Tuesday, March 24, 2015

Me Before You


You (Sebelum Mengenalmu)

Jojo Moyes @ 2012
Tanti Lesmana (Terj.)
GPU – Mei 2013
656 hal.


*  Watch Out!! Ada SPOILER sedikit*

*sigh* … gimana nih mau nulisnya … abis ceritanya sedih sih … meskipun sejak awal gue bakal tau ending-nya kaya’ gimana … tapi dengan bodohnya gue berharap akhir yang berbeda …

Louisa Clark, seorang gadis muda dengan pembawaan yang ceria, penggemar fashion yang rada aneh untuk ukuran kota kecil. Karena pemilik café tempatnya bekerja memutuskan pulang ke Australia, Lou-pun kehilangan pekerjaannya. Padahal ia adalah tulang punggung keluarga. Sampai akhirnya, bursa kerja menawarkan pekerjaan baru dengan bayaran yang cukup tinggi. Meskipun tanpa pengalaman, Lou diterima bekerja sebagai perawat Will Traynor.

Will Traynor, mantan pengusaha yang lumpuh akibat kecelakan motor. Will yang tadinya aktif, seorang petualang dan bertubuh bugar ,menjadi pribadi yang murung, pendiam dan mudah marah. Ya, Dengan kondisi yang nyaris 24 jam butuh bantuan, tentu saja membuat Will frustasi.

Menjadi perawat Will tentu saja tak mudah bagi Lou – yang kaya’nya semua yang Lou kerjakan selalu salah dan mendapatkan tanggapan sinis dari Will. Tapi, dasar Lou ini orangnya cuek, adakalanya Lou malah balik ‘menantang’ kata-kata Will. Dan berkat sifat Lou yang polos ini, Will perlahan mulai sedikit lebih ceria.

Tapi, tentu saja lelah ya.. hidup hanya berputar-putar dengan kursi roda, gak bisa ngapa-ngapain tanpa dibantu, mudah sakit dan lain-lain. Lou mengetahui keputusan Will untuk menghubungi Dignitas – kira-kira artinya rumah sakit yang memberikan ‘pelayan’ bagi orang-orang yang sakit untuk ‘bunuh diri’ secara legal atau meninggal lebih cepat dari waktunya. Maka Lou pun berusaha membuat Will mengubah keputusannya – mulai dari mengajak Will nonton pacuan kuda, nonton musik klasik, sampai jalan-jalan ke Mauritius.

Dan bukan hanya Will yang jadi lebih bersemangat, tapi diam-diam Will juga berperan dalam perubahan pada Lou – gadis yang hanya berani bermimpi dan takut untuk keluar dari zona nyamannya. Sindiran-sindiran, ledekan Will malah membuat Lou percaya bahwa ia bisa ‘mengepakkan sayap’ dan terbang mewujudkan mimpinya.

Rasanya lucu membayangkan chemistry yang pelan-pelan terbangun antara Lou dan Will. Lou, gadis dari keluarga sederhana, mampu membuat Will, yang tajir mampus ini luluh. Bukan kisah cinta klise antara si kaya dan si miskin.. tapi antara dua orang yang berbeda kutub tapi mampu menjadi sahabat dan kemudia mencintai.

Entahlah … apakah cerita ini berakhir sedih atau bahagia … tapi, keduanya sama-sama tersenyum di akhir cerita … bahagia dan saling menghargai keputusan masing-masing.

Pilihan yang berat bagi Will, keluarganya juga Lou .. seperti menentang Tuhan, atau malah cermin keputusasaan … tapi, membaca kondisi Will, yang akan selalu bergantung pada orang lain seumur hidup, bukan hanya membuat Will lelah, tapi juga bakal membuat orang-orang di sekitarnya juga lelah. Adalah takdir – yang mempertemukan Lou dan Will, agar kehidupan mereka jadi lebih berarti meskipun dalam waktu singkat *eh .. spoiler lagi  ya?*

Yang rada menggangu buat gue sih, ketika ada narasi dari orang lain, kaya’ Nathan, ayah Will atau Katrina, adik Lou – mungkin tujuannya untuk memberikan pandangan dari pihak lain, tapi koq rada gak pas aja menurut gue.

Mungkin karakter Lou sedikit ‘lebay’ ya – 26 tahun tapi masih suka konyol dan kekanak-kanakan, rada egois – bahkan sama keponakannya sendiri sedikit gak mau ngalah. Tapi  ya, kadang gue selalu berusaha nyari ‘pembenaran’ atas karakter seseorang, mungkin Lou berpikir, selama ini dia yang menopang keluarga itu, jadi ya wajar kalo dia sedikit menuntut – misalnya pengen kamar yang lebih besar. Tapi karakter Lou yang ceria ini jadi penyeimbang karakter Will yang muram.

Selesai baca buku ini … aku patah hati … *huhuhu* … tapi gue ikut senyum bareng Lou yang lagi ngupi-ngupi di Paris …

Submitted for:

Lucky No. 15 Reading Challenge – kategori: Chunky Brick
New Author Reading Challenge 2015

Project Baca Buku Cetak 2015

Wednesday, March 18, 2015

Hopeless


Hopeless (Tanpa Daya)

Shandy Tan (Terj.)
GPU – 2015
496 hal.

Yang Sky tahu, ia adalah anak angkat dari Karen. Ibu yang baik tapi juga rada ajaib – menolak segala bentuk teknologi macam televisi, internet, telepon genggam bahkan Sky pun sampai usia 16 tahun menjalani pendidikan dengan cara homeschooling. Tapi, meskipun Sky ini bisa dibilang anak ‘rumahan’, ternyata ia dikenal dengan reputasi sebagai ‘cewek nakal’. Di usia yang ke tujuh belas tahun, Sky pertama kali bersekolah di sekolah umum dan langsung mendapat sambutan yang kurang hangat. Tapi, Sky ternyata termasuk anak yang gak pedulian, jadi ia gak ambil pusing dengan segala teror yang dia terima.

Lalu, ia pun berkenalan dengan Holder, cowok yang sempat menghilang dari peredaran, dan menurut gosip ia berada di penjara karena kasus pemukulan. Dan singkat kata, keduanya langsung cocok, dan melanjutkan ke hubungan yang lebih dalam lagi.

Di bagian-bagian awal, sejujurnya ‘berpotensi’ untuk gue tinggalkan ini buku. Karena isinya ..well… menurut gue ‘hanya’ dua anak muda – ABG – yang pengen ngerasain kissing …atau *uhuk* berbuat lebih jauh. Tentang rasa ingin memiliki, melindungi, rasa sayang bla.. bla..bla.. tapi malah menurut gue, lebih banyak ‘nafsu’nya. Entahlah… apakah gue sudah terlalu ‘tua’ untuk baca buku-buku young adult kaya’ gini. As Emak-Emak… gue langsung ‘pusing’ membaca ‘tingkah laku’ Sky dan Holder.

Tapi, di separuh buku ke belakang, gue jadi tertarik – menelusuri masa lalu Sky dan sekelumit tentang Holder. Yang ternyata menjadi mimpi buruk bagi keduanya. Menjadikan buku ini yang tadinya menurut gue ‘hanya’ berkisar dua anak remaja yang ‘kebelet’ pengen kissing and having sex, jadi bertema rada berat – tentang pelecehan seksual dan pedofilia. Tiba-tiba, gue menaruh simpati pada Sky.

Dan ya…satu lagi yang ‘menolong’ dari buku ini … ya tentu saja si Holder. Cowok yang rada-rada bad boy, dengan sedikit rahasia gelap, nyaris belum pernah gagal ‘memikat’ hati gue.

O ya, cara penulisan bab dengan hari, tanggal, bulan, tahun, bahkan jam, juga menjadikan salah satu hal yang bikin penasaran. Apa yang terjadi sebenarnya, karena di bab pembuka, gue serasa pengen ‘nampar’ Holder karena bilang ‘Kau harus keluar sekarang’ … tapi tenang lah, Holder … dirimu berhasil membuat gue langsung baca kisahmu di Losing Hope … semoga kali ini dapet bintang lebih bagus ya ..



Submitted for:

Lucky No. 15 Reading Challenge – kategori: Favorite Color

Project Baca Buku Cetak 2015

Tuesday, March 17, 2015

Wintergirls


Wintergirls

Laurie Halse Andeson @ 2009

Speak - 2010

278 pages


Bersiaplah untuk ikut merasa depresi dan ‘tersedot’ dalam kegelapan bersama Lia dan Cassie.

Kedua gadis ini mengidap anoreksia dan bulimia. Keduanya sama-sama berjanji untuk menjadi the skinniest girls. Semua tentu saja karena tuntutan lingkungan sekolah mereka. Sebenarny Cassie lah yang mengajak Lia untuk bersama-sama jadi gadis paling kurus, sebagai sahabat yang baik, Lia meng-iyakan ajakan Cassie tersebut. Tapi, persahabatan mereka putus. Namun tak menghentikan Lia untuk terus menghitung berapa banyak jumlah kalori yang ia konsumsi dalam setiap makanan dan minuman.

Lia merasa bersalah ketika Cassie ditemukan tewas di sebuah kamar motel … sendirian. Semakin terpuruk ketika ia tahu Cassie meneleponnya sebanyak 33 kali dan tak dijawabnya.

Sejujurnya karakter Lia ini lumayan ngeselin buat gue. Kaya’nya gak mau gitu diperhatiin, diurusin sama orang. Lia bukan berasal dari keluarga yang ‘kacau balau’ atau istilahnya ‘broken home’. Ayah Lia seorang professor dan Ibu Lia seorang dokter bedah jantung. Memang Ibu Lia cenderung mengatur apalagi dalam hal pola makan … tapi ya, gue sih ngerti aja.. mana ada gitu orang tua yang pengen anaknya jadi sekurus sapu … Lia juga akrab dengan ibu tirinya. Bahkan, perhatian dengan adik tirinya, Emma. Memang Lia bukanlah gadis yang popular di sekolah seperti Cassie, tapi toh dia gak terlalu kesepian.

Sementara terus ‘memberontak’ dengan aturan-aturan dari orang tuanya, Lia juga harus berurusan dengan Cassie yang menghantui Lia. Cassie seolah malah member semangat bagi Lia untuk terus mengurangi makannya, dan malah berharap Lia akan segera ‘bergabung’ dengannya. Gue jadi bertanya-tanya, si Lia ini sebenernya kenapa? Apa yang pengen dia buktikan terhadap orang tuanya? Apakah sebagai bukti dia bukan anak-anak lagi? Atau hanya ingin protes terhadap Ibunya?

Kondisi Lia yang sejak awal terkesan begitu terpuruk dan suram, bisa bikin jadi stress. Jadi, kalo lagi mood lagi gak bagus, lagi banyak pikiran.. disarankan jangan baca buku ini ya .. kadang Lia ini tergiur dengan makanan yang enak-enak – antara pikiran sama kenyataan bertolak belakang.

Anoreksia dan bulimia ini memang mengerikan – waktu gue abis posting foto cover Wintergirls di instagram, gak lama foto gue di-like yang ketika gue klik id-nya adalah salah satu pengidap bulimia/anoreksia. Di salah satu foto, dia juga menuliskan berapa kalori dari makanan dan minuman yang ia konsumsi – persis seperti Lia. Bahkan, dari buku Wintergirls ini, gue juga tau, ada semacam komunitas untuk orang-orang seperti Lia, yang saling mendukung ‘program pengurusan badan’ ini, merasa jijik terhadap diri mereka sendiri ketika berat badan mereka bertambah atau setelah mengkonsumsi makanan yang sedikit berlebih.

Aduh.. gue sangat bersyukur, gue masih ‘suka’ makan – gue pemakan segala yang enak-enak (ya iya lah…hehehe) dan amit-amit .. jangan sampai gue punya perasaan menyesal setelah makan.

Submitted for:

Lucky No. 15 Reading Challenge – kategori: One Word Only!

Project Baca Buku Cetak 2015

Tuesday, March 10, 2015

The First Phone Call from Heaven


The First Phone Call from Heaven

Mitch Albom @ 2013

Harper - 2014

326 pages


Kota kecil bernama Coldwater itu mendadak menjadi ramai dibicarakan orang. Kota yang tadinya sepi dan tenang, tiba-tiba menjadi pusat perhatian, menjadi tempat tujuan wisata religius, mengundang kemacetan dan memberikan banyak keuntungan bagi pemilik bisnis di kota itu. Semua ini terjadi setelah seorang perempuan bernama Katherine yang mengaku mendapat telepone dari Diane, saudari perempuannya yang sudah meninggal. Tentu saja pengakuan yang ia buat di depan umum saat kebaktian itu mengundang perhatian dan pertanyaan banyak orang.

Kenapa Katherine yang ‘dipilih’? Kenapa bukan orang lain? Kenapa Coldwater? Fenomena ini membuat orang kemana-mana bawa telepone, berjaga-jaga, siapa tau kali ini giliran mereka. Gereja di Coldwater pun menjadi pusat perhatian. Ada yang percaya akan keajaiban itu, ada yang merasa ini hanya ‘hoax’.

Sebenarnya, bukan hanya Katherine yang mendapatkan ‘telepon dari surga’ ini – Jack Sellers, seorang polisi yang mendapat telepon dari Robbie, yang tewas ketika bertugas di Afganistan, lalu ada Tess, yang mendapat telepon dari ibunya, kemudian ada beberapa orang lagi – di mana mereka semua pada awalnya gak percaya akan hal ini. Tapi toh, akhirnya, setiap hari Jum’at mereka menantikan telepon itu.

Salah satu media mengirimkan reporter mereka untuk sebuah liputan eksklusif. Bahkan jenis telepon yang dimiliki Katherine itu jadi laris kembali di pasaran.

Seorang mantan tentara yang baru keluar dari penjara bernama Sully Harding, merasa ada sesuatu yang salah dengan hal ini. Ia sendiri baru saja kehilangan istrinya, Giselle, yang tewas dalam sebuah kecelakaan. Dan anak mereka, Jules, setiap hari menantikan siapa tahu sang Ibu akan menelepon. Harapan seorang anak yang kangen sama ibunya. Sementara sebagai orang yang kurang percaya akan ‘surga’, Sully merasa hal ini sangat mengganggu kehidupan dirinya dan juga putranya. Seolah-olah member harapan palsu pada anak kecil, dan juga mungkin orang lain. Yakin ada yang gak beres, Sully pun melakukan penyelidikan.

Sementara keyakinan orang semakin terbelah – antara percaya atau gak – Katherine memutuskan untuk membuktikan bahwa dirinya tak berbohong di depan khalayak ramai.

Hmmm.. sejujurnya gue rada kecewa dengan buku Mitch Albom kali ini. Gak tau kenapa kurang ‘klik’ – gak seperti ketika gue pertama kali ‘jatuh cinta’ dengan Mitch Albom saat membaca Five People You Meet in Heaven, atau Tuesday with Morrie, For One More Day atau The Time Keeper.

Tapi tetap aja sih … ada koq sesuatu yang bisa ‘dipetik’ dari buku ini. Kembali ke keyakinan masing-masing – tentang akankah ada kehidupan setelah kematian, ke mana kita akan ‘pulang’ nanti? Apakah surga itu benar-benar ada? Dan, meskipun berat kehilangan orang-orang yang kita cintai, semua harus kembali berjalan meskipun gak sama … So .. sekali lagi .. banyak-banyak bersyukur … dan ikhlas …

Hmmm.. tapi nih, gak perlu nunggu ‘telepon dari surga’ dulu untuk bisa bicara dengan orang yang sudah meninggal. Banyak kan yang ‘mengklaim’ bisa memanggil ‘arwah’. Percaya atau gak … memang mungkin ada yang beneran, atau hanya ‘paranormal’ yang bisa-bisaan aja, dan bikin orang jadi percaya. Hihihi.. kalo dalam versi film horror, buku ini judulnya ‘Panggilan dari Kubur.’ … Nah gue jadi merinding sendiri kan….


Submitted for:

Lucky No. 15 Reading Challenge – kategori: Favorite Color

Project Baca Buku Cetak 2015

Wednesday, March 04, 2015

Happily Ever After


Happily Ever After

Gagas Media – Desember 2014
356 hal.

Maunya cooling down dulu setelah baca Gone Girl – melepaskan ketegangan, meninggalkan segala kesintingan dari Gone Girl. Maka carilah buku yang ringan-ringan, yang romantis. Jatuhlah pilihan pada buku ini, karena.. hmm.. tentu saja karena cover-nya. Dua buah rumah yang berbentuk seperti buku, ditambah lagi sinopsis di mana tokoh-tokohnya juga penggemar berat buku.

Tapi… huhuhu… selesai baca buku ini, gue malah pengen mewek …. Inget Papa, inget Mama … inget Mika .. huhuhu… and some people say, I’m a daddy’s girl.. huaaaa makin pengen nangis…

Ini cerita tentang Lulu – gadis 16 tahun yang besar dengan dongeng-dongeng yang dibacakan ayahnya. Ayah Lulu ini adalah seorang arsitek – dan ‘mupeng’lah gue dengan segala deskripsi rumah Lulu yang dijabarkan di sini. Lulu memang lebih dekat dengan ayahnya dibandingkan dengan ibunya. Tapi, mereka ini gambaran keluarga yang asyik koq … nyaris tanpa konflik di dalam keluarga.

Tapi, meskipun Lulu ini ceria di rumah, berbeda ketika ia berada di sekolah. Ia termasuk gadis yang introvert, sering jadi sasaran ‘bullying’, apalagi dengan dandanan yang bergaya gothic, pas banget lah, Lulu dicap gadis yang aneh. Lulu gak punya teman. Sahabat satu-satunya, Karin, memutuskan untuk menjauh dan menjadi salah satu di antara gadis-gadis popular di sekolah yang gemar ngerjain anak-anak yang kurang oke di mata mereka. Belum lagi, Karin juga merebut Ezra, pacar Lulu.

Hidup memang bisa dengan cepat berubah… detik ini semua terasa begitu ceria, dan tanpa beban yang berarti , tiba-tiba bisa langsung berganti muram ketika datang kabar buruk. Mendung mulai menghantui rumah Lulu saat ayah Lulu divonis kanker. Di usianya yang sedemikian muda, Lulu harus belajar untuk tegar dan bersiap untuk  sebuah kehilangan besar.

Lulu, gadis yang gak bisa mengungkapkan perasaanya. Segala kesedihan ia redam, amarah juga gak berani dia sampaikan. Pengen bicara sama orang lain, tapi dia kan gak punya teman. Sampai akhirnya ia ketemu Eli – penderita tumor otak yang kelihatan cuek aja dengan penyakit yang dideritanya, tapi toh juga menyimpan rasa takut.

Seperti kata bundanya Lulu, gak akan ada yang pernah siap untuk kehilangan orang yang mereka cintai dan sayangi, apalagi seorang yang selama ini menjadi sosok yang membuat kita aman dan dilindungi.

Buat gue, terlepas dari berbagai permasalahan yang ‘standard’ dalam buku ini – sahabat ngerebut pacar, jadi bahan ejekan di sekolah – gue suka dengan tokoh-tokoh di dalam buku ini yang kaya’nya saling memberikan semangat dan melindungi. Lulu, bunda, ayah, Eli bahkan Karin sekalipun, berlagak sok tegar padahal di dalamnya mereka hancur.

Terus gue heran ya … ini sekolah apa sih?? Koq muridnya boleh punya tattoo, terus boleh pake rok mini, pake kuteks … Dan, kaya’nya penyelesaian konflik antara Karin dan Lulu juga simple banget… gue sebagai pembaca masih sangat kepo .. gue juga ‘menuntut’ penjelasan dari Ezra, yang udah kaya’ bayangan aja … muncul seketika, lalu hilang lagi .. sampai di akhir cerita.

Lalu… seketika… I remember my own family – orang tua gue dan juga Mika … inget betapa waktu rasanya cepat banget berlalu … ngeliat orang tua gue yang tadinya segar bugar, sekarang mulai terlihat ‘tua’ dan gampang sakit .. inget Mika yang kaya’nya baru kemarin masuk Kelompok Bermain … tau-tau udah SD aja ... Buku ini kembali mengingatkan gue untuk semakin menghargai dan mensyukuri waktu-waktu bersama keluarga gue ….

Ah… udah ah… ntar nangis lagi nih….

Dan terinspirasi sama Eli dan Lulu … this is my own bucket list:

1. Bacain cerita buat Mika lagi seperti dulu waktu Mika belum bisa baca
2. Jalan-jalan berduaan aja sama Mika – susah nih, soalnya Mika bilang, lebih seru pergi rame-rame.
3. … lanjutin nanti aja kalo kepikiran lagi

Submitted for:

Lucky No. 15 Reading Challenge – kategori: Cover Lust

Project Baca Buku Cetak 2015

Monday, March 02, 2015

Gone Girl


Gone Girl

Crown – 2012
560 pages

Di hari ulang tahun pernikahan yang kelima, Amy Elliot Dunne menghilang. Seorang tetangga member tahu Nick Dunne, ada yang aneh dengan kondisi rumah mereka pagi itu. Kucing kesayangan Amy ada di luar, pintu terbuka, setrika belum dimatikan. Nick pun langsung melapor ke polisi. Sebuah keadaan yang tak biasa dan aneh.

Seperti ulang tahun perkawinan yang di tahun-tahun sebelumnya, Amy selalu meninggalkan petunjuk, mengajak Nick bermain ‘treasure hunt’ dengan clue yang mengarah ke ‘seberapa jauh Nick mengenal Amy’. Tapi clue kali ini, menurut Nick tak sesulit tahun-tahun sebelumnya, justru lebih ke tempat-tempat yang akrab dengan Nick.

Hari demi hari berlalu, tanpa petunjuk yang berarti tentang di mana keberadaan Amy. Polisi, media dan juga masyarakat mulai menghakimi Nick dan menuduh Nick membunuh Amy.

Tapi, melalui petunjuk treasure hunt yang ditinggalkan Amy, Nick mulai menemukan berbagai keanehan yang membuat Nick bertanya-tanya apakah selama ini ia memang mengenal Amy secara utuh? Dan dari petunjuk itu malah semakin jelas bahwa Amy dibunuh oleh suaminya sendiri – gak perlu deh nulis apa aja itu di sini, ntar jadi spoiler.. Tanpa bukti-bukti lain yang bisa membebaskan Nick dari tuduhan itu, bisa jadi Nick akan dijatuhi hukuman mati. *seketika terbayang Ben Affleck – puk puk, Nick …*

Pernikahan mereka memang sedang dalam masalah, hari-hari terasa hambar dan monoton. Amy – dikenal sebagai Amazing Amy, buku karangan orang tuanya dengan Amy  sebagai inspirasi. Amy pun ‘dituntut’ untuk jadi sempuran seperti Amazing Amy. Sedangkan Nick, sosok laki-laki yang nyaris gak pernah tanya, apa sih maunya Amy, semua serba ok dan ia yakin Amy bahagia.

Di buku ini, Amy dan Nick bergantian menjadi narrator, Amy lewat buku hariannya dan Nick ketika menjalani hari-hari dalam proses pencarian Amy. Tokoh-tokoh di buku ini benar-benar ‘membolak-balikkan’ perasaan gue. Dari bersimpati dengan salah satu tokoh, tiba-tiba bisa berbalik jadi benci dan kesal. Di awal gue yakin, Nick gak bersalah, tapi tiba-tiba dengan segala kebohongan Nick, gue tiba-tiba ikut bertanya-tanya ‘eh, apa bener Amy dibunuh sama Nick?’ Dan tiba-tiba, gue ‘dikagetkan ‘dengan petunjuk baru yang membuat gue terperangah, bengong dan mikir ‘Gila … bener-bener sakit jiwa.’ Ada rasa ngeri, ngilu dan lagi-lagi bilang ‘Astagaa….’

Meskipun ada bagian-bagian yang nyaris membuat gue bosan, tapi ‘terhapuskan’ dengan segala ‘kegilaan’ yang muncul. Nah.. entah berapa kali gue nulis kata ‘gila’ di sini … karena gue nyaris ikutan ‘gila’ bareng penulis, nyaris frustasi juga kaya’ Nick atau ikutan sinting baca diary-nya Amy …


Submitted for:

New Author Reading Challenge 2015
Lucky No. 15 Reading Challenge – kategori: Freebies Time

Project Baca Buku Cetak 2015
 

lemari bukuku Template by Ipietoon Cute Blog Design and Bukit Gambang