Wednesday, May 15, 2013

Pandawa Tujuh




Pandawa Tujuh
Pitoyo Amrih
Diva PRESS – Juni 2012
494 Hal
(Dari Diva PRESS)

Pandawa Lima, Khrisna, Perang Baratayuda dan nama-nama lain dalam dunia pewayangan memang bukan istilah yang aneh buat gue, karena ada dari buku-buku yang gue baca menyebutkan nama-nama tersebut. Tapi, untuk asal mula keberadaan Pandawa Lima, nah ini yang gue masih belum tau. Maklum gue bukan pembaca kisah-kisah wayang macam Mahabarata.

Dalam Pandawa Tujuh ini, dikisahkan latar belakang, asal usul dari Pandawa Lima. Dan kenapa akhirnya justru disebut Pandawa Tujuh.

Pandawa Lima adalah sebutan bagi kelima anak Pandu – Raja Hastinapura. Dari istri pertama – Dewi Kunti: Samiaji (Yudhistira) – anak yang paling bijaksana dan rajin membaca, Bratasena (Bima, yang ketika lahir sudah membuat ‘gempar’ dan Permadi (Arjuna), anak yang paling gagah dan tampan. Lalu dari istri kedua, Dewi Madrim, beliau mendapatkan keturunan si kembar – Nakula dan Sadewa. Dalam dunia pewayangan, adalah hal yang lumrah berganti-ganti nama apabila mereka memperoleh pencapaian di satu titik tertentu.

Ketika Raja Pandu mangkat, seharusnya Samiaji lah yang menjadi Raja Hastinapura, tapi karena belum cukup umur, maka adik Raja Pandu yang sementara menjalankan pemerintahan. Tapi, karena umurnya yang sudah tua, justru Sangkuni dan Duryudana yang banyak berperan. Keadaan di Hastinapura menjadi tidak baik. Ditambah lagi dengan kehadiran 100 Kurawa yang maunya membuat kacau saja.

Beberapa kali Samiaji ditantang dalam sebuah pertaruhan dan selalu kalah. Yang menyebabkan Pandawa Lima beserta anak istrinya harus keluar dari Hastinapura. Bahkan sampai nyaris melecehkan Drupadi – istri Samiaji (Yudhistira) Dalam perjalanannya, Pandawa Lima membentuk kerajaan sendiri. Tapi, yang namanya napsu ternyata tak menghentikan Duryudana untuk tetap merebut Hastinapura meskipun Pandawa Lima telah menyingkir. Maka meletuslah Perang Baratayuda, perang di mana Pandawa Lima mencoba mendapatkan lagi hak mereka atas Hastinapura, meskipun berat tetap mereka jalani. Dalam Perang Baratayuda ini, Bima kehilangan anaknya, Gatotkaca.

Setelah perang, Pandawa Lima akhinya memilih untuk ‘menyingkir’ dari pemerintahan dan berbaur dengan rakyat biasa. Pada akhirnya, meskipun memperoleh kemenangan, toh tak memuaskan batin mereka karena begitu banyak yang harus dikorbankan.

Adalah Khrisna dan Satyaki yang selalu mendampingi Pandawa Lima dalam berbagai kejadian penting. Khrisna meskipun berat hati karena harus ‘melawan’ saudara sendiri, memilih mendukung Pandawa Lima. Sedangkan Satyaki adalah sepupu dari Khrisna dan Pandawa. Ia mengorbankan nyawanya untuk melindungi Pandawa Lima setelah kemenangan Pandawa Lima dalam Perang Baratayuda. Dengan adanya Khrisna dan Satyaki, maka mereka pun disebut Pandawa Tujuh.

Menarik sebenarnya menurut gue. Banyak hal yang akhirnya gue tahu dari mana asal mulanya – misalnya nih, seperti Bima dengan senjatanya yang mematikan.  Tokohnya mungkin gak banyak, tapi karena suka berganti-ganti nama, adakalanya gue jadi bingung dan sedikit mengulang ke halaman-halaman sebelumnya. Dan juga banyak kejadian yang tumpang-tindih.

Apa yang ada di dalam buku ini, menunjukkan sifat manusia yang tak pernah puas – apalagi dalam hal kekuasaan. Nafsu memiliki yang bukan haknya, atau nafsu ingin menambah terus dan terus meski sudah memiliki penggantinya.

Gue sempat heran dengan Yudhistira, yang menurut gue paling bijaksana. Kenapa dia mau aja diajak taruhan sama Kurawa, padahal dia tahu, Kurawa bakalan curang dan Yudhistira juga bakalan kalah, bahkan nyaris merendahkan harga diri Drupadi. Tapi ternyata, justru Yudhistira yang mau kasih pelajaran ke para Kurawa itu.

Mungkin gue bakal melirik-lirik lagi buku-buku dari DIVAPress yang berkisah tentang dunia pewayangan.

(hmmm.. ma’afken, kalo ada nama-nama yang salah tulis ya, dalam review ini)

Terima kasih, Dion dan DivaPress untuk bukunya.

0 comments:

 

lemari bukuku Template by Ipietoon Cute Blog Design and Bukit Gambang