Monday, April 19, 2010

Fragile Eternity

Fragile Eternity (Keabadian yang Rapuh)
Melissa Marr @ 2009
Monica Dwi Chresnayani (Terj.)
GPU - Maret 2010
416 hal.

Di buku ketiga ini, semua makin rumit, tumpang-tindih dan bikin pusing.

Aislinn yang sudah jadi Ratu Musim Panas, seharusnya mendampingi Keenan memerintah Kerajaan Musim Panas, tapi, Aislinn masih ‘terjebak’ dalam hubungan percintaan dengan seorang mortal, Seth Morgan. Sementara Keenan sendiri mencintai Ratu Musim Dingin yang baru, Donia. Belum lagi, adanya Kerajaan Kegelapan yang sekarang dipimpin oleh Niall, mantan penasihat Kerajaan Musim Panas.

Di Kerajaan Agung, Bananach, sang Perang, terus-menerus mencari cara agar timbul perang untuk menuntaskan rasa laparnya akan darah.

Seth dan Aislinn berada dalam sebuah dilemma. Aislinn takut suatu saat ia tetap harus kehilangan Seth. Sementara Seth berkeinginan untuk mengubah dirinya menjadi immortal agar bisa terus mendampingi Aislinn.

Tapi, makin lama, semakin mendekati musim panas, Aislinn nyari tidak bisa menolak ‘pesona’ Keenan. Mau gak mau, karena memang Aislinn harus mendampingi Keenan. Baik Keenan maupun Seth, berusaha menahan diri, menahan rasa cemburu.

Sampai akhirnya Seth, mencari cara sendiri untuk menjadikan dirinya seperti Aislinn sekarang. Selama ini, baik Aislinn, Keenan atau pun Niall, tidak ada yang mau membantu agar Seth bisa jadi immortal. Tapi, salah satu anggota Kerajaan Agung menawarkan bantuan itu dan tentu saja tidak disia-siakan oleh Seth.

Seth menghilang, Aislinn jadi kalang-kabut. Adanya Keenan membuat Aislinn jadi lebih tenang. Tapi, apa iya, hatinya bisa berpaling dari Seth?

Pusing gue baca buku ketiga ini. Pengen cepet-cepet selesai aja bacanya. Semuanya berkisar antara Aislinn yang masih setengah-setengah hati dan gak tegas, terus Seth yang jadi egois. Semua di sini gak ada yang benar-benar baik. Niall yang tampak baik, tapi tetap aja menyimpan aura jahat karena ia Raja Kegelapan. Belum lagi sosok mengerikan Bananach.

Dan ternyata… masih ada yang keempat… tokohnya si Ani, makhluk setengah mortal, setengah faery, anaknya Hound Gabriel (yang muncul di buku kedua) – gak tau deh, masih pengen lanjut apa nggak.

Tuesday, April 13, 2010

Magical Giveaway @ Books of Dela


wow... ada giveaway buku Alice in Wonderland di sini.

Iseng-iseng, ikutan yukkk... sapa tau beruntung

Blue Remembered Heels

Blue Remembered Heels (Sepatu Biru Kenangan)
Nell Dixon @ 2008
Tisa Anggriani (Terj.)
M-Pop (Penerbit Matahati) - Cet. I, Maret 2010
311 Hal.

Charlie, Abbey dan Kip Gifford – 3 bersaudara yang masih sangat muda, terpaksa hidup sendiri karena ditinggal oleh ibu mereka. Mereka tidak tahu ke mana ibu mereka pergi. Di awal-awal mereka terpaksa tinggal dengan Bibi Beatrice.

Mereka bertiga hidup dari menipu. Yup… Charlie yang cantik yang menjadi pemimpin. Menggoda orang-orang – terutama pria, yang kaya raya. Lalu mengambil uang mereka dan kabur. Abbey, sebagai asisten Charlie dan Kip yang rada ‘nerd’ bagian riset.

Setelah melakukan penipuan, biasanya mereka langsung mencari tempat tinggal baru untuk menghilangkan jejak mereka.

Tapi… gara-gara Abbey tersambar petir, rencana mereka untuk menipu Freddie nyaris gagal. Masalahnya, Abbey jadi gak bisa berbohong. Setiap ditanya, ia akan selalu berkata jujur. Karuan Charlie jadi sangat kesal.

Belum lagi, tiba-tiba ada yang seolah mengawasi mereka. Seorang polisi ganteng bernama Mike.

Ternyata urusan dengan Freddie, tidak berhenti sampai di situ saja. Freddie sadar kalau mereka sudah menipunya dan terus mengirimkan ancaman-ancaman lewat telepon.

Akibat tersambar petir, bukan hanya masalah Abbey yang tidak bisa berbohong, tapi juga, Abbey selalu mendapatkan mimpi tentang seorang perempuan bersepatu biru.

Cerita ini menurut gue, biasa aja. Kurang ‘greget’, padahal misteri si sepatu biru mungkin bisa di-ekspos lebih (duhhh… kaya’ gue yang bisa nulis aja). Dan hubungan Freddie dan perempuan bersepatu biru itu rada dipaksakan, gak jelas asal mula dan penyebabnya apa. Ada konflik apa antara Freddie dan perempuan itu. Cerita yang maunya complicated jadi so simple. Karakter-karakternya juga kurang 'kuat'.

Monday, April 12, 2010

Twenties Girl

Twenties Girl
Sophie Kinsella @ 2009
Dell Mass Market International Edition – 2010
497 Hal.

Sadie muncul tepat di hari seharusnya ia dimakamkan. Acara pemakaman hanya dihadiri segilintir orang, padahal umur Sadie mencapai 105 tahun! Sadie memilih ‘menghantui’ cucunya, Lara Lington. Sadie jadi ‘arwah penasaran’ karena ia kehilangan salah satu miliknya yang paling berharga. Ia pun menugaskan Lara untuk mencari barang berharga itu.

Lara Lington, tidak percaya ia bisa melihat hantu. Interupsi Lara di acara pemakaman, membuat ia sempat dikira depresi berat akibat putus cinta sama pacarnya. Lara mengemban tugas yang sangat berat, karena keberadaan barang itu yang tidak diketahui. Padahal, Lara sendiri nyaris tidak mengenal sosok neneknya itu.

Keinginan Sadie ternyata tidak hanya terhenti pada barang itu, tapi ada saja yang aneh. Ia minta Lara berkencan dengan seorang pria yang dianggapnya sangat keren, Lara harus berdandan a la tahun 20an, lalu mengajak pria itu berdansa gaya tahun 20an juga.

Ternyata, barang yang sangat berharga itu menyimpan berjuta rahasia – termasuk rahasia kehidupan seorang Sadie Lancaster.

Awalnya sosok Sadie itu terkesan sangat menggangu, dan reseh banget. Udah gitu Sadie sangat bossy dan egois. Sering banget ‘memaksakan kehendaknya’, sampe-sampe gue kadang kasian sama Lara dan gregetan sama Sadie. Tapi.. gue sedih ketika harus pisah sama Sadie… hiks…

Buku ini adalah salah satu buku yang masuk dalam daftar yang ‘wajib’ gue baca di tahun ini. Beruntung adek gue ternyata duluan beli, jadi gue tinggal pinjem. Ya… Sophie Kinsella adalah salah satu penulis chicklit yang buku-bukunya masih selalu gue baca, karena selalu ada yang lain di tiap bukunya. Beda dengan yang lain, yang rata-rata mirip.

Nah, di buku ini, yang beda dari buku-bukunya yang lain, adalah tokohnya yang berwujud ‘hantu fashionista’. Jangan bayangkan penampilan hantu yang menyeramkan dengan muka pucat seputih-putihnya, rambut panjang terjurai ke depan, mata dengan lingkaran hitam. Wow, Sadie Lancaster tidak seperti itu. Sadie Lancaster, ‘tampil’ dalam wujud gadis remaja tahun 20an. Penampilannya selalu bergaya dengan baju-baju yang trend di tahun 20an.

Thursday, April 08, 2010

Buddha

Buddha: A Story of Enlightenment
Deepak Chopra @ 2007
Rosemary Kesauly (Terj.)
GPU - April 2008
400 Hal.

Raja Suddhodana adalah raja yang haus dengan kekuasaan (tentu aja.. mana ada raja yang diem aja?). Ia berperang untuk menjatuhkan musuh-musuhnya, darah dan kesakitan adalah adrenalin yang terus memacunya, agar musuh-musuh bertekuk lutut dan menyerah di bawah kekuasaannya. Tentu saja, untuk menjaga agar kerajaannya tetap utuh, ia membutuhkan seorang penerus, seorang anak laki-laki.

Anak laki-laki yang ditunggu itu pun lahir. Ia diberi nama Siddhartha. Namun sayang, ibunya, Maya, meninggal beberapa hari setelah kelahiran Pangeran Siddharta. Pendeta-pendeta Brahmana dipanggil untuk meramalkan masa depannya. Pangeran Siddhartha diramal akan menguasai dunia dari empat penjuru mata angin. Mendengar ramalan ini, tentu saja Raja Suddhodana gembira. Tapi, ternyata menguasai dunia di sini bukan dalam arti menjadi raja, tapi menjadi seseorang yang lain.

Raja segera memerintahkan agar pintu-pintu kerajaan ditutup, penduduk yang sakit, yang sudah tua diusir dan dipindahkan ke tempat lain. Sang Pangeran Muda ini tidak boleh melihat adanya penderitaan. Ia harus diajarkan untuk menjadi seorang raja, menjadi prajurit dan calon pemimpin.

Untuk menemaninya, dipanggillah Devadatta, seorang pangeran muda dari salah satu kerajaan yang ditaklukan Raja Suddhodana. Tapi sayang, Devadatta punya misi tersendiri. Bukan menjadi teman, ia malah akan balik menjadi lawan.

Tapi layaknya remaja, Pangeran Siddhartha punya banyak keingintahuan. Temannya hanya Channa, anak seorang pengurus kuda. Pangeran Siddhartha merasa ada yang aneh di dalam kerajaan ini. Ia sering mendengar ‘suara-suara’ di dalam kepalanya sendiri. Ia berbeda dari bagaimana seorang pangeran harus berlaku. Dan ini membuat ayah dan gurunya cemas.

Pangeran Siddhartha pun memilih jalannya sendiri. Di usianya yang ke 29 tahun, ia memilih meninggalkan kehidupan istana, meninggalkan istri dan anaknya dan pergi mengembara menjadi seorang petapa.

Dalam perjalanannya menjadi petapa inilah, Siddhartha yang berganti nama menjadi Gautama – nama keluarga yang sudah lama tidak dipakai, ia mencari guru yang bisa mengajarinya, memberi jawaban atas apa yang dicarinya. Mencari pencerahan dan meninggalkan segala hal yang berbau duniawi.

Ia bertemu dengan banyak petapa, ada yang baik, ada yang ternyata hanya berpura-pura menjadi petapa agar bisa mengundang belas kasihan orang. 45 tahun lamanya ia menjadi seorang petapa, Gautama menjadi seorang Buddha, pengikut pertamanya adalah 5 orang petapa yang di awal-awal sering mengadakan perjalanan bersama Gautama. Pada akhirnya, Gautama menemukan sebuah pencerahan, ia memandang hidup dengan sederhana dan damaiiiii banget.

Sejujurnya gue tidak terlalu mengenal sosok ‘Buddha’. Gue hanya tau dari patung-patung yang ada di Candi Borobudur, kalau Buddha itu bernama Siddhartha Gautama. Hanya itu. Dari buku ini, hanya dua bagian pertama yang bisa gue ‘nikmati’, yaitu bagian pertama saat masih menjadi Siddharta dan bagian kedua ketika udah jadi Gautama. Bagian ketiga, yang judulnya Buddha, rasanya lebih serius, meskipun harus gue akui isinya bagus, justru di bagian ini (mungkin) inti dari pelajaran Buddha. Tapi… ya itu, mungkin karena terlalu serius, gue jadi bosan dan memilih ‘mempercepat’ baca bagian terakhir.

Meskipun gue bukan penganut Buddha, tapi pelajaran-pelajaranya bisa diambil untuk semua orang, bukan hanya untuk penganut Buddha.

Monday, April 05, 2010

Anne’s House of Dreams

Anne’s House of Dreams
Lucy M. Montogmery @ 1917
Maria M. Lubis (Terj.)
Qanita – Cet. I, February 2010
420 Hal.

Uuuuu… akhirnya Anne sama Gilbert menikah. Pernikahan pertama di Green Gables. Sebuah upacara pernikahan yang sama seperti yang ada di dalam angan-angan Anne. Gilbert, cowok yang dulu ‘dibenci’ Anne, akhirnya bisa menaklukkan hatinya. Gilbert sekarang udah jadi dokter, sementara Anne ‘berhenti’ jadi ibu guru.

Sebagai istri, Anne pun ikut pindah ke tempat Gilbert bertugas, di sebuah daerah bernama Four Winds Harbour, di Pantai Glen St. Mary. Rumah impian Anne sudah menunggu, sebuah rumah yang cantik, penuh dengan pohon, dialiri sebuah sungai kecil dan yang penting dekat dengan pantai.

Bukan Anne namanya kalau tidak mencari ‘teman sejiwa’ di mana pun ia berada. Di Four Winds ini, Anne menemukan beberapa sahabat baru, ada Kapten Jim, seorang pelaut tua yang tinggal di mercu suar, lalu ada Miss Cornelia Bryant, perempuan tua yang mirip dengan Mrs. Rachel Lynde, dan si cantik yang misterius bernama Leslie Moore.

Sejak pertama kali melihat Leslie Moore, Anne terpikat oleh kecantikannya. Tapi sayang, wajah cantik itu tampak muram dan menyimpan duka serta rahasia. Anne bertekad membuatnya tersenyum.

Anne dan Gilbert memang benar-benar pasangan yang serasi. Mereka jarang bertengkar, selalu penuh kasih sayang. Tapi, mereka juga sempat mengalami sebuah kejadian yang menyedihkan di Four Winds ini. Dan ternyata, Four Winds bukanlah tempat terakhir bagi Anne untuk mencari rumah impiannya.

Anne yang semakin beranjak dewasa justru membuat gue jadi ‘kangen’ sama Anne kecil, Anne yang polos. Meskipun Anne masih tetap berjiwa romantis dan penuh mimpi, buat gue yang paling berkesan ya justru Anne kecil.

Di buku ini, rasanya hari-hari berlalu dengan cepat. Tau-tau Anne sudah melahirkan, padahal lucu juga kaya’nya kalo digambarkan gimana sih Anne kalo lagi hamil, gimana mimpi romantisnya sebagai calon ibu. Dan sayang banget, Anne ‘hanya’ jadi ibu rumah tangga. Justru lebih menarik kalo pasangan pengantin baru ini dikenal sebagai pasangan dokter dan ibu guru. Orang-orang yang dikenal Anne juga gak terlalu banyak, hanya berkisar cerita tentang Kapten Jim, Miss Cornelia dan Leslie Moore. Tentang ‘agama’ juga lumayan banyak diperdebatkan di sini. Hmmm.. buat gue agak ‘mengganggu’ jalannya cerita.
 

lemari bukuku Template by Ipietoon Cute Blog Design and Bukit Gambang