Tuesday, July 21, 2009

Istana Kedua

Istana Kedua
Asma Nadia
GPU, Agustus 2007
248 Hal.

Membaca buku ini membuat gue ‘gregetan’ dengan para kaum pria – lebih spesifik lagi: pria-pria yang sudah beristri. Gue bukan penganut poligami, makanya gue sedikit mempertanyakan (lagi-lagi), apa sih alasan pria berpoligami?

Di buku ini, ada seorang Arini. Kalau dari luar, kehidupan rumah tangganya bisa bikin orang iri. Punya tiga anak yang lucu, pintar dan baik, suami bernama Pras yang digambarkan sebagai sosok pria yang sabar, penuh kasih sayang dan perhatian. Mereka bertemu sekilas di tangga masjid ketika Arini mencari sepatunya yang hilang. Sebetulnya, Pras adalah teman kakak Arini. Dulu Pras kecil sering bermain-main dengan Arini kecil. Tapi, ternyata, Arini malah lupa sosok Pras ketika beranjak dewasa.

Arini adalah seorang penulis. Dia sering berkhayal tentang dongeng-dongeng indah dengan tokoh pangeran tampan dan putri yang cantik jelita. Pras adalah sosok pangeran tampannya. Pernikahan mereka berlangsung ‘kilat’. Kehidupan mereka terbilang mulus tanpa konflik yang berarti.

Lalu, ada lagi sosok Mei Rose. Perempuan yang mungkin bisa dibilang mirip Betty La Fea. Keturunan Cina, anak yatim piatu yang tinggal dengan bibinya yang galak. Mei Rose sosok yang kuper, cenderung menarik diri dari pergaulan karena sadar akan sosoknya yang kurang menarik. Bibinya juga memperlakukannya sangat kasar.

Hingga suatu hari, seorang pemuda datang menghampirinya, lalu sering memuji Mei Rose. Mei Rose pun terlena. Ia mulai mencoba berubah, tanpa sadar bahwa pria itu hanya ingin kesenangan semata. Benih laki-laki itu tumbuh dalam diri Mei Rose yang sama sekali tak menghendakinya.

Ia nekat kirim email yang isinya mencari laki-laki beristri yang bersedia menikahinya. Ia hanya butuh ayah ‘sementara’ agar anak yang ia benci tidak lahir tanpa ayah. Email itu mengundang caci-maki yang menuduhnya perempuan yang tak tahu malu, tak punya perasaan.

Sampai, akhirnya jalan terakhir ditempuh.. ia ingin mati…

Tapi, beruntung, seorang pria (sangat) baik hati, menyelamatkannya… bahkan bersedia mengakui dirinya sebagai suami Mei Rose.

Pras-lah pria itu… menikah diam-diam… Arini tak mengetahuinya.

Kenapa ya, mbak Asma Nadia gak menggambarkan sosok perempuan yang lebih mau ‘fight’? Kenapa harus sosok yang cenderung ‘pasrah’, ‘nrimo’? Gue pengen banget bisa sedikit ‘menitikkan air mata’, tapi karena gemes jadi gak bisa. Endingnya, ya udah gitu aja… kaya’nya emang, dari sikap Pras, gak butuh lagi penjelasan apa-apa buat Arini, biar bisa lebih ngerti…

0 comments:

 

lemari bukuku Template by Ipietoon Cute Blog Design and Bukit Gambang