Thursday, May 31, 2012

Garis Batas



Garis Batas
GPU – April 2011
510 hal
(Hadiah #GPU100 dari @Gramedia)


untuk Mama di surga tanpa batas

Halaman persembahan dengan kalimat yang membuat gue terharu. Betapa besar cinta seorang Ibu, mendoakan anaknya yang berada di negeri ‘antah-berantah’.

Jika di Selimut Debu, Agustinus Wibowo berkunjung ke Afganistan, sebuah negara yang rawan dengan ‘ranjau’. Di Garis Batas, ia menjelajah negeri-negeri Asia Tengah yang dulu bersatu di bawah naungan Uni Soviet – sebut saja Tajikistan, Kirgizstan, Kazakhstan, Uzbekistan dan Turkmenistan.

Dulu, kalau ngeliat atlas, ngeliat Uni Soviet itu besarrrr banget. Rasanya mungkin menghabiskan setengah halaman dari atlas itu sendiri. Berada di dua benua – Eropa dan Asia (inget kalo dulu ada salah satu pertanyaan kalo ulangan: sebutkan negara yang berada di Eurosia?) Negeri yang dingin – itu yang ada di benak gue – dingin dalam arti cuaca, tapi juga orang-orangnya (berdasarkan pengamatan di foto atau ngeliat di film). Udah gitu, ini negara kaya’nya jagoan banget kalo pas Olimpiade.

Tapi apa iya, setelah mereka masih hidup ‘makmur’ setelah Uni Soviet terpecah dan menjadi negara-negara kecil. Apa iya mereka masih ‘sekuat’ dulu?

Setelah terpecah-pecah, mereka yang dulunya hidup dalam satu negara besar kini menetapkan otoritasnya masing-masing, menentukan batas-batas negara mereka dengan birokrasi yang ribet dan penuh dengan korupsi.

Gue gak akan membahas negara-negara yang dikunjungi Agustinus Wibowo ini satu per satu. Tapi secara garis besar, negara-negara ini hidup dalam kesusahan. Korupsi merajalela, para pria kebanyakan kongkow-kongkow di warung minuman dan mabuk, malas bekerja.

Dari segi fisik sih, perempuannya cantik-cantik, laki-laki juga ganteng… tapi ya itu, ternyata si cowok-cowok ini kebanyakan ‘pemalas’. Meski mengaku beragama Islam, terkadang mereka sama sekali gak merasa perlu sholat atau baca Al-Qur’an. Bahkan mereka gak tau arti syahadat. Bahkan saat Idul Fitri pun tak terasa kalau hari itu adalah hari yang istimewa.

Sejarah yang hebat menjadi latar belakang yang menarik dari negara-negara ini. Keriuhan di pasar-pasar mungkin jadi gambaran perdagangan Jalur Sutera. 


Yang menarik adalah negara terakhir – Turkmenistan. Hehehehe.. aduh terus terang ya, gue ngikik geli baca bagian ini. Membayangkan betapa narsisnya sang pemimpin. OMG … bahkan saat nulis ini pun gue senyum-senyum geli. Gimana gak narsis… Patung emasnya berdiri tegak dan dapat berputar! Foto-nya di mana-mana, tari-tarian, lagu-lagu dan segala puja-puji bagi sang Turkmenbashi. Bahkan ada kitabnya sendiri yang mungkin posisinya lebih tinggi daripada kitab suci. Aduh..duh..duh.. Foto di depan patung jadi salah satu tempat yang wajib untuk para pengantin baru.

Memang sih, dibandingkan dengan Tajikistan, Kirgizstan, Kazakhstan dan Uzbekistan,  Turkmenistan bisa dibilang lebih ‘makmur’. Pendidikan gratis, gedung-gedung megah dengan air mancur, jalanan mulus. Pemandangan yang menyilaukan mata. Tapi, eitss.. tunggu dulu… itu di tengah kota. Coba melongok sedikit ke bagian belakang gedung, masih ada juga pemukiman kumuh.
O ya.. yang ‘unik’ lagi adalah perbatasan antara di mana satu bangunan rumah bisa berada di dua negara. Yang tinggal di rumah itu, bisa makan dan tidur di Negara yang berbeda. Perbatasannya hanyalah sebuah gang kecil yang sepertinya gampang banget ‘diselundupi’.

Ternyata ya, sebuah Negara yang selama ini bersatu, begitu terpisah-pisah oleh garis batas langsung berubah drastis segala aspek kehidupannya. Dan yang tadinya rukun, tiba-tiba bisa saling menjelekka dan merasa dirinya lebih baik daripada yang lain.

O ya, selain bercerita tentang keluh kesah, pengalaman selama perjalanan, di buku ini, Agustinus Wibowo juga bercerita tentang kisah pribadinya menjadi warga keturunan Cina di Indonesia. Tentang diskrimninasi yang ia dan keluarganya alami.

Tau gak sih, kalo baca Selimut Debu dan Garis Batas, hehehe.. kadang gue kasian sama Agustinus Wibowo ini… abis kadang sepertinya menderita banget.. entah karena nyaris ditangkep polisi, ‘diperas’, ditinggal sama mobil angkutan, udah gitu, kalo pun di mobil, jangan bayangkan itu mobil travel yang oke, tapi truk atau bis yang desek-desekan, kadang mogok dan harus ikutan dorong. Belum lagi, pengalamannya naik keledai… Uang pas-pasan, tidur di warung-warung.. belum lagi ngurus perijinan yang ribet.

Tapi, mungkin semua itu terbayar dengan pengalaman yang pastinya belum semua orang mau menjalaninya.

Tuesday, May 29, 2012

The House of Silk



The House of Silk
Anthony Horowitz @ 2011
Mulholland Books
339 pages
(Kinokuniya Plaza Senayan)

Inilah perkenalan pertama gue dengan sosok Sherlock Holmes, detektif legendaris ciptaan Sir Arthur Conan Doyle. Bersamaan dengan Sherlock Quest yang diadakan oleh @bacaklasik, gue pun tergoda untuk mencari tahu seperti apa sih ‘keren’nya Sherlock Holmes ini. Semoga gak salah ya, kalo gue mulai berkenalan justru bukan dari bukunya Doyle, tapi dari karya Anthony Horowitz.

Sosok detektif yang ‘canggih’ selama ini yang gue kenal hanyalah Hercule Poirot. Sosoknya yang pendek dengan kepala bulat telur dan berkumis tipis. Kalau Sherlock Holmes gue hanya tau gaya berpakaiannya yang khas, dan tak ketinggalan pipa yang bertengger di bibirnya.

Tak ketinggalan sahabat Holmes yang setia, Dr. Watson, yang menulis kisah-kisah penyelidikan Holmes. Kepiawaian Holmes sangat membantu kepolisian Inggris dalam menyelesaikan beberapa kasus. Di awal buku ini, Dr. Watson memberikan pengantar, kenangannya akan sosok Holmes – yang sempat membuat gue terharu. Hiks…

Buku ini diawali dengan kedatangan seorang art dealer ke kediaman Holmes di 221 Baker Street. Pria itu bernama Edmund Carstairs, yang mengaku diikuti oleh seorang pria misterius sejak kepulangannya dari Amerika. Di jaman itu, sekitar tahun 1890an, sering terjadi perampokan di kereta api. Tak terkecuali, kereta yang membawa benda seni yang berharga milik Edmund dan rekannya. Untungnya perampokan itu dapat digagalkan, dan kelompok perampok itu berhasil diringkus. Tapi, ada satu yang lolos dan menyebar teror untuk membalas kematian saudara kembarnya. Sosok inilah yang diyakini Edmund sebagai penguntitnya – yang diperkirakan sebagai salah satu anggota The Flat Cap.

Awalnya, Holmes sempat menganggap kasus ini sebagai kasus sepele, sampai terjadinya pembunuhan.. tak hanya satu, tapi dua kasus pembunuhan. Holmes merasa bersalah, akhirnya terjun total dalam kasus ini. Kasus yang pada akhirnya nyari membuat Holmes mendekam dalam penjara karena tuduhan pembunuhan.

Kasus ini berkembang jadi jauh… pembunuhan berkembang jadi perdagangan opium illegal, lalu tentang sebuah rumah misterius bernama ‘The House of Silk’.

Awalnya gue sempet be-te, koq jadi ngelantur kemana-mana begini kasusnya. Tentang misteri penguntit Edmund dan kematian pria misterius yang awalnya terjadi, sempat lama gak disinggung-singgung. Justru Holmes berkutat pada kematian informan cilik yang seorang anak jalanan – ini yang bikin Holmes merasa bersalah. Gue sempat merasa koq kasus selanjutnya seperti mengada-ada, atau dipanjang-panjangin aja.

Tapi, karena Sherlock Holmes ini ‘canggih’, gue jadi mengaibaikan segala keluhan gue di atas. Holmes seperti bisa ‘menelanjangi’ seseorang meskipun baru sekali bertemu. Dia bisa tau latar belakang pendidikannya apa, orang itu abis ngapain. Fakta sedetail, dan sekecil apa pun tak luput dari pengamatan beliau ini.Endingnya, tetap mengejutkan, dan bikin gue jadi kagum sama Sherlock Holmes, sama seperti gue kagum dengan kecerdikan Hercule Poirot.

Meskipun cara bicaranya masih penuh basa-basi, sopan-santun, tapi buat gue, cara Holmes berbicara terkesan santai, tapi tetap misterius. Sosok yang tak kalah misterius, adalah Mycroft Holmes, yang tak lain adalah saudara kandung Sherlock.

The House of Silk karya Anthony Horowitz ini adalah buku pertama yang disetujui oleh Conan Doyle Estate – sebuah yayasan yang memegang hak cipta atas karya-karya Sir Arthur Conan Doyle.

Wednesday, May 23, 2012

I am Number Four



I am Number Four
Pittacus Lore @ 2010
Nur Aini (Terj.)
Mizan – Cet. I, Januari 2011
493 hal
(via surgabuku’s clearance sale)


Sembilan orang anak dilarikan dari Planet Lorien ketika planet mereka diserang oleh kaum Mogadorian. Masing-masing anak ditemani oleh pendamping mereka. Sebelum meninggalkan Planet Lorien, mereka diberi mantra, sehingga kaum Mogadorian yang kejam tidak bisa membunuh mereka, kecuali secara berurutan. Jika salah satu dari mereka berhasil dibunuh, akan timbul bekas luka di kaki mereka.

Tiga guratan sudah menandai kaki John Smith – si Nomor Empat. Ini artinya para kau Mogadorian kini mengincar dirinya. Selama 10 tahun hidup di Bumi, John Smith – ini nama terbarunya, hidup berpindah-pindah tempat bersama pendampingnya, Henri. Mereka selalu berganti identitas dan nyaris tak pernah lama berada di satu kota. Sembilan anak itu disebut Garde dan para pendamping disebut Cêpan.

Planet Mogadorian menyerang Planet Lorien untuk mendapatkan sumber kehidupan baru. Planet Lorien kaya dengan berbagai sumber alam. Dan setelah Planet Lorien hancur, selain memburu kesembilan anak itu, para Mogadorian juga mengincar planet Bumi sebagai sumber kehidupan baru.

Di Bumi, para Garde dan Cêpan berbaur dengan manusia. Sebisa mungkin menghindar kontak yang terlalu dekat, jangan sampai punya foto. Mereka tersebar di seluruh penjuru bumi. Karena jika mereka berkumpul, mantra itu akan pudar. Di Bumi mereka juga mengasah kekuatan mereka yang disebut Pusaka. Pusaka itu akan berguna untuk berperang melawan Mogadorian dan kembali ke Planet Lorien.

Dengan dirinya yang kini menjadi target, John Smith benar-benar harus ekstra hati-hati. Tempat persinggahan mereka kali ini adalah sebuah kota kecil di Ohio bernama Paradise. Tak disangka-sangka, di kota ini John jatuh cinta dengan gadis bernama Sarah Hart dan ini justru membuat keinginannya untuk berjuang semakin kuat. Ia tak ingin lari dan sembunyi lagi. Di kota ini juga, mereka tahu bahwa para Mogadorian semakin dekat. Tapi, dengan Pusaka yang ia miliki, John pun semakin siap untuk berjuang.

Duh, ini buku ternyata keren ya… Alien tak harus berwajah buruk dengan jumlah mata yang tak normal, kepala besar, mulut aneh… Alien di sini ganteng… :D Dan seperti manusia, mereka juga bisa terluka meskipun mereka bisa sembuh dengan cepat dengan adanya batu penyembuh. Mereka juga punya hati dan bisa jatuh cinta.

Gue rada gak setuju kalo cerita ini dibilang ‘The Next Twilight Saga’. Meskipun ada unsur romance-nya, I am Number Four tidak menitikberatkan pada cerita cinta-cintaanya. Gue lebih ngeliat cerita ini sebagai cerita ‘super hero’. Tokohnya juga gak ‘menye-menye’. Tapi, hmm.. emang tetap aja sih, gue meleleh saat membaca bagian perpisahan John dengan Sarah. 


Yang menarik lagi adalah penulisnya yang ‘misterius’ – Pittacus Lore – yang disebut sebagai Tetua di Planet Lorien. Saat Planet Lorien dalam keadaan genting, para Tetua berkumpul, tapi tak ada yang tahu bagaimana keadaan mereka – di mana mereka, apakah mereka masih hidup.

Dan salah satu Tetua, Pittacus Lore, mengisahkan cerita ini (katanya) agar kita sebagai manusia waspada – keenam anak yang tersisa, para Mogadorian, mungkin saja salah satu di antara kita – yang mungkin saja tetangga, teman sekerja, orang yang lagi mondar-mandir, yang bisa jadi lagi ngeliat gue nulis review ini … hehehe.. bahkan menurut penuturan Pittacus Lore, banyak tokoh dunia berasal dari Planet Lorien.

Benda keren yang ada di dalam buku ini adalah Peti Loric. Saat terburu-buru pindah dan ‘ngungsi’ ke tempat lain, Peti Loric satu-satunya benda yang gak boleh ketinggalan. Peti berukir dan terkunci. Hanya bisa dibuka bersama-sama oleh Grande dan Cêpan, bisa dibuka oleh satu orang saja jika salah satu di antara mereka sudah tewas. Di dalam Peti Loric ini tersimpan batu-batu kecil yang bisa membentuk jadi sistem tata surya Planet Lorien, selain itu juga ada batu-batu penyembuh.

Penasaran pengen baca kelanjutannya… pengen cari film-nya juga ah…

Friday, May 18, 2012

Perkara Mengirim Senja



Perkara Mengirim Senja
Valiant Budi Yogi, Jia Effendi, M. Aan Mansyur, Lala Bohang, Putra Perdana, Sundea , Faiza Reza, Utami Diah, Mudin Em, Maradila Syachrida, Arnellis, Feby Indirani, Rita Achdris @ 2012
Lala Bohang (ilustrasi)
Penerbit Serambi - 2012
188 hal

Buku Perkara Mengirim Senja ini ditulis sebagai ‘tribute’ untuk Seno Gumira Adjidarma. Pertama gue mengenal karya beliau, waktu gue tiba-tiba melihat ada buku yang judulnya koq romantis banget – Senja untuk Pacarku. Akhirnya gue pun mendapatkan buku ini dari pacar gue :D (tapi gak dapet potongan senjanya… hehehe..)

Oke.. pertama baca… gak ngerti… tapi, cerpen Senja untuk Pacarku bisa bikin gue pengen baca buku SGA yang lain, akhirnya, gue pun membaca Negeri Senja. Cerita yang aneh menurut gue, tentang negeri yang dipimpin seorang perempuan (eh.. bener gak ya? Rada lupa nih), terus negerinya itu seperti selalu tertutup debu dan kabut. Cukup bisa dinikmati meskipun tetap aneh. Selanjutnya, meskipun gue membaca buku-buku beliau yang lain… tetap.. gak nyambung.. hehehehe…

Nah, saat Jia Effendi bolak-balik ‘promo’ di twitter-nya, mau gak mau gue pun tertarik. Seperti apa ke 14 penulis ini menginterpretasikan ulang karya-karya SGA. Awalnya sih, gue berharap akan membaca cerita yang lebih ‘segar’, yang lebih mudah dicerna untuk orang yang mungkin gak nangkep sama cerita-ceritanya SGA. Tapi.. awwww.. ternyata gak juga. Cerpen-cerpen dalam buku ada beberapa yang masih tetap ‘rumit’.

Valiant Budi Yogi (Vabyo) yang kalo baca bukunya atau twitter-nya rada ‘tengil’, suka becanda, di cerita Gadis Kembang jadi serius.

Jia Effendi menulis Perkara Mengirim Senja, tentang telemarketing senja. Cerpen ini cukup menggelitik gue. Hehehe.. kalo biasanya telemarketing nawarin kartu kredit, KTA – nah di sini senja yang dijual. Berminat?

Cerpen dengan judul terpanjang di buku ini – Selepas Membaca Sebuah Pertanyaan untuk Cinta, Alina menulis Dua Cerita Pendek Sambil Membayangkan Lelaki Bajingan yang Baru Meninggalkannya – jadi salah satu favorit gue. Dua cerpen – satu tentang suami yang bikin celana dalam besi untuk istrinya (hehehe.. gue jadi inget film Robin Hood: Men in Tights)  dan satu lagi tentang suami yang istrinya baru meninggal. 

Satu lagi yang jadi favorit gue adalah Empat Manusia – Faiza Reza – tentang cinta segi empat.

Sedangkan, Kirana Ketinggalan Kereta (Maradia Syahrida), adalah sebuah cerita yang berakhir ‘tragis’.

Yang unik dan juga menarik adalah Gadis Tidak Bernama (Theoresia Runthe), Guru Omong Kosong (Arnelis) dan Satu Sepatu, Dua Kecoak (Sundea).

Ma’af untuk cerpen Kuman (Lala Bohang), Ulang (Putra Perdana), Akulah Pendukungmu (Sundea), Saputangan Merah (Utami Diah K.), Senja dalam Pertemuan (Mudin Em), Surat ke-93 (Feby Indirani) dan Bahasa Sunyi (Rita Achdris)… karena gue gak (terlalu) mengerti dengan cerpen-cerpen ini. *peace*

Sebagian besar cerpen bercerita tentang perselingkuhan dan bernuansa muram. Dan sayangnya, gak semua penulis mencantumkan cerita SGA yang mana inspirasi untuk cerpen mereka. Mungkin kalo ada kata-kata ‘senja’, udah bisa hampir dipastikan kalo cerpen itu adalah interpertasi ulang dari ‘Sepotong Senja untuk Pacarku’, tapi kalo yang gak ada, bikin bingung. Karena mungkin pembaca buku ini belum tentu semuanya udah baca-baca buku SGA. Kalau pun udah baca, belum tentu hafal semua tokoh atau cerita-cerita SGA kan? *IMHO*

Ya sekianlah ‘pendapat’ gue tentang buku Perkara Mengirim Senja. Tapi ya… gara-gara baca buku ini, terpikir untuk mengumpulkan foto senja. Tapi sayang… untuk sementara senja yang gue liat terbatas pada senja di kantor dan di rumah aja .. :D

Wednesday, May 16, 2012

The Tiger Rising



The Tiger Rising (Sang Harimau)
Kate DiCamillo @ 2001
M. Raras Rumanti (Terj.)
GPU – April 2005
148 hal.
(via @winnaeffendi’s clearance sale)

Setelah ibunya meninggal, Rob Horton dan ayahnya pindah ke Florida. Mereka berdua berusaha melupakan kesedihan karena kematian perempuan yang sangat dicintai itu. Bahkan untuk menyebut namanya pun seakan suatu hal yang tabu. Ayah Rob bekerja di sebuah hotel, di sanalah mereka berdua tinggal. Sebuah hotel bernama Kentucky Star, hotel kecil dan kumuh.

Menjadi anak baru bukanlah hal yang menyenangkan untuk Rob. Di sekolah, ia sering di’bully’ oleh teman-temannya. Terlebih lagi, ia punya penyakit di kakinya, ruam-ruam yang membuat orang merasa takut tertular.  Tapi, meski begitu, Rob pasrah aja diperlakukan semena-mena oleh teman-temannya.

Suatu hari, di sekolah Rob kedatangan anak baru, perempuan, bernama Sistine Bailey. Sistine juga diperlakukan sama seperti Rob. Jadi bulan-bulanan kenakalan anak-anak lainnya. Bedanya, Sistine berani untuk melawan mereka.

Akhirnya, mereka pun berteman. Dan berbagi rahasia tentang seekor harimau yang ditemukan Rob di hutan – yang ternyata milik Beauchamp, pemilik hotel Kentucky Star. Mereka berdua bertekad untuk membebaskan harimau itu.

Yah, karena baru baca The Magician’s Elephant, mau gak mau gue jadi membandingkan The Tiger Rising – yang buat gue kurang ‘rame’. Meskipun sama-sama bercerita tentang anak yang sendirian, tapi punya tekad kuat. Mungkin karena The Magician’s Elephant didukung dengan ilustrasi yang keren, yang bikin gue lebih menikmati buku itu.

O ya.. dari empat buku Kate DiCamillo yang gue baca, selalu ada tokoh binatangnya (baru ngeh). Tinggal mencari Because of Winn Dixie nih…

Friday, May 11, 2012

The Magician’s Elephant



The Magician’s Elephant (Gajah Sang Penyihir)
YokoTanaka (illustrator)
Dini Pandia (Terj.)
GPU – September 2009
152 hal.
(via bukumoo123)

Peter Augustus Duchene, bisa dibilang sebatang kara. Ia tinggal dengan seorang mantan tentara tua yang masih ‘tergila-gila’ dengan masa kejayaannya sebagai seorang prajurit. Peter sering diminta untuk berlatih  baris-berbaris, dan dengan pasrah, Peter menuruti kehendak Vilna Lutz.

O ya… kenapa Peter tinggal bersama pria tua itu, karena orang tua Peter sudah meninggal. Ayah Peter adalah teman Vilna Lutz, ia meninggal di medan perang. Ibunya meninggal saat melahirkan adik Peter. Dan menurut Vilna Lutz, adik Peter ini meninggal saat dilahirkan. Tapi, entah kenapa, Peter tak percaya.

Suatu hari, saat Peter disuruh untuk membeli ikan dan roti, ia melihat ada tenda peramal. Dan dengan uang yang diberikan untuk membeli ikan dan roti itu, ia nekat memasuki tenda peramal. Ia bukan bertanya tentang keberuntungan atau masa depannya sendiri, ia hanya bertanya, tentang adiknya, apakah ia masih hidup atau sudah meninggal.

Jawaban sang peramal, Peter disuruh untuk mengikuti seekor gajah. Karena sang gajah lah yang akan menuntunnya pada jawaban itu. Lah, mau nyari ke mana itu gajah? Karena di kota tempat Peter tinggal tidak ada gajah.

Saat yang sama, digelar pertunjukan sulap di gedung theater. Maksud hati mau memunculkan bunga dari dalam topi, tapi koq malah gajah yang jatuh dari atap tenda. Kacau-balau semua jadinya. Si nyonya yang mau dapet bunga, malah cacat ketimpa gajah, si pesulap di penjara, si gajah juga ditangkap, dirantai, si polisi yang nangkep pesulap kasian sama gajah, si Peter penasaran pengen liat si gajah.

Wah, para tokoh-tokoh di sini, awalnya mungkin kelihatan gak berhubungan, punya masalah sendiri-sendiri, tapi justru semuanya ini ‘bersatu’ dan pada akhirnya yang membuat Peter menemukan jawabannya.


 Di kota Baltese tempat Peter tinggal ini, sepertinya gajah adalah binatang yang langka. Orang-orang sampe penasaran, gajah jadi ‘trending topic’. Di pasar, di acara-acara sosialita, hanya gajah yang jadi pembicaraan. Malahan, salah satu bangsawan di kota itu, pengen gajah itu ada di rumahnya, biar si bangsawan ikut jadi pusat perhatian.

Nuansa cerita ini suram, semakin diperkuat oleh ilustrasinya. Tapi, buat gue, cerita ini bagus meskipun sederhana. Dan, di tengah cerita yang suram ini, tetap bisa bikin tersenyum geli. Semua tokoh punya sisi suram, even si gajah yang rindu kampung halamannya di Afrika sana.

Wednesday, May 09, 2012

Danny the Champion of the World



Danny the Champion of the World (Danny si Juara Dunia)
Roald Dahl @ 1977
Quentin Blake (illustrator)
Poppy Damayanti Chusfani (Terj.)
GPU – Cet. II, Januari 2010
248 hal.
(Jembatan penyeberangan Semanggi)

Ah.. senangnya dalam waktu yang berdekatan, gue menemukan dua buku Roald Dahl yang tergolong ‘langka’ ini – dengan harga yang sangat ‘bersahabat’. Dan yang gak diduga-duga, waktu lagi jalan di jembatan penyeberangan, ada yang jual buku-buku murah (hmmm.. biasanya bajakan sih), dan tiba-tiba gue melihat buku ini. Gue buka, dan ternyata buka bajakan. Happy…. Langsung aja gue beli…

Kali ini bercerita tentang Danny yang tinggal hanya berdua dengan ayahnya di dalam sebuah caravan. Ibu Danny sudah meninggal saat Danny masih bayi. Ayahnya mempunyai sebuah bengkel kecil. Kehidupan mereka sederhana, tapi mereka tak pernah merasa kekurangan.

Bagi Danny, ayahnya adalah segalanya. Setiap malam, ayah kerap membacakan dongeng sebelum tidur. Pokoknya ayah adalah sosok yang sangat ia kagumi.

Sampai suatu hari, ia justru mendengar cerita bahwa ayahnya tak sesempurna yang ia lihat selama ini. Ayah Danny menyimpan rahasia besar yang menjurus pada perbuatan kriminal. Wah…. Tapi apakah itu?

Justru setelah ayahnya bercerita, Danny pun gak sabar ingin ikut serta dalam petualangan bersama ayahnya. Rencana yang sempurna pun disusun – tujuannya utamanya adalah untuk menjebak Mr. Hazell yang pelit dan sombong itu.

Dan, lebih hebatnya lagi, beberapa tokoh masyarakat di kota kecil itu – eh, bukan pejabat penting sih, tapi penduduk kota yang dipandang sebagai warga ‘baik-baik’ seperti Dokter Spencer, Sersan Samways, atau Mrs. Clipston yang istri seorang pendeta – mereka ikut terlibat dalam misi rahasia itu.

Hihihi… asyik banget nih. Cerita ini terinspirasi dari cerita masa kecil Roald Dahl sendiri. Misalnya, karavan tempat tinggal Danny terinspirasi dari karavan yang ada di kebun Roald Dahl, atau, Danny yang udah bisa nyupir mobil di usia sembilan tahun, Roald Dahl sendiri mengajar putrinya, Ophelia, mengendarai mobil di usia sepuluh tahun.

Yang pasti, ada satu pesan di akhir cerita yang oke banget, yang intinya: “Jadilah orang tua yang asyik, karena bagi anak-anak, punya orang tua yang kaku sama sekali gak menyenangkan.” Hehehe.. bener banget, Opa Dahl.

Tuesday, May 08, 2012

James and the Giant Peach



James and the Giant Peach (James dan Persik Raksasa)
Roald Dahl @ 1961
Quentin Blake (illustrator)
Poppy Damayanti Chusfani (Terj.)
GPU – Cet. II, Januari 2010
192 hal.
(Gramedia Plasa Semanggi)

Setelah orang tuanya meninggal karena dimakan badak, James Henry Trotter terpaksa tinggal bersama kedua bibinya – Bibi Sponge dan Bibi Spiker. Seandainya kedua bibi ini bersikap manis, menyenangkan dan penuh kasih sayang, pasti James akan senang tinggal di rumah di atas bukit itu. Tapi, Bibi Sponge dan Bibi Spiker memperlakukannya seperti pembantu dan tidak pernah sekali pun memanggil James dengan namanya. James dipanggil dengan sebutan-sebutan yang menyakitkan. James selalu disuruh bekerja keras, tidak boleh bermain dan baru boleh makan kalau sudah selesai semua pekerjaan. Itu pun kalau dia tidak dihukum.

Suatu hari, di hari yang panas, seperti biasa James diperintah untuk melakukan tugas-tugasnya, sementara kedua bibinya bersantai. Tapi, James yang sudah terlalu lelah, akhirnya tidak bisa mengerjakan tugas dengan baik dan tentu saja, dia pun dihukum.

Ketika sedang menjalani hukuman itu, tiba-tiba muncul seorang pria kecil yang menawarkan cairan ajaib yang bisa membuat hal-hal yang menakjubkan. Pria misterius itu meminta James untuk berhati-hati. Tapi, karena terlalu excited, James malah terjatuh dan menumpahkan cairan itu ke tanah. Dan, terjadilah hal yang menakjubkan itu.

Di pekarangan rumah Bibi Sponge dan Bibi Spiker ada sebuah pohon persik. Dan tiba-tiba saja, buah persik itu membesar … sebesar-besarnya. Bibi Sponge dan Bibi Spiker yang serakah, langsung meminta bayaran pada orang-orang yang ingin melihat buah persik raksasa itu.


 Saat membersihkan sampah yang ditinggalkan para penonton, James pun mengalami hal-hal yang menakjubkan. Ia ‘terperosok’ masuk ke dalam buah persik raksasa itu dan bertemu dengan Kakek Belalang Hijau, Lipan yang selalu sibuk dengan sepatunya, Nona Laba-laba, Ulat Sutra, Cacing Cahaya, Cacing Tanah dan Kepik. Ia berkenalan dengan mereka  - sahabat-sahabat yang baik hati, yang belum pernah ia miliki selama ini.

Seperti buku-buku Roald Dahl yang lain, pasti ada tokoh yang antagonis yang kelakukannya ekstrim banget. Tapi di sini, Bibi Sponge dan Bibi Spiker yang jahat itu hanya muncul sebentar, selebih adalah cerita petualangan yang menakjubkan dan menyenangkan. Perjalanan James dan teman-temannya dengan buah persik raksasa membuat kehebohan sampai ke Amerika!

Ini adalah salah satu buku Roald Dahl favorit gue. Dan, eh.. ada filmnya… pengen liat…

Wednesday, May 02, 2012

And the Book Goes to...

Berhubung pemenang yang kemarin gak kirim konfirmasi, maka dipilihlah pemenang lain yang berhak mendapatkan buku ini.




Dan pemenangnya adalah:


Melisa Mariani (@melmarian)


Hihihi.. selamat ya, Mel... tolong kirim alamatnya ke ferina.ardinal@gmail.com




 

lemari bukuku Template by Ipietoon Cute Blog Design and Bukit Gambang