Friday, September 28, 2012

The Tokyo Zodiac Murders


The Tokyo Zodiac Murders (Pembunuhan Zodiak Tokyo)
Soji Shimada @ 1987
Barokah Ruziati (Terj.)
GPU – Cet. 2, Agustus 2012
360  hal.
(Gramedia Pondok Indah Mall)

Pembunuhan berantai terjadi di Tokyo pada tahun 1936. Diawali dengan kematian seorang seniman bernama Heikichi Umezawa, yang ditemukan tewas di studionya sendiri. Lalu, diikuti dengan kematian anak-anak dan keponakan Umezawa – yang semuanya perempuan. Lebih sadisnya lagi, tubuh mereka termutilasi.

Di dalam studio Umezawa ditemukan sebuah catatan yang merinci sebuah pembuatan patung yang jika diteliti berdasarkan potongan-potongan tubuh dari para perempuan yang tewas.

Berbagai spekulasi dan teori bermunculan. Ditambah lagi bahwa dalam catatan-catatan itu juga merinci dari segi astrologi para korban, unsur-unsur kimia berdasarkan astrologi, di mana mereka harus dikuburkan dan di mana patung yang disebut Azoth itu harus diletakkan. Dari setiap korban, si pembunuh mengambil potongan tubuh yang paling sempurna.

Singkat kata, segala teori itu akan membuat sebuah karya yang mengerikan. Mungkin orang akan mengatakan ini sebuah karya yang gila, karya orang yang kerasukan setan dan dipengaruhi hal-hal gaib.

Dan selama 40 tahun, misteri pembunuhan yang mengguncangkan ini tak bisa dipecahkan. Sampai seorang perempuan bernama Mrs. Iida datang kepada Kiyoshi Mitarai dan membawa sebuah catatan penting dari seorang perwira polisi, yang tak lain adalah ayah Mrs. Iida.

Kiyoshi Mitarai, seorang astrolog, peramal nasib sekaligus detektif yang ‘nyeleneh’. Gayanya cuek. Punya teori dan pengamatan sendiri. Sebal kalau dibandingkan dengan Sherlock Holmes oleh sahabatnya, Kazumi Ishioka. Ishioak ini tergila-gila sama cerita misteri, bahkan dia yang dengan semangat bercerita sama Mitarai tentang Pembunuhan Zodiak Tokyo, sementara Mitarai ogah-ogahan mendengarkannya.  Sikapnya yang aneh ini kadang membuat sahabatnya ini geleng-geleng kepala. Dengan gayanya yang spontan dan terkadang mirip orang gila ini, Mitarai berhasil melihat detail-detail yang luput dari pengamatan polisi selama 40 tahun.

Kali kedua gue membaca kisah pembunuhan yang ditulis oleh penulis Jepang dan dua-duanya sadisssss…. Yang pertama adalah Out – di mana daging korban diiris tipis-tipis seperti sashimi (untuk gak bikin jadi il-fil makan sashimi) dan kali ini korban dimutilasi. Harus gue akui, bahwa si pembunuh ini cerdas. Gimana gak, dengan hati-hati ia mengikuti isi surat yang ditinggalkan Umezawa dan gak ada yang tahu siapa pelakunya selama 40 tahun.

Kalau aja kita mau mengikuti pola pikir a la detektif, semua fakta sudah dijelaskan dengan rinci oleh penulis. Bahkan, di tengah-tengah cerita, penulis mengajak pembaca untuk sama-sama menebak siapa pembunuhnya.

Yah, sempat sih agak bingung dengan segala penjelasan tentang astrologi itu. Karena penasaran, gue sempat mencoba mengamati pola-pola yang muncul, berdasarkan ilustrasi dari Ishioka, tapi lama-lama gue nyerah… mending baca aja dengan sabar.. hehehe… 

O ya.. gue suka covernya... Putih bersih, dengan tulisan dan gambar merah. Gak penuh detail-detail, simple tapi benar-benar pas sama ceritanya.

Kiyoshi Mitarai – resmi menjadi salah satu detektif favorit gue. Semoga aja cerita Detektif Mitarai yang lain juga diterjemahkan sama Gramedia.

Wednesday, September 26, 2012

Wednesday Wishful 8



Pengen baca buku klasik, tapi takut keburu ngantuk di tengah jalan. Yang udah-udah sih gitu… liat aja nasib Wuthering Heights, Pride & Prejudice atau beberapa buku lain yang belum berhasil gue tuntaskan. Jadi, harus dicari cara, gimana gue bisa buku klasik tanpa kendala. Sekarang banyak cerita-cerita klasik yang dikemas dengan lebih menarik, gak hanya kalimat panjang yang mungkin buat sebagian orang membosankan, tapi dengan ilustrasi yang cantik.

Buana Ilmu Publishing mengeluarkan seri Dongeng Sepanjang Masa. Ada Dongeng untuk Putra Tersayang, Dongeng untuk Liburan, Dongeng tentang Binatang, dan yang menarik nih… ada Dongeng Karya Grimm Bersaudara, Dongeng Karya Hans Christian Andersen dan Dongeng Karya Charles Dickens. 






 Wah, langsung buku-buku ini masuk ke dalam daftar wishlist. Buat anak-anak cocok, buat orang dewasa juga ok koq.

Ini nih, sebagian beberapa ilustrasi dari buku Dongeng Karya Charles Dickens




Mau ikutan Wishful Wednesday juga, seperti biasa rules-nya:
  1. Silakan follow blog Books To Share – atau tambahkan di blogroll/link blogmu =)
  2. Buat posting mengenai buku-buku (boleh lebih dari 1) yang jadi inceran kalian minggu ini, mulai dari yang bakal segera dibeli, sampai yang paling mustahil dan hanya sebatas mimpi. Oya, sertakan juga alasan kenapa buku itu masuk dalam wishlist kalian ya!
  3. Tinggalkan link postingan Wishful Wednesday kalian di Mr. Linky (klik saja tombol Mr. Linky di bagian bawah post). Kalau mau, silakan tambahkan button Wishful Wednesday di posting kalian.
  4. Mari saling berkunjung ke sesama blogger yang sudah ikut share wishlistnya di hari Rabu =)

Monday, September 24, 2012

Rufus M



Rufus M
Eleanor Estes @ 1943
Odyssey – 2001
235 hal.
(Pinjam dari Reading Walk)

Well.. ini adalah kisah tentang anak kecil yang kocak, sok tau dan pantang menyerah tapi tetap lucu. Apa yang dia mau, maka ia akan berjuang supaya tercapai.

Namanya Rufus Moffat, tapi si Rufus ini terbiasa menuliskan namanya hanya Rufus M. Dia adalah anak terkecil dari 4 bersaudara Moffat. Ada aja akalnya yang bisa bikin gue jadi senyam-senyum gemes saat membaca kisah Rufus ini. Ini adalah buku ketiga dari kisah Moffat bersaudara ini.

Baca aja gimana usaha Rufus biar bisa minjem buku di perpustakaan, biar harus bolak-balik, tapi Rufus tetap gigih berjuang sampai akhirnya si pustakawati luluh.

Semua begitu simple di mata Rufus. Di tengah-tengah suasana Perang Dunia I, Rufus tetap ceria bersama kakak-kakaknya. Di sekolah, setiap anak wajib merajut handuk untuk para prajurit yang akan pergi ke medan perang. Dan saat melepas kepergian prajurit itu di stasiun kereta api, Rufus bersikeras untuk menyampaikan sendiri handuk hasil buatannya itu ke salah satu prajurit. 



Salah satu ilustrasi - via Collecting Children's Books

Siapa yang gak bakal jatuh cinta dengan tokoh yang menggemaskan seperti ini?

Ini adalah salah satu buku klasik. Mungkin gak banyak pembaca di Indonesia yang mengenal Eleanor Estes ini. Karena kalo ngeliat di Goodreads, yang kasih review pembaca dari luar semua. Yah, gue sendiri baru tau setelah baca buku ini. Rufus M ini mendapatkan penghargaan Newberry Honor. Buku lain beliau, selain seri The Moffats (The Moffats, The Middle Moffat dan The Moffat Museum) adalah Ginger Pye (yang meraih medali Newberry), Pinky Pye, The Witch Family, The Hundred Dresses dan Miranda the Great.

Ide The Moffat Museum keren juga ya… hehehe.. ini cocok untuk para melakolis yang selalu sayang sama barang-barang yang ‘dianggap’ punya nilai sejarah dan kenangan.

Kira-kira adakah penerbit di Indonesia yang mau menerjemahkan buku-buku Elanor Estes?

Pinjam buku? Kenapa gak...


Saya, sebenarnya (dulu) termasuk yang rada ‘alergi’ dengan yang namanya pinjam-meminjam buku. Ini gara-gara ‘trauma’ masa lalu, ketika buku-buku saya dipinjam sama saudara atau teman-teman, seringnya justru gak balik lagi. Dan, salahnya nih, saya suka gak enakan untuk ingetin ke mereka kalo buku saya masih di mereka. Atau kadang-kadang, ketika dikembalikan, bukunya ada yang kelipetlah cover-nya atau jadi agak kotor. Well, kalau untuk urusan buku, saya termasuk ‘perfeksionis’. Jadilah, saya juga agak malas untuk meminjam buku ke teman yang lain, takutnya mereka juga pengen pinjam balik buku saya.

Kalau dulu sih, mungkin gak masalah kali ya, kalau setiap ada buku baru dan bagus, langsung beli entah 2 atau 3 buku sekaligus. Gak mikir kalau ada pengeluaran lain. Tapi sekarang, setelah punya anak, pengeluaran rada dipilah-pilah. Beli buku juga gak sembarangan ikut apa kata orang bagus atau yang lagi jadi trend. Yah, selain berhemat, juga karena lebih selektif aja dalam milih buku. Lagipula sekarang harga buku semakin ‘aduhai’…

Ada beberapa cara untuk mensiasatinya, misalnya dengan book-swap – tapi ini pun kalau yang diajak tukeran cocok dengan buku yang kita punya. Cara lain adalah dengan pinjam. ‘Bertemu’ dengan teman-teman di BBI, membuat saya lebih ‘berani’ untuk merelakan buku saya melalang buana. Karena, namanya pecinta buku, pastinya mereka juga akan menjaga buku-buku saya dengan baik, karena mereka juga gak mau dong bukunya diperlakukan sembarang sama yang pinjam.

Tapi, kalau masih gak ‘percaya’ juga sama orang, sekarang ada fasilitas untuk meminjam buku tanpa kita harus kasih pinjaman ke orang lain juga. Misalnya melalui Reading Walk. Di sini kita bisa pinjam buku secara online. Tinggal dipilih-pilih buku mana yang mau kita pinjam, dan pihak Reading Walk yang akan mengantarkan buku-buku tersebut sampai ke tempat. Kalau udah selesai baca, mereka yang akan ambil. Simple kan? Cuma, untuk saat ini, Reading Walk baru beroperasi di Jakarta.

Reading Walk ini dibentuk karena kesukaan pendirinya (salah satunya Mbak Yasmin) akan bacaan, tapi kadang kalau beli buku suka gak yakin apakah buku itu akan cocok dengan mereka atau tidak. Dan juga karena kemacetan yang makin lama, makin menggila ini, bikin mereka inginnya beli buku tapi gak perlu repot-repot ke toko buku.

Koleksi bukunya juga beragam – ada klasik, chicklit, thriller, cerita anak-anak, non fiksi, komik. Baik yang terjemahan, bahasa Indonesia asli, atau bahasa Inggris.

Ada yang namanya Paket Easy Reading, di mana kita bisa meminjam buku dalam jumlah tak terbatas sesuai dengan kategori dan periode yang kita inginkan. Yang penting, kalau kita memilih paket ini, bebas ongkos kirim. Ada yang salah satu paketnya bisa mengantarkan maksimal 24 buku dalam sekali antar!
 
Dan kalau kita mau, kita juga bisa menintipkan buku-buku kita untuk disewakan melalui Reading Walk. Tentu saja ada share yang akan kita terima untuk setiap buku kita yang dipinjam. Hehehe.. untuk yang merasa buku-buku di rumah udah gak ada tempat, ini bisa jadi alternatif, lho.. lumayan, bikin rumah jadi rada ‘lega’, sekaligus nabung.

Mudah-mudahan, ke depannya, buku di Reading Walks semakin beragam dan jangkauan wilayahnya semakin luas.

Wednesday, September 19, 2012

Fahrenheit 451



Fahrenheit 451
Ray Bradbury @ 1951
Simon & Schuster – May 2012
158 hal.
(Times Bookstore Plaza Semanggi)

 Guy Montag adalah seorang ‘fireman’  - tapi fungsi ‘fireman’ dalam cerita ini , bukan membantu memadamkan kebakaran, justru mereka ‘membuat’ kebakaran. Layaknya cerita-cerita genre dytopia yang sudah gue baca, selalu ada kebijakan-kebijakan yang mengekang rakyat agar pikiran mereka tidak ‘dicemari’ hal-hal yang bisa menentang pemerintahan. Contohnya dengan melarang adanya buku-buku yang isinya tidak sesuai dengan program pemerintah. Dalam buku ini, setiap orang yang memiliki buku, rumah mereka akan segera didatangi, rumah beserta isinya dibakar dan pemilik rumah itu tentu saja akan mendapatkan hukuman yang berat.

Awalnya Guy Montag tidak merasa ada yang salah dengan pekerjaannya. Yah, sebagai ‘pelayan’ pemerintah, tentu saja ia harus mengikuti segala peraturan yang berlaku. Tapi, suatu  hari, ia bertemu dengan tetangga barunya, seorang gadis bernama Clariesse. Clariesse ini orangnya santai, berbeda dengan orang lain yang kebanyakan Guy temui. Clariesse bercerita tentang hal-hal sepele yang sudah tak lagi jadi perhatian orang. Bagiamana semua orang sekarang terburu-buru, kalau mengendarai mobil harus ngebut. Orang tak sempat lagi memerhatikan kupu-kupu di taman, sekedar iseng bermain hujan, duduk-duduk sambil bercengkerama. Maka itu, hampir di tiap rumah, gak ada tuh yang namanya teras. Orang jadi lebih akrab dengan televisi.

Guy mulai risau, ditambah lagi, istrinya, Mildred mencoba bunuh diri dengan menelan obat tidur. Meski berhasil diselamatkan, Mildred sama sekali tidak ingat akan peristiwa itu. Clariesse pun tiba-tiba menghilang begitu saja. Guy curiga bahwa Clariesse sengaja ‘dilenyapkan’. Guy juga harus menyaksikan seorang wanita yang rela dibakar bersama buku-bukunya daripada harus menjalani hukuman di luar. Akhirnya, Guy pun ‘membelot’. Ia menyelamatkan beberapa buku dan mencoba membacanya. Guy juga berusaha mencari orang-orang yang masih menyimpan buku-buku lain. Guy akhirnya jadi buronan polisi dan proses penangkapan dirinya disiarkan di televisi nasional (hmmm jadi inget siaran di salah satu televisi swasta).

Wah, entah kenapa saat membaca buku ini, gue merasa ‘gelisah’. Mungkin karena nuansa  buku ini yang gelap. Ini pertama kalinya gue membaca buku genre dystopian tanpa ada embel-embel cerita romance di dalamnya.

Apa yang gue rasakan saat membaca buku ini adalah seperti ‘kosong’. Sama mungkin dengan para tokoh yang jiwanya ‘kosong’, gak kenal lagi yang namanya bahagia. Semua statis.

Bener ya, membaca buku kadang-kadang mempengaruhi mood. Jadilah saat membaca buku ini, gue selain gelisah, jadi rada-rada ‘depresi’. Hehehe.. sorry, deh, kalo rada berlebihan kali ya.. 

Melihat dari daftar karya-karya Ray Bradbury, beliau ini termasuk penulis yang produktif. Mulai dari novel, cerpen, karya non-fiksi, skenario untuk teater dan film televisi.

Tuesday, September 18, 2012

Underground



Underground
nulisbuku.com - 2010
385 hal.
(pinjam dari Reading Walk)

Jaman-jaman MTV baru muncul di Indonesia, pastinya punya deh VJ idola – sebuh saja Sarah Sechan, Nadya Hutagalung, Jamie Aditya, Rahul Khana, Mike Kaseem… Saat-saat di mana gue mengorbankan jam tidur siang gue demi nonton MTV Unplugged. (oopss.. ketauan banget gue ini dari angkatan berapa.. hehehe…) Mulai rada ke belakang, VJ dari Indonesia banyak beredar di MTV – seperti Shanty, Daniel Mananta and so on.. yah, semakin bertambah usia, gue gak lagi ‘mantengin’ MTV. Pengen banget rasanya bisa cas-cis-cus bahasa Inggris seperti mereka, dengan gayanya yang santai dan keren. Belum lagi, ketemu sama artis-artis mancanegara. Sempet beberapa kali kirim request.. tapi, hiks… gak pernah diputer.. ikutan quiz apa lagi… gak pernah beruntung.

Berkisah tentang kehidupan pada VJ Underground – yah, sejenis MTV gitu. Berlokasi di Amerika. Para VJ-nya antara lain ada Liv, Stefan, Claire, Heather, Gavin, Jared dan lain-lain. Tentang keseharian kehidupan para VJ yang tampak gemerlap itu. Keliling dunia untuk meliput acara-acara musik, party di klub, kegiatan siaran di studio – baik secara live maupun tapping. Tak ketinggalan kehidupan percintaan di antara para VJ ini. Mereka ini juga termasuk selebriti yang kerap masuk dalam tabloid gosip. 

Meskipun peran di dalam buku ini tampak merata, tapi rasanya tokoh utama dalam buku ini adalah Liv dan Stefan. Mereka berdua ini sudah berteman sejak lama, sampai akhirnya menyadari bahwa mereka saling mencintai. Tapi, saat hubungan mereka sudah berubah status – dari pertemanan jadi kekasih – semua jadi tampak berbeda. Stefan jadi lebih posesif dan Liv jadi sensitif saat ruang geraknya dibatasi. 

Selain tentang masalah percintaan Liv dan Stefan, tokoh lain juga kebagian ‘masalah’. Sebut saja Claire yang sempat OD, Heather yang ketakutan karena mengira dirinya hamil, atau Jared yang sempat selingkuh. 

Yang menarik di sini adalah meskipun mereka dekat dengan dunia hura-hura, tapi mereka ini pintar-pintar. Claire dan Liv belajar musik klasik, Claire main biola, Liv belajar piano. Pendidikan formal mereka tak dilupakan. Selain itu, Stefan juga mengembangkan usaha online promotion. Lalu, ada Shareef dan Aaliyah yang digambarkan sebagai satu keluarga bahagia, meskipun sempat terbentur sedikit masalah. Satu lagi yang mungkin ‘langka’ (untuk ukuran Amerika, lho…) adalah Liv yang tetap mempertahankan ‘virginity’-nya sampai ia menikah nanti.

Buku ini full dengan percakapan atau ocehan, bahasanya santai. Tulisannya kecil-kecil. Perpindahan satu cerita ke cerita lain kadang gak  nyambung. Rada ganggu sih, selesai siaran.. tau-tau pindah ke klub, tau-tau pindah ke apartemen – dengan tokoh yang berbeda. Gue sempat ketuker antara Aaliyah dan Alisha. Terus, misalnya si VJ-VJ itu lagi tugas off air, gak diceritakan dengan lebih detail gimana suka duka mereka saat itu. Cuma cerita singkat, abis itu selesai dan pindah ke cerita lain lagi. 

Akhirnya kesampaian baca buku Ika Natassa yang satu ini. Beberapa kali membaca buku mbak satu ini, selalu bertebaran kalimat-kalimat berbahasa Inggris yang canggih. Bahkan gue sempat menulis di salah satu review gue, kenapa gak sekalian aja sih bikin buku bahasa Inggris? Well.. ternyata gue yang telat. Buku yang ditulis waktu Ika Natassa berusia 19 tahun ini, memang gak beredar di toko buku, tapi bisa didapatkan melalui situs nulisbuku.com. First draft-nya dibuat tahun 1997, dan baru jadi dalam  bentuk buku tahun 2010.

Monday, September 17, 2012

Beat the Reaper



Beat the Reaper (Menaklukkan Maut)
Josh Bazell @ 2009
Putri Dewi MR (Terj.)
Penerbit Esensi - 2012
341 hal.
(buntelan dari Penerbit Esensi)

Siapa sangka kalau seorang dokter seperti dr. Peter Brown mempunyai masa lalu yang kelam? Peter Brown memiliki nama Pietro Brnwa. Ia adalah seorang pembunuh berdarah dingin yang secara tidak langsung bergabung dalam kelompok mafia. Awal ia menjadi seorang pembunuh dipicu oleh tewasnya kakek dan neneknya oleh dua orang pemuda. Setelah ditelusuri, dua pemuda ini harus melakukan pembunuhan agar bisa bergabung dengan kelompok mafia.

‘Keberhasilan’ pertama Pietro membunuh orang membuat ia direkrut oleh David Locano, ayah teman sekolahnya sahabatnya, Skinflick. Tapi, pada akhirnya justru Skinflick berbalik menjadi musuh yang ingin melenyapkan Pietro.

Titik balik Pietro adalah saat ia bertemu Magdalena dan jatuh cinta. Magdalena membuat nafsu membunuh Pietro lenyap. Tapi sayangnya, kehidupan dalam dunia mafia penuh dengan dendam.

Pietro pun mengubah identitasnya menjadi Peter Brown dan masuk ke dalam perlindungan saksi.

Tapi, seorang pasien ternyata mengetahui identitas aslinya, Peter pun kembali diburu oleh sahabat lamanya.

Ketika membaca sinopsis di bagian cover belakang, gue sempet berpikir akan menemukan cerita yang penuh ketegangan, intrik-intrik di dalam dunia mafia. Tapi mungkin karena gaya bahasa si Peter yang cuek ini, gue jadi gak terlalu tegang or deg-degan gimana gitu…

Yang menarik adalah sejarah kehidupan Peter, yang dibesarkan oleh kakek dan neneknya. Pertemuan kakek-nenek Peter yang ‘romantis’ di tengah-tengah hutan saat orang-orang Yahudi pada diburu untuk dibuang ke Auschwitz. Peter bahkan sempet jalan-jalan ke Polandia, nyari orang yang menjual informasi sehingga kakek-nenek Peter ini tertangkap.

Dan, oh no, kalo gue ketemu dokter kaya’ Peter, gue bakalan parno abis, karena cueknya sih Peter ini juga bikin dia jadi kadang seenaknya menangani pasien.

Banyak istilah-istilah kedokteran di buku ini, ada glossary-nya. Tapi, hehehe, gue males bolak-balik ngeliat ke bagian belakang. Lebih enak kalo dijadiin footnote aja kali ya. Biar gak ribet. Satu lagi nih, gak terlalu suka dengan cover versi terjemahan ini.

Oh ya, katanya nih, bakalan dibikin serialnya, dan bakalan melibatkan Leonardo DiCaprio. Ehem…

Friday, September 14, 2012

Kastil Es dan Air Mancur yang Berdansa



Kastil Es dan Air Mancur yang Berdansa
Prisca Primasari @ 2012
Gagas Media – Cet. I, 2012
292 hal
(Gramedia Plasa Semanggi)

Florence melarikan diri dari rumah gara-gara gak mau dipertemukan dengan lelaki yang akan dikenalkan dengan dirinya itu. Yah, kata orang tuanya sih hanya perkenalan, tapi bukan gak mungkin mengarah ke yang namanya perjodohan.

Di Stasiun SaintLazare, Paris, Florence menemukan seorang pria yang dengan baiknya memberikan tas baru yang masih dalam bungkus untuk Florence. Yup, lagi lari-lari heboh, tas Florence putus. Nama pria itu adalah Vinter Vernalae. Pria dengan wajah muram dan tangan penuh bekas guratan.

Sebagai gantinya, Florence mau diajak Vinter ke rumah temannya bernama Zima di Honfleur. Florence harus tampil dalam sebuah pentas mini di rumah Zima. Zima ini juga pria yang gak kalah aneh. Punya nama sesuai dengan musim, seperti Four Seasons-nya Vivaldi. Zima juga adalah orang yang sulit untuk puas akan sesuatu. Karena penyakit yang dideritanya, ia tak bisa lagi menikmati pertunjukan seni di luar. Maka itu, ia selalu mengundang seniman ke rumahnya. Tapi, kalau mereka tampil jelek, mereka tidak akan dibayar.

Yah, singkat kata, sih, mungkin ketebak ya, gimana jalan cerita antara Vinter dan Florence… hehehe..

Florence dan Vinter sama-sama suka karya klasik. Florence ini gadis serba bisa, baca puisi oke, ngelukis jago apalagi main piano. Sedangnya keahlian Vinter lebih unik lagi, yaitu pemahat es. Sesuai banget sama nama dan karakternya yang dingin.

Tapi, kalo dipikir-pikir, koq kesannya Florence ini lugu banget ya? Mau aja gitu diajak-ajak sama orang yang baru dikenal dan ke tempat orang yang belum dikenal pula. Padahal, dia punya pengalaman buruk sama laki-laki.

Dan, buat gue karakter yang mencuri perhatian adalah Zima. Si pria pemarah dan aneh, tapi sebenarnya dia baik hati. Seorang pecinta seni, makanya dia marah banget kalo ada yang tampil asal-asalan. Di rumahnya, dia punya panggung mini, lengkap dengan kostum dan properti lainnya.

Tapi, apa juga coba yang membuat gue akhirnya tertarik untuk beli dan baca novel ini? Pertama, tentu saja cover-nya yang cantik itu, membuat jiwa romantis gue muncul.. hehehe.. Kedua, gue pernah membaca buku karya Prisca Primasari yang berjudul Éclair dan gue suka karena tokohnya yang gak biasa. Tokohnya bukan orang Indonesia dan settingnya waktu itu di Rusia. Kali ini setting-nya di Perancis. Dan kalo aja gue gak liat tanggal yang ada di awal bab, gue bakal mengira waktunya ada di abad 19. Soalnya, meskipun di Perancis, bukan mengambil Paris sebagai kota utama. Jadi gak berasa modern-nya.

Inilah yang membuat gue suka sama buku cantik ini.

Monday, September 10, 2012

Kala Kali



Kãla Kãli
Gagas Media
512 hal
(Gramedia Plasa Semanggi)

Cerita pertama – tulisan dari Vabyo – Ramalan dari Desa Emas:

Tentang seorang gadis bernama Keni Arladi, seorang gadis yang memilih menyepi untuk merayakan ulang tahunnya. Ia pergi ke Desa Sawarna. Selama ini, ia tinggal dengan neneknya. Nenek Keni membawanya tinggal bersamanya, demi menyelamatkan dirinya dari pertengkaran orang tua Keni yang ‘brutal’.

Di Desa Sawarna ini, Keni bertemu dengan anak laki-laki misterius yang meramalkan bahwa ia akan meninggal sebelum usianya yang ke 18. Nah.. kan dia mau ulang tahun yang ke 18… berarti…. Harus siap-siap dong?

Jadilah Keni parno berkepanjangan, tapi, entah kenapa setiap dia menceritakan masalah ini sama orang lain, orang lain itu yang dapat musibah, seolah dapat tumbal.

Cerita kedua – tulisan Windy Ariestanty – Bukan Cerita Cinta:

Tentang pria bernama Bumi, seorang editor yang selalu setia mendengar keluh-kesah Akshara tentang laki-laki yang ia cintai, bernama Bima. Tapi, Bumi selalu sini dengan yang namanya Bima ini, karena pertama, Bima ini seolah hanya ‘nama’, keberadaannya antara ada dan tiada. Satu kali ia muncul di acara peluncurana buku Akhsara, Bumi langsung bertanya, apakah Bima sudah pernah membaca buku Akshara.

Lalu, ada seorang perempuan, teman Akshara bernama Komang, yang kerap dipanggil Koma. Koma ini akhirnya menjalin hubungan dengan Bumi.

Tapi, sebenarnya sih, diam-diam, tanpa disadari Bumi jatuh cinta sama Akshara.

-----

Tentang ceritanya satu per satu. Kalo mau jujur, gue lebih bisa menikmati cerita yang pertama, mungkin karena bahasanya yang lebih akrab dibandingkan dengan cerita yang kedua. Cerita pertama juga lebih santai, karena diselipkan humor-humor, tapi ehmm.. kadang-kadang jadi lebay sih.

Cerita kedua sangat serius menurut gue, lebih kaku, ditambah lagi dengan tokoh-tokohnya yang resmi. Gue jadi rada-rada bingung menangkap cerita kedua ini.

Gue selalu berharap ‘lebih’ sama penulis yang buku sebelumnya pernah gue baca dan gue suka. Gue pernah membaca Kedai 1001 Mimpi dan Life Traveler, dan gue suka dua buku ini. Tapi mungkin, setelah baca Kãla Kãli, gue lebih memilih seandainya mereka berdua nulis non-fiksi aja kali ya…

Ini kali pertama gue membaca buku ‘Gagas Duet’. Dan dalam bayangan gue nih, yang namanya duet – ada satu cerita dengan di mana penulisnya berganti-gantian menulisnya. Misalnya bab 1 si penulis A, nah bab 2 si penulis B yang dapet giliran. Ada ada dua cerita, tapi saling ‘nyambung’ gitu lho.

Tapi, di buku ini (entah di buku Gagas Duet lainnya), cerita rada gak nyambung. Tokoh yang sama sekali berlainan, cerita yang juga berbeda. Satu santai, satu serius banget. Eh, tapi mungkin persepsi gue beda kali ya sama penerbit yang bersangkutan.

Yang gue suka, ada foto-fotonya, meskipun gak berwarna, gue ‘yakin’ aslinya bagus.

Satu lagi yang ganggu menurut gue adalah cover-nya. Bukan karena desain atau ilustrasi covernya, ini sih keren. Tapi, formatnya yang bentuk amplop itu lho. Yah, oke lah unik. Tapi, ribet saat lagi baca. Udah gitu, gue termasuk orang yang sebel kalo ujung-ujung cover itu terlipat. Nah, kalo model covernya begini, gimana mau disampul coba? *emosi*

Thursday, September 06, 2012

Gadis Kretek



Gadis Kretek
Ratih Kumala @ 2012
GPU – Cet. I, Maret 2012
275 hal
(Pinjem sama Om Tan)

Boss besar Kretek Djagad Raja sedang sekarat. Dalam keadaan ‘ngelindur’, Pak Raja malah menyebutkan nama seorang perempuan yang karuan membuat istrinya berang dan cemburu. Jeng Yah – demikian nama perempuan itu. Ketiga anak laki-laki mereka pun bertanya-tanya, siapakah Jeng Yah? Bertanya pada ibu mereka sama saja memicu pertengkaran, karena ibunya berkata “Jangan berani-berani menyebut nama perempuan itu!” Waduh…

Maka, Tegar, Karim dan Lebas pun mencari informasi tentang siapakah sosok Jeng Yah itu. Bergulirlah sebuah kisah di balik kesuksesan Kretek Djagad Raja.

Diawali dengan persaingan antara Soedjagad dan Idroes Moeria di masa perang kemerdekaan. Kala itu jaman serba susah. Pada dasarnya Soedjagad dan Idroes ini berteman sejak kecil. Tapi, persaingan diam-diam dalam memperebutkan seorang gadis bernama Roemisa, membuat mereka akhirnya menjauh. Syarat untuk bisa mendapatkan hati sang gadis adalah harus bisa baca-tulis. Sebuah syarat yang berat kala itu.

Awalnya Idroes-lah yang mulai dengan usaha kretek ini. Tapi, selalu saja tak selang berapa lama, muncul kretek sama produksi Soedjagad, entah dengan nama yang berbeda, atau kemasan yang nyaris sama. Tak ketinggalan pula slogan yang menarik hati para konsumen. Tentu saja Idroes gemas. Meskipun ia berhasil memenangkan ‘hati’ Roemisa, tapi tetap saja tak membuat Soedjagad menyerah. Puncaknya adalah ketika tiba-tiba Idroes menghilang kala masa pendudukan Jepang. Nyaris saja Roemisa jatuh ke pelukan Soedjagad.

Persaingan terus berlanjut bahkan sampai pasangan ini memiliki anak perempuan bernama Jeng Yah. Tapi selalu saja, Idroes selalu selangkah lebih maju. Kretek Gadis-lah yang membuat Idroes semakin sukses. Saat itu, seorang pemuda bernama Soeraja tengah dekat dengan Jeng Yah. Pemuda yang tak jelas asal-usulnya ini membuat Jeng Yah jatuh cinta. Mereka nyaris menikah, tapi sayang, peristiwa G30S/PKI membuat rencana mereka berantakan. Soeraja pun menghilang, Kretek Gadis juga sempat mengalami masa koma.

Dan… bagian yang lucu adalah saat pembaca rahasia luka di wajah Soedjagad terbuka apa penyebabnya. Dan terbongkar pula sebuah rahasia lain, yang membuat ketiga anak laki-laki Soedjagad justru merasa bersalah.

Wah, sebuah usaha yang sangat sederhana, melahirkan perusahaan kretek yang kemudian jadi nomer 1. Cover novel ini bisa membuat pembaca bertanya-tanya, siapakah si Gadis Kretek? Si Gadis yang tengah memegang rokok (yang kalo di iklan rokok aja kan gak boleh keliatan ada rokoknya… CMIIW). Tapi, gue suka cover-nya, tampak klasik.

Pembaca juga diberi ‘pengetahuan’ tentang segala sesuatu tentang kretek, mulai dari cara memilih tembakau dan cengkeh, sejarah kretek, bahan pembungkus kretek, plus resep rahasia yang membuat kretek itu jadi ‘enak’.

Tak hanya itu, Soedjagad juga mengajarkan pada anak tertuanya, bagaimana seharusnya seorang pemimpin itu bersikap, bahwa banyak yang menggantungkan hidup pada pabrik kretek mereka. Para buruh bukan hanya pekerja, tapi juga keluarga mereka.

Tapi, kenapa gue merasa porsi si Gadis Kretek ini terlalu singkat ya? Justru begitu panjang kisah cinta Idroes dan Roemisa, plus cerita tentang persaingan Idroes dan Soedjagad.

Wednesday, September 05, 2012

Wishful Wednesday (7)



Ikutan Wishful Wednesday lagi.. kadang-kadang bingung juga ya, milih-milih buku yang mau masuk ‘wishlist’ Hehehe.. kebanyakan soalnya.

Kali ini gue memilih 1984 – George Orwell. Astrid udah duluan masukin ini ke Wishful Wednesday-nya. Katanya, beliau ini adalah ‘suhu’ dystopian novel. Nah, sebagai ‘fans baru’ dari genre ini, rasanya akan lebih afdol kalo baca 1984 ini.


Written in 1948, 1984 was George Orwell's chilling prophecy about the future. And while 1984 has come and gone, Orwell's narrative is timelier than ever. 1984 presents a startling and haunting vision of the world, so powerful that it is completely convincing from start to finish. No one can deny the power of this novel, its hold on the imaginations of multiple generations of readers, or the resiliency of its admonitions a legacy that seems only to grow with the passage of time.

Mau ikutan Wishful Wednesday juga, seperti biasa rules-nya:

  1. Silakan follow blog Books To Share – atau tambahkan di blogroll/link blogmu =)
  2. Buat posting mengenai buku-buku (boleh lebih dari 1) yang jadi inceran kalian minggu ini, mulai dari yang bakal segera dibeli, sampai yang paling mustahil dan hanya sebatas mimpi. Oya, sertakan juga alasan kenapa buku itu masuk dalam wishlist kalian ya!
  3. Tinggalkan link postingan Wishful Wednesday kalian di Mr. Linky (klik saja tombol Mr. Linky di bagian bawah post). Kalau mau, silakan tambahkan button Wishful Wednesday di posting kalian.
  4. Mari saling berkunjung ke sesama blogger yang sudah ikut share wishlistnya di hari Rabu =)
 

lemari bukuku Template by Ipietoon Cute Blog Design and Bukit Gambang