Thursday, June 27, 2013

The Mysterious Affair at Styles




The Mysterious Affair at Styles (Misteri di Styles)
Mareta (Terj.)
GPU – Cte. VII, Juli 2007
268 hal

Kecelakaan di medan perang membuat Hasting terpaksa dipulangkan dan mendapat cuti sakit selama sebulan. Ketika masih bingung mau berbuat apa, Hasting secara kebetulan bertemu dengan teman lamanya, John Cavendish, yang kemudian mengajaknya untuk berlibur di kediamannya di Styles.

John Cavendish pun kemudian bercerita tentang kemelut yang sedang terjadi di rumahnya itu. Semua ini dikarenakan ibu tiri John, Emily Cavendish yang menikah lagi dengan seorang pria yang berusia lebih muda, Mr. Inglethorp. Semua yakin bahwa pria itu hanya ingin harta ibu tirinya itu dan pria itulah yang pada akhirnya akan membunuh ibunya demi mendapatkan harta warisan.

Dan, benar saja, suatu pagi, seluruh penghuni rumah dikejutkan dengan Mrs. Inglethorp yang ditemukan sekarat di kamarnya. Mrs. Inglethorp tak lama tewas dan diyakini seseorang telah meracuninya. Semua yakin, tertuduhnya hanya satu, yaitu Mr. Ingelthorp sendiri, tapi ia punya alibi yang membuatnya sedikit terbebas dari tuduhan.

Secara kebetulan, Hercule Poirot ada di Styles juga, maka teman baik Hasting ini pun dipanggil untuk membantu penyelidikan.

Banyak tokoh di dalam buku ini – selain Alfred Inglethorp - yang akhirnya berpotensi menjadi pelaku pembunuhan, sebut saja John Cavendish. Semua tahu, ibu tiri mereka menyayangi anak-anak tiri mereka, tapi, ketika tahu Mrs. Inglethorp sudah membuat surat wasiat lain yang menyebutkan sebagian harta diwariskan kepada John Cavendish, bukan tidak mungkin John ingin ‘mempercepat’ kematian ibunya itu.

Lalu, ada Lawrence Cavendish, adik John. Sifatnya yang tertutup, selalu jadi nomer dua bisa jadi menimbulkan dendam. Bukan tidak mungkin ia menjebak kakaknya sendiri, karena jika John ditahan, kemungkinan harta akan jatuh ke tangan Lawrence.

Atau mungkin istri John, Mary Cavendish, yang pastinya juga akan ‘kecipratan’ kalau John mendapatkan harta warisan itu.

Secara tak langsung, pembaca diajak ikut menganalisa setiap tokoh. Dari awal, gue punya tebakan siapa si pelaku, tapi begitu ada bukti dan kesimpulan baru  yang dibuat sama Hercule Poirot, tebakan gue pun berubah.

Meskipun katanya Poirot, si pelaku adalah si X, tapi buku masih ada kira-kira 10 lembar lagi… itu artinya kasus belum berakhir, karena Poirot akan memberikan kejutan yang tak terduga.

#barutau…. Ternyata The Mysterious Affair at Styles ini adalah novel pertama Agatha Christie dan juga merupakan kemunculan perdana dari Hercule Poirot.

Wednesday, June 19, 2013

Wishful Wednesday 36






Selesai baca The Rise of Nine, jadi ‘wajib’ memasukkan buku ini ke dalam Wishful Wednesday.. semoga segera diterjemahkan sama Mizan, dan semoga juga sih, gak terlalu panjang nih serinya (biar gak keburu bosen… hehehe)

Singkat kata, inilah gambaran cerita berikutnya:



The Garde are finally reunited, but do they have what it takes to win the war against the Mogadorians?

John Smith—Number Four—thought that things would change once the Garde found each other. They would stop running. They would fight the Mogadorians. And they would win.

But he was wrong. After facing off with the Mogadorian ruler and almost being annihilated, the Garde know they are drastically unprepared and hopelessly outgunned. Now they’re hiding out in Nine’s Chicago penthouse, trying to figure out their next move.

The six of them are powerful, but they’re not strong enough yet to take on an entire army—even with the return of an old ally. To defeat their enemy, the Garde must master their Legacies and learn to work together as a team. More importantly, they’ll have to discover the truth about the Elders and their plan for the Loric survivors.

And when the Garde receive a sign from Number Five—a crop circle in the shape of a Loric symbol—they know they are so close to being reunited. But could it be a trap? Time is running out, and the only thing they know for certain is that they have to get to Five before it’s too late.

The Garde may have lost battles, but they will not lose this war.

Lorien will rise again.
Yuk... yang juga mau ikutan Wishful Wednesday, ini rules-nya ya:

  1. Silakan follow blog Books To Share – atau tambahkan di blogroll/link blogmu =)
  2. Buat posting mengenai buku-buku (boleh lebih dari 1) yang jadi inceran kalian minggu ini, mulai dari yang bakal segera dibeli, sampai yang paling mustahil dan hanya sebatas mimpi. Oya, sertakan juga alasan kenapa buku itu masuk dalam wishlist kalian ya!
  3. Tinggalkan link postingan Wishful Wednesday kalian di Mr. Linky (klik saja tombol Mr. Linky di bagian bawah post). Kalau mau, silakan tambahkan button Wishful Wednesday di posting kalian.
  4. Mari saling berkunjung ke sesama blogger yang sudah ikut share wishlistnya di hari Rabu =)

The Rise of Nine




The Rise of Nine
Pittacus Lore @ 2012
Nur Aini (Terj.)
Mizan – Cet. I, April 2013
404 hal
(via mizan online)

Pencarian Garde yang masih tersebar di seluruh penjuru dunia masih terus dilakukan. John Smith dan Nomor Sembilan memburu Setrakus Ra – pimpinan Mogadorian di Amerika, sekaligus mencari keberadan Sam Goode dan Sarah Hart. Sementara itu Nomor Enam, Marina – Nomor Tujuh dan Ella si Nomor Sepuluh berangkat ke India untuk mencari nomor Delapan. Tinggal nomor Lima yang masih belum jelas di mana keberadaannya.

Kewaspadaan dan ketegangan juga semakin meningkat. Mantra pelindung sudah memudar. Para Mogadorian bisa saja membunuh mereka tanpa harus sesuai urutan. Parahnya lagi, Mogadorian ini bekerja sama dengan FBI untuk memburu para Garde ini. FBI dilengkapi dengan senjata Mogadorian.

Di India, Nomor Enam, Marina dan Ella harus berhadapan dengan Mogadorian yang akhirnya menyebabkan Crayton, Cepan-nya Ella tewas. Dengan Pusaka yang dimiliki Nomor Delapan, mereka berempat mencoba berteleportasi ke New Mexico untuk kembali berkumpul dengan Nomor Empat dan Sembilan.

Kelemahan para Garde ini terkadang adalah begitu mudah terkecoh. Gak salah juga sih, Setrakus Ra ini bisa berubah wujud menjadi salah satu dari mereka. Hingga akhirnya bisa mengelabui para Garde.

Seiring dengan pusaka mereka yang bertambah kuat, pertempuran dengan Mogadorian juga semakin ganas, tapi ketika berhadapan dengan Setrakus Ra, kekuatan mereka malah melemah. Dan membuat gue jadi merasa koq bertempuran mereka saat berkumpul malah kurang ‘dahsyat’. Gak ada adu pusaka yang mampu melumpuhkan Setrakus Ra dan Mogadorian, yang ada malah Setrakus Ra dan para Mogs melarikan diri. Pertempuran mereka terlalu singkat, kaya’nya cerita dalam buku ini habis di dalam perjalanan aja.

Buku ketiga ini memperkenalkan dua Garde baru, yaitu si Nomor Sembilan – Garde yang sikapnya sangat cuek, sedikit ngeyel dan ngeselin. Tapi, lucu aja dengan gaya cueknya itu, dia tetap dengan gagah berani berduel dengan Setrakus Ra. Dalam beberapa hal, justru Nomor Sembilan lebih tangguh dari John Smith, si Nomor Empat yang masih suka mellow. Ya..ya.. ya.. lagi-lagi bad boy mencuri perhatianku…hehehe… Nomor Sembilan jadi favorit gue di buku ini.

Lalu, Nomor Delapan, yang kemunculannya di India malah dianggap sebagai Dewa Wisnu dan menjadikannya sosok yang suci di mata para orang India yang ditemuinya. Kemampuannya untuk teleportasi jadi Pusaka yang paling keren buat gue, meskipun kadang-kadang masih suka meleset.

Tapi ya, gue juga rada ‘kesel’ dengan John Smith, terlalu menye-menye kadang. Buat gue, sosok Sarah juga jadi ‘ngerepotin’. Bikin John Smith kadang kali jadi lengah dan lemah. Tapi, okelah, Sarah bukan perempuan cengeng. Sarah gak ragu-ragu untuk megang senjata Mogadorian.

Dengan segala kelebihan dan kekurangan dalam buku ini, gue tetap menantikan kelanjutannya, The Fall of Five. Masih penasaran, dengan sosok Garde nomor Lima yang masih misterius.

Wednesday, June 12, 2013

Wishful Wednesday 35





Banyak yang bilang buku-buku Oky Mandasari ini bagus. Tapi, gue belum pernah membaca satu pun dari buku-bukunya yang udah terbit. Ketika buku barunya – Pasung Jiwa – terbit, gue jadi sedikit ‘galau’… apakah perlu mencoba baca bukunya Oky Mandasari, atau gak ya… takutnya, termasuk buku yang ‘berat’ untuk kemampuan baca gue yang ringan ini…

Waktu kopdar BBI di Grand Indonesia kemarin, pas lagi ‘browsing’ di gramedia, Astrid dan gue sedang ‘berdiskusi’ dengan serius, menentukan apakah buku ini bagus apa gak, kira-kira cocok gak dengan kita, atau gak… tiba-tiba, Brigida dengan santainya, tanpa liat sinopsis atau berpikir, langsung ambil buku itu dan bilang, “Aku beli ah buku ini…!” Astrid dan gue hanya bisa terbengong-bengong dan cekikikan berdua.

Ya sudahlah.. untuk kali ini, gue putuskan Pasung Jiwa masuk ke dalam Wishful Wednesday edisi 35.


Silahkan disimak sinopsisnya:

Apakah kehendak bebas benar-benar ada?
Apakah manusia bebas benar-benar ada?

Okky Madasari mengemukakan pertanyaan-pertanyaan besar dari manusia dan kemanusiaan dalam novel ini.

Melalui dua tokoh utama, Sasana dan Jaka Wani, dihadirkan pergulatan manusia dalam mencari kebebasan dan melepaskan diri dari segala kungkungan. Mulai dari kungkungan tubuh dan pikiran, kungkungan tradisi dan keluarga, kungkungan norma dan agama, hingga dominasi ekonomi dan belenggu kekuasaan.


Yuk... yang juga mau ikutan Wishful Wednesday, ini rules-nya ya:

  1. Silakan follow blog Books To Share – atau tambahkan di blogroll/link blogmu =)
  2. Buat posting mengenai buku-buku (boleh lebih dari 1) yang jadi inceran kalian minggu ini, mulai dari yang bakal segera dibeli, sampai yang paling mustahil dan hanya sebatas mimpi. Oya, sertakan juga alasan kenapa buku itu masuk dalam wishlist kalian ya!
  3. Tinggalkan link postingan Wishful Wednesday kalian di Mr. Linky (klik saja tombol Mr. Linky di bagian bawah post). Kalau mau, silakan tambahkan button Wishful Wednesday di posting kalian.
  4. Mari saling berkunjung ke sesama blogger yang sudah ikut share wishlistnya di hari Rabu =)

Tuesday, June 11, 2013

Lima Sekawan: Di Pulau Harta





Lima Sekawan: Di Pulau Harta (Five on a Treasure Island)
Enid Blyton @ 1942
Agus Setiadi (Terj.)
GPU – Cet. 21, April 2011
240 hal.
Untuk usia 8 tahun ke atas

Liburan kali ini, Julian, Dick dan Anne tidak bisa berlibur dengan orang tua mereka yang sudah punya rencana sendiri. Sempat bingung apa yang akan dilakukan ketiga anak ini selama mereka pergi, tapi tiba-tiba ayah mereka ingat dengan adiknya yang memiliki sebuah puri di Kirrin. Maka diputuskanlah mereka bertiga akan menghabiskan liburan mereka bersama  Paman Quentin, Bibi Fanny dan Georgina – saudara sepupu mereka yang belum pernah mereka temui.

Semangat menyambut liburan, hari yang dinantikan tiba. Mereka berangkat ke Kirrin. Tempatnya dekat dengan sebuah teluk yang nantinya jadi tempat piknik favorit mereka. Untuk ketiga anak ini, pada mulanya Georgina adalah anak yang aneh dan sombong. Dia tidak mau dipanggil Georgina, tapi George, dan dia benci jadi anak perempuan yang katanya cengeng dan penakut.

Tapi, lambat laun, mereka berempat jadi akrab. Bahkan George berbagi rahasia yang ia miliki dan mengajak ketiga sepupunya ke sebuah pulau miliknya.

Dan dari sinilah petualangan dimulai. Ada orang lain yang mengincar pulau milik George ini. Karena diperkirakan ada harta karun yang terpendam, yang ada di kapal yang karam di dasar laut dekat pulau tersebut.

Inilah awal kisah petualangan Lima Sekawan yang rasanya jadi kisah paling happening (at least waktu dulu gue kecil ya). Senang rasanya bernostalgia membaca buku Lima Sekawan ini. Biar pun udah dicetak beberapa kali dengan cover baru, tapi ilustrasi masih tetap ‘jadul’, celana cutbray plus t-shirt ketat.

Kalau sekarang dibaca ulang, rasanya ada yang rada-rada aneh. Misalnya nih, ayah Julian, Dick dan Anne kan adiknya Profesor Quentin, tapi koq ya mereka gak pernah ketemu dengan sepupunya? Terus, gue jadi sebel dengan orang tua mereka bertiga, udah tau anak-anak libur, koq bikin acara sendiri, terus pake acara bingung anak-anaknya mau dititipkan di mana. Ide untuk berlibur di Kirrin kan, baru  muncul di nyarisi di detik-detik terakhir.

Tapi ya, lupakan itu… jangan pusing-pusing dengan detail-detail itu, nikmati aja petualangan Lima Sekawan ini, berkhayal kembali ke masa lalu… saat-saat gue pun suka berkhayal pengen bisa sekali-sekali berpetualang seperti mereka… menikmati piknik asyik dengan menu sandwich, limun jahe dan biskuit.

Posting ini dibuat untuk diikutsertakan dalam:



Monday, June 10, 2013

Melbourne: Rewind




Melbourne: Rewind
Winna Efendi @ 2013
Gagas Media – Cet. I, 2013
328 Hal.

CLBK memang suka bikin galau. Apalagi kalau pas pisah, semua serba ‘nanggung’, ada yang marah, gak ada kata perpisahan yang resmi atau ada yang masih nunggu tapi gengsi untuk ngomong #eh…jadi curcol.

Ini tentang Max dan Laura. Mereka berdua ini dulu pernah pacaran. Cara mereka pacaran simple aja – nongkrong di kedai kopi favorit, jalan-jalan ke pantai atau cuma dulu baca buku di apartemen, atau bahkan yang rada ‘sadis’, mereka berdua suka film horror – semakin berdarah semakin seru.

Max ini tergila-gila pada cahaya. Sampai akhirnya, ia kuliah dan dan bekerja sebagai designer cahaya di konser-konser. Mereka berdua berkenalan ketika kuliah di The University of Melbourne, gara-gara Max ‘mengambil’ walkman milik Laura.

Akhirnya, mereka berdua sering ngopi bareng, sama-sama nyaman, sampai akhirnya terlontarlah kata-kata “Let’s do this together, just the two of us, for the rest of our lives.” So simple… but to the point…

Tapi.. seperti yang udah keliatan dari awal.. akhirnya mereka berpisah.. dan ketika ketemu lagi, jadi pada galau, apakah mereka akan tetap berteman, atau akan mencoba lagi atas apa yang dulu sempat terputus.

Kalau sebelumnya, gue rada kurang ‘bersahabat’ dengan tulisan Winna Efendi, kali ini, gue menikmati cerita di buku ini. Buat gue, romantisme dalam buku ini gak berlebihan, bukan yang bikin orang jadi ‘termehek-mehek’, tapi, menggambarkan dua orang yang apa adanya, yang berusaha jadi diri sendiri. Gue suka dengan tokoh Max dan Laura. Mereka punya dunia sendiri, tapi gak membuat yang lain merasa tersisih atau dicuekin.

Selain memanjakan diri dengan berkhayal ada di Melbourne, judul tiap bab yang mengambil judul sebuah lagu, bikin gue jadi pengen tau, kaya’ apa sih lagu-lagunya. Tampaknya playlist-nya keren-keren.

Fiksi Mini dari Judul Buku

Ada aja 'keriaan' di WA group-nya BBI, dan selalu aja 'memunculkan' hasil-hasil yang kreatif dan keren. Salah satunya, di suatu malam heboh bikin fiksi mini dari judul buku yang ada di timbunan. Sayang, gue gak sempet ikutan pas waktu itu. 
Dan pas weekend kemarin, gue memandangi buku-buku di rak gue dan mencoba ikut 'merangkai' judul-judul buku yang ada.

Inilah hasilnya:

Eva Luna: The Angel at No. 33

Melbourne, A Corner of the Universe


Senyum.... Klik!

Sang Pencerah Going Solo Finding Srimulat

Nineteen Minutes before I die, I've Got Your Number (ckckckc... tragis!)





Paris, Autumn Once More

After dark, the Night Circus crossed

Di Serambi Makkah, Poirot melacak Sepuluh Anak Negro

Mary Poppins opens the Door, Liesl and Po Dance... Dance.. Dance...

He Loves Me Not... He Loves Me.... *speechless*.... Forget about It!

Anak Sejuta Bintang rindu pulang (ke) Rumah di Seribu Ombak

Friday, June 07, 2013

Milkweed




Milkweed
Jerry Spinelli @2003
Laurel-Leaf Books – September 2005
208 hal.
Untuk anak 10 tahun ke atas

Ia adalah seorang bocah laki-laki, sebatang kara, anak jalanan, yang tiba-tiba saja muncul di jalanan Warsaw. Anak yatim piatu, tak mengenal siapa orang tuanya, bahkan tak tahu namanya sendiri siapa. Satu-satu penghubung ke masa lalu yang tak ia ingat itu adalah kalung yang katanya pemberian ayahnya. Ia mencuri untuk bertahan hidup. Anak yang polos dan penurut. Ia akan mengikuti apa yang dikatakan orang lain.

Suatu hari, ia berlari setelah mencuri sepotong roti. Ia bertemu dengan Uri, anak jalanan lainnya. Oleh Uri, ia diperkenalkan dengan anak-anak yang lain, diberi nama Misha Pildsuski. Ia menolak dibilang orang Yahudi, katanya ia adalah orang Gypsy. Kepolosannya sering jadi bahan olok-olokan yang lain. Tapi, Misha baik hati. Selain untuk dirinya sendiri, roti yang ia curi, ia berikan juga kepada anak-anak di panti asuhan.

Ia terkagum-kagum dengan tentara Jerman yang gagah. Bersepatu boots yang mengkilap. Bahkan ia ingin, suatu hari nanti ia menjadi salah satu dari orang-orang bersepatu boots mengkilap itu.

Suatu hari ia berkenalan dengan Janina, gadis kecil keturunan Yahudi. Mereka pun jadi berteman akrab. Ketika para keturunan Yahudi pindah ke sebuah kamp, Misha pun secara ‘tak langsung ‘ ikut pindah, menetap bersama keluarga Janina. Misha dan Janina sering keluar di malam hari, mencuri makanan dari sebuah bar milik Jerman. Padahal malam hari sangatlah berbahaya, terutama bagi orang-orang Yahudi tersebut.

Tapi, Misha tetaplah anak laki-laki polos. Bagi dirinya, ketika tentara Jerman minta orang-orang Yahudi berbaris, itu adalah saatnya menunjukkan diri bahwa ia anak yang sehat. Ia tak peduli bahaya, selama ia hati-hati, ia yakin semua akan baik-baik saja.

Kalau suka dengan The Boy in Stripped Pajamas atau The Book Thief, buku ini bisa jadi salah satu bacaan lagi kalau pengen baca yang bernuasa sejenis, masa-masa Holocaust. Di Milkweed, Jerry Spinelli mengambil sudut pandang dari anak-anak kecil yang terlantar karena Perang Dunia I, semua nyari mencuri karena makanan tak ada. Untuk urusan sandang, mereka mencuri dari mayat-mayat yang tergeletak di pinggir jalan. Gue malah membayangkan jalanan di sana bagai kota mati. Orang-orang dewasa cenderung pasrah – ini gue lihat dari sikap ibu Janina, Mrs. Milgrom, yang berdiam diri, berbaring sepanjang hari sampai akhirnya meninggal dunia. Atau, sebagian juga lebih memilih bersikap sinis, atau justru percaya, ketika mereka dibawa ke kamp pengungsian, kehidupan mereka akan lebih baik.

Anak-anak, mereka tahu hidup mereka susah, tapi tetap aja mereka seolah gak takut sama apa pun. Seperti Misha, yang justru seneng banget tinggal di barbershop, mencuri roti atau permen. Tetap bangga mengaku sebagai Gypsy, meskipun akhirnya ia sadar, terkadang lebih baik menjadi orang biasa-biasa saja, tanpa label keturunan siapa atau apa.

Di awal cerita, gue sempat rada ‘terganggu’ dengan Misha yang tanpa identitas ini. Siapa teman-temannya sebelum Uri and the gank? Dari mana sebenarnya dia berasal? Kenapa dia begitu ‘bodoh’ dan ‘polos’nya? Tapi, seiring berjalannya cerita, ya sudahlah, lupakan Misha yang no identity ini, terimalah Misha justru sebagai anak yang pemberani dan baik hati.


Posting ini dibuat untuk diikutsertakan dalam:

Wednesday, June 05, 2013

Wishful Wednesday 34







Besok libur ‘kejepit’ tapi tetap lumayan lah… ada libur di tengah-tengah minggu, biar bisa rehat sejenak dari hectic-nya kerjaan kantor. Enak kali ya, bikin wishful Wednesday sambil berkhayal pengen liburan ke mana gitu…

Ada beberapa buku keluaran Gagas Media yang mengambil judul nama-nama tempat yang bikin ‘ngiler’. Tempat-tempat ini adalah bagian dari seri Setiap Tempat Punya Cerita. Masih berbau-bau romance, sih tampaknya, tapi, ya, setiap baca buku yang mengambil setting di tempat-tempat keren ini, gue jadi berkhayal – mudah-mudahan suatu hari bisa sampai di salah satu tempat ini. Kadang gue suka iseng-iseng browsing, yah… traveling via dunia maya dulu lah sebelum ke tempat yang benerannya.

via GagasMedia
Di dalam seri ini judul-judul yang sudah terbit adalah Paris (Prisca Primasari), Bangkok (Moemoe Rizal) Roma (Robbi Wijaya) dan yang baru aja terbit - Melbourne (Winna Effendi). Baru ‘Paris’ yang sudah gue baca. Di dalam tiap buku, ada souvenir postcard yang cantik.



Bukune juga menerbitkan buku dengan tema yang sama. Tapi, menurut gue cover-nya lebih keren dibandingkan dengan yang dari Gagas Media.

Semoga aja, Vabyo juga ikut ambil bagian di seri ini, nulis novel dari hasil jalan-jalannya ke Inggris beberapa waktu yang lalu. Atau @amrazing mungkin …

Atau setelah seri luar negeri, ada seri kota-kota di Indonesia-nya?



Yuk... yang juga mau ikutan Wishful Wednesday, ini rules-nya ya:

  1. Silakan follow blog Books To Share – atau tambahkan di blogroll/link blogmu =)
  2. Buat posting mengenai buku-buku (boleh lebih dari 1) yang jadi inceran kalian minggu ini, mulai dari yang bakal segera dibeli, sampai yang paling mustahil dan hanya sebatas mimpi. Oya, sertakan juga alasan kenapa buku itu masuk dalam wishlist kalian ya!
  3. Tinggalkan link postingan Wishful Wednesday kalian di Mr. Linky (klik saja tombol Mr. Linky di bagian bawah post). Kalau mau, silakan tambahkan button Wishful Wednesday di posting kalian.
  4. Mari saling berkunjung ke sesama blogger yang sudah ikut share wishlistnya di hari Rabu =)
 

Tuesday, June 04, 2013

Harry Potter and the Order of Phoenix




Harry Potter and the Order of Phoenix (Harry Potter dan Ordo Phoenix)
JK Rowling
Listiana Srisanti (Terj.)
GPU – 2004
1200 hal.
Untuk anak 12 tahun ke atas


Akhir tahun ke empat di Hogwarts bagi Harry membawa kepada suasana yang semakin membuat tidak nyaman. Ia tahu bahwa Lord Voldemort sudah kembali dan mulai mengumpulkan para abdi setianya yang tergabung dalam Pelahap Maut. Tapi, nyatanya tak semua orang percaya akan hal ini.

Penjagaan terhadap diri Harry juga semakin diperketat. Harry dijemput oleh beberapa penyihir untuk kemudian dibawa ke Grimauld Place No. 12, tempat kediaman keluarga Black. Di sana sudah menunggu Sirius Black, keluarga Weasley dan Hermione. Grimauld Place No. 12 menjadi markas sebuah perkumpulan rahasia bernama Ordo Phoenix. Ordo Phoenix menjadi ‘wadah’ bagi para penyihir yang menentang Lord Voldemort.

Kembali ke Hogwarts, juga menjadi tidak menyenangkan. Selain banyak bisik-bisik miring tentang Harry Potter, Harry juga ‘sebal’ karena ketidakacuhan Dumbledore. Padahal banyak yang ingin dibagi Harry kepada kepala sekolah Hogwarts itu.

Tentuu saja, ada kursi kosong untuk mata pelajaran Pertahanan Terhadap Ilmu Hitam. Kali ini posisi tersebut diisi oleh sosok perempuan, yang hmm… sebenarnya sih ‘imut-imut’ karena suka dengan yang serba pink… pokoknya girly abis… meskipun ehem.. tidak didukung dengan raut wajah yang imut-imut juga… tapi… ketika dia mulai bertindak, berbicara, sosok Dolores Umbridge menjadi sangat menyebalkan – pengen rasanya ‘memites-mites’ Dolores Umbridge ini.

Sosok Dolores Umbridge membuat stress seisi Hogwarts – kecuali para penghuni asrama Syltherine yang senang melihat orang lain menderita. Profesor Umbridge gemar membuat peraturan yang membatasi gerak-gerik para murid, gayanya yang mendayu-dayu seolah tanpa dosa itu bener-bener pengen minta ‘ditonjok’ (astaga.. gue jadi ikut emosi). Belum lagi penilaian terhadap guru-guru – yang gak cocok siap-siap hengkang dari Hogwarts.

Nah, karena murid-murid tidak mendapatkan pelajaran Pertahanan Terhadap Ilmu Hitam yang ‘sepatutnya’, Hermione memprakarsai terbentuknya Laskar Dumbledore. Dan, yang akan mengajar tak lain adalah Harry Potter. Karena kata Hermione, siapa lagi yang paling jagoan, yang paling sering ‘praktek’ dan yang pernah berhadapan dengan Lord Voldermort sendiri?

Puncaknya adalah kaburnya para tahanan dari Azkaban, mereka ini adalah Pelahap Maut yang akan segera bergabung dengan tuan mereka tercinta. Salah satunya adalah Bellatrix Lestrange, sepupu Sirius Black, adik dari Narcissa Malfoy. Sosok psikopat di dalam buku ini menurut gue.

Nuansa buku Harry Potter semakin suram dan gelap. Didukung pula dengan ketebalan buku yang membuat Harry Potter masuk ke dalam kategori buku bantal. Harry dan teman-teman jadi ikutan stress, emosi. Dan gara-gara emosi ini, Harry bahkan sempat diadili di Kementrian Sihir. Belum lagi tekanan menghadapi ujian OWL.

Bagian terkeren dalam buku ini menurut gue adalah saat Laskar Dumbledore belajar Patronus, ‘kabur’nya Fred dan George Weasley dari sekolah dan memutuskan untuk segera membuka toko lelucon mereka dan tentu saja ‘pertempuran’ Harry dan teman-temannya di suatu malam di Kementerian Sihir, melawan para Pelahap Maut, untuk merebut sebuah bola Kristal berisi Ramalan yang menyangkut Harry Potter dan Lord Voldemort. Meskipun lagi-lagi, ada kematian yang kembali mempengaruhi Harry Potter, karena korbannya adalah orang terdekat Harry sendiri.

Yang baru di buku ini, tentu saja Dolores Umbridge. Lalu, Luna Lovegood, gadis dari Ravenclaw yang aneh. Harry Potter dan teman-temannya juga sempat berkunjung ke Rumah Sakit St. Mungo, rumah sakitnya para penyihir. Di sini mereka bertemu dengan Neville Longbottom yang sedang mengunjungi orang tuanya.

Beberapa rahasia masa lalu mulai terbuka sedikit-sedikit. Tokoh Severus Snape yang menyebalkan, malah membuat gue jadi simpati dan merasa sebal dengan James Potter yang ‘diagung-agungkan’ sebagai penyihir yang baik itu.

O  ya.. gak ketinggalan dong... acara kencan Harry Potter dan Cho Chang yang 'ga-tot' itu... duh.. duh.. Harry... jangan cepet emosian ya... peka dikit sama perasaan perempuan.. hihihi...


Posting ini dibuat untuk diikutsertakan dalam:


Event Hotter Potter yang dihost oleh Surga Buku
 

lemari bukuku Template by Ipietoon Cute Blog Design and Bukit Gambang