlepas dari kontroversi siapa tokoh yang diceritakan dalam novel ini, yang beberapa orang bilang sebagai ‘pencitraan’, alur ceritanya buat gue bagus. Kalimat-kalimat yang dipakai membuat gue betah mengikuti novel ini. Kalau bukan karena ditulis dalam bentuk novel, belum tentu juga sih gue akan membeli dan membaca buku tentang tokoh dalam novel ini.

Tapi emang sih, apa yang digambarkan dalam novel ini tampak begitu ‘sempurna’. Semua tokoh nyaris tak ada cacat. Orang tua yang sangat sabar, gak pernah marah. Anak-anak yang baik-baik – kecuali yah, suka bertengkar antar saudara. Mungkin lebih ‘pas’ kalo ada sesuatu yang ‘cacat’ dalam kisah ini. Biar lebih manusiawi gitu.

Dan, asyik juga kali, kalo ada beberapa patah kata, komentar dari teman-teman Ical selama sekolah di Yayasan Perwari itu.

4 comments:

Helvry Sinaga said...

saya jadi penasaran akan tulisan sidik nugroho yang mengkritik novel ini, tapi itupun udah ditanggapi oleh tulisan Pak Akmal di kompas minggu (4/3). yah intinya beliau mengatakan kalau mengkritik, kritiklah dengan menggunakan bukti.

Unknown said...

Wah sudah selesai dibaca ya. Senang hadiah doorprize #Twitteriak jatuh ke tangan yang tepat.

ferina said...

@helvry: aku juga baru baca tanggapannya Pak Akmal. Itu juga 'kebetulan' nemunya :D

@Tanam Ide Kreasi: terima kasih ya, bukunya. Sekarang mau baca yang Cerita Cinta Enrico

Maya Floria Yasmin said...

aku ketinggalan terus twit teriak -__- pas jam kuliah sih mulainya

 

lemari bukuku Template by Ipietoon Cute Blog Design and Bukit Gambang