Friday, February 19, 2010

The Marriage Bureau for Rich People

The Marriage Bureau for Rich People
(Biro Jodoh Khusus Kaum Elite)

Farahad Zama @ 2008
Rinurbad (Terj.)
M-Pop (Matahati), Cet. I - Januari 2010
455 Hal.

Setelah memasuki masa pensiun, untuk mengisi hari-harinya, Mr. Ali membuka sebuah biro jodoh. Dengan bayaran 500 rupee untuk setiap keanggotaan, ia akan membantu para pencari jodoh untuk menemukan pasangan bagi mereka dengan membuka iklan di koran. Ternyata, usaha itu menarik banyak peminat – tidak hanya dari kalangan masyarakat India yang beragama Hindu, tapi juga yang beragama Islam dan Kristen. Mr. Ali sendiri adalah warga India yang beragama Islam.

Karena kesibukan yang bertambah, Mr. Ali memutuskan untuk mencari seorang asisten. Ia membuka lowongan kerja di koran. Tapi, ternyata susah juga mendapatkan asisten yang cocok. Tak disangka-sangka, calon potensial justru adalah seorang gadis berkasta Brahmana yang tinggal tak jauh dari rumah Mr. Ali sendiri. Gadis itu bernama Aruna, anak pensiunan seorang guru dengan perekononomian keluarga yang tidak terlalu baik. Ia akhirnya melepas pekerjaannya sebagai pegawai di sebuah toserba karena lebih menyukai pekerjaannya di biro jodoh Mr. Ali.

Beragam orang datang ke biro jodoh Mr. Ali, dengan beragam karakter, beragam permintaan dan beragam permasalahan. Tak jarang Mr. Ali melakukan pendekatatan personal dengan memberikan nasihat demi kesuksesan klien-nya dalam menemukan jodohnya.

Tapi sayang, kadang orang-orang itu kerap lupa akan jasa Mr. Ali dan biro jodohnya. Hanya segelintir yang mengucapkan terima kasih dan mengundang Mr. Ali ke pesta pernikahan mereka ketika sudah berhasil mendapatkan jodohnya.

Kegembiraan orang-orang yang berhasil dalam perjodohan ternyata justru tak berpihak pada Aruna. Kemiskinan membuat Aruna susah dalam mencari pasangan hidupnya. Padahal, sebagai pihak perempuan, ia harus menyerahkan mas kawin untuk mempelai pria dan menyelanggarakan pesta pernikahan. Tapi, tak banyak pilihan untuk Aruna.

Seorang klien bernama Ramanujam datang bersama keluarganya untuk mencari jodoh. Kriterianya adalah gadis cantik, tinggi, putih dan tentu saja dari golongan yang sama. Ramanujam datang dari keluarga kaya, berprofesi sebagai dokter. Tapi, siapa sangka, justru ia jatuh cinta pada asisten Mr. Ali yang sederhana itu. Untuk menikah dengan Aruna, banyak tantangan dari luar, misalnya, Aruna yang akan dianggap bukan anak baik-baik karena menemukan jodohnya sendiri (bukan dari perjodohan yang diatur keluarga), lalu keluarga Ramanujam yang mungkin nantinya akan ‘menyiksa’ Aruna secara lahir dan batin karena dianggap tidak sederajat meskipun sama-sama berasal dari kasta Brahmana. Kisah cinta yang singkat ini ibarat kisah cinta Cinderella rasa India.

Mr. Ali berusaha membuka mata Ramanujam bahwa tak semuanya harus berdasarkan uang. Dan, bagian Mrs. Ali yang mendekati Aruna agar mau mengesampingkan masalah ekonominya.

Mr. Ali sendiri juga kurang beruntung dalam perjodohan anak laki-laki semata wayangnya. Rahmen, anaknya sibuk berdemonstrasi membela kaum petani yang tanahnya diambil pemerintah untuk membangun sebuah pabrik

Rumitnya soal perjodohan di India. Karena jangankan nyari pacar sendiri, kalau sepasang perempuan dan laki-laki ketahuan berduaan, bisa menimbulan gosip-gosip. Ribetnya juga urusan kasta. Ternyata, kasta yang selama ini gue tahu hanya Brahman, Ksatria, Wesya dan Sudra, masih dibagi-bagi lagi. Seperti Brahmana yang masih terbagi jadi Brahmana Niyogi atau Brahmana Waidika.

Belum lagi masalah perekonomian, kalau dari kasta yang sama tapi tingkat perekonomian beda, belum menjamin keberhasilan sebuah perjodohan. Pokoknya, cinta itu datang belakangan, yang penting keluarga, kasta, dan keuangan.

Selama ini, gue sering mendengar kalau umat Islam dan Hindu di India sering berselisih. Tapi, di dalam buku ini, kedua umat beragama itu hidup berdampingan secara damai. Malah saling membantu.

Lokasi buku ini ada di kota Vizag, India – sebuah kota pantai. Makanya seringkali Mr. Ali kepanasan, dan dibawakan minuman segar atau buah-buah segar sama Mrs. Ali. Kalau Mr. Ali udah minum, gue jadi ikutan segar.

Wednesday, February 17, 2010

The Unknown Erros of Our Lives

The Unknown Erros of Our Lives
(Kesalahan-Kesalahan yang Tidak Diketahui Dalam Hidup Kita)

Chitra Banarjee Divakaruni @ 2005
Gita Yuliani K. (Terj.)
GPU - February 2010
264 Hal.

Terdiri dari 9 cerita pendek

Tentang perempuan-perempuan India yang pindah ke Amerika, menceritakan tentang apa yang mereka rasakan, pertentangan dalam diri mereka, hubungan dengan anak, menantu, mertua, cucu, tentang perasaan kesepian (untuk para perempuan tua), karena jauh dari teman, keluarga mereka di India. Dan untuk perempuan muda, merasa asing ketika kembali ke India. Sampai akhirnya, kadang mereka gak yakin dengan keputusan mereka pindah dari tanah kelahiran mereka.

Latar belakang cerita mirip sama novel The Unaccustomed Earth – Jhumpa Lahiri, hanya menurut gue, bukunya Chitra Banerjee Divakaruni ini lebih serius, ceritanya lebih beragam. Lebih ke interaksi antara sesama orang India, bukan interaksi India-Amerika.

Favorit gue: Nyonya Dutta Menulis Surat. Masih ada beberapa lagi sih yang gue suka.

Secara keseluruhan, cerita bagus-bagus, tapi ya… memang ada berapa yang membuat gue bingung dan bikin gue jadi bosen.

Kenapa gue nulisnya begini? Karena sering kali merasa bingung kalo nulis pendapat gue tentang kumpulan cerpen. Jadi ya… begini aja deh…

Friday, February 12, 2010

Magic or Madness (Rahasia Sihir)

Magic or Madness (Rahasia Sihir)
Justine Larbalestier @ 2005
Meilia Kusumadewi (Terj.)
GPU, Januari 2010
320 hal.

Sejak kecil, ibu Reason Cansino – Serafina, selalu menekankan bahwa sihir itu tidak ada, bahwa sihir itu jahat, dan nenek Reason yang bernama Esmeralda memiliki sihir yang artinya mereka harus menghindar dari Esmeralda. Reason dan Serafina selalu berpindah-pindah. Jika mereka merasa tidak aman di suatu lokasi, mereka akan mencari tempat baru. Serafina mengajari Reason adanya tanda-tanda sihir, seperti bunga-bunga kering, bulu-bulu dan berbagai tanda lainnya. Bahkan Serafina kerap menceritakan berbagai hal mengerikan yang dilakukan Esmeralda untuk memperkuat sihirnya.

Suatu hari, Reason terpaksa ikut dengan Esmeralda untuk tinggal bersamanya karena Serafina jadi gila dan harus masuk rumah sakit jiwa. Reason mengikuti semua yang pernah diajarkan ibunya: jangan pernah menatap Esmeralda, jangan makan atau minum apa pun yang ada di rumah Esmeralda, jangan bersentuhan dengan Esmeralda, jangan menjawab apa pun.

Tapi, Reason agak terkejut ketika mendapati rumah Esmeralda tidaklah semengerikan yang digambarkan Serafina. Ketika Esmeralda tidak ada di rumah, Reason segera menyelidiki rumah itu. Ia menemukan beberapa tanda-tanda seperti yang sudah diberitahu ibunya. Bahkan Reason menemukan ruang bawah tanah dan sebuah kunci. Reason juga berkenalan dengan anak laki-laki bernama Tom, yang tampaknya melihat bahwa Esmeralda adalah sosok yang baik. Tom ini anaknya agak unik, suka menjahit dan merancang busana. Setiap orang yang ia temui, akan selalu dinilai dari pakaiannya, kain apa yang ia pakai. Bahkan, Tom berjanji untuk membuatkan Reason celana kargo. Tom juga bercerita tentang misteri perempuan-perempuan di keluarga Cansino.

Reason berencana akan melarikan diri. Ia memeriksa semua pintu dan jendela. Sampai di suati pagi, ia membuka pintu belakang yang selama ini terkunci, dan mendapati dirinya ada di tempat yang sama sekali berbeda. Di Australia, tempat Reason tinggal, sedang musim panas, tapi di tempat yang ‘seharusnya’ taman belakang rumah Esmeralda malah bersalju! Akhirnya, Reason sadar, bahwa sihir itu benar-benar ada.

Tempat itu ternyata adalah Amerika, di mana ia bertemu dengan Jay-Tee, seorang gadis yang ditugaskan oleh laki-laki misterius untuk menjemput Reason. Laki-laki itu bernama Jason Blake, ia mengincar kekuatan sihir Reason. Sebuah kekuatan sihir yang ternyata tidak disadari oleh Reason. Sementara itu, menyadari Reason menghilang, Tom dan Esmeralda pun mencari Reason ke Amerika – lewat pintu belakang tentunya.

Gue sempat agak tersendat-sendat membaca buku ini. Bukan karena gak bagus, tapi ya… karena faktor-faktor ‘X’… seperti ngantuk, karena ada bagian-bagian yang agak membosankan. Tapi, di buku setebal 320 halaman ini, banyak misterinya, misalnya tentang misteri perempuan di keluarga Cansino yang meninggal muda, ayah Reason yang entah di mana, kenapa Jay-Tee takut sama ayahnya, bahkan keluarga Tom pun ada misteri tersendiri yang tidak terjawab sampai buku ini selesai. Mungkin, di buku-buku selanjutnya, misteri ini bakal terjawab.

Gue sih lumayan suka sama buku ini, soalnya, dari berapa cerita sihir-menyihir yang gue baca, masih ada ‘bau-bau’ Harry Potter. Tapi, untuk ukuran cerita sihir remaja, cerita ini agak gelap dan serius. Sihir di sini bukan jadi ‘penyelamat’ tapi malah ‘mematikan’, karena kalau gak pinter-pinter dipakai, malah akan mengurangi umur si penyihir! Yang menarik juga karakter Reason yang polos dan bakat istimewanya dalam hal matematika, plus juga karakter Tom yang unik (bahkan lucu – menurut gue.. ya jujur aja.. karakter Tom jadi penyegar karena lebih ceria dibanding yang lain).

Monday, February 08, 2010

Heart Block

Heart Block
Okke ‘sepatumerah’ @ 2010
GagasMedia – Cet. I, 2010
316 Hal.

Meskipun memenangkan penghargaan sebagai Penulis Pendatang Baru yang Berbakat dalam ajang Festival Penulis Indonesia lewat novelnya ‘Omnibus’, tidak berarti dalam setiap karyanya akan menghasilkan hasil yang terbaik. Senja harus kecewa ketika dalam workshop penulisan yang merupakan salah satu hadiah yang dia dapat karena masuk nominasi di FPI, naskahnya tidak terpilih untuk diterbitkan. Senja merasa malu, karena sebagai penulis yang mendapatkan penghargaan itu, justru karyanya tidak sebaik yang dia harapkan.

‘Omnibus’ begitu heboh dibicarakan orang. Senja jadi dikenal dan ‘diharapkan’ orang menghasilkan karya yang sama bermutunya dengan ‘Omnibus’. Tapi, untuk menghasilkan tulisan selanjutnya sangat susah bagi Senja.

Tasya, kakak tirinya, menawarkan diri jadi manager Senja. Tasya yang mencarikan job untuk Senja dan memperkenalkan Senja pada beberapa majalah, radio, dan penerbit. Jadwal Senja sangat ketat. Untuk publikasi buku terbarunya yang ternyata menghasilkan banyak kritik pedas dan nyaris membuat Senja down. Buku kedua Senja dibuat untuk sarana promosi sebuah merk sepatu, lalu buku ketiganya merupakan adaptasi dari skenario sebuah film. Semuanya sangat berbeda dari ‘Omnibus’.

Ketika Tasya mendapat tawaran 40 days project dari sebuah penerbit besar, Tasya langsung meng-iyakan tanpa bertanya pada Senja. Buat Tasya, apapun diterima demi publikasi. Senja yang merasa jenuh melarikan diri ke Bali. Mencari suasana baru, yang mungkin bisa membuka pikirannya dan membuat ide-idenya mengalir kembali.

Dalam perjalanannya ke Bali, Senja berkenalan dengan Genta, seorang pelukis yang sama seperti Senja, juga dikejar-kejar ‘deadline’. Singkat kata, Senja jatuh cinta, meskipun Genta tidak pernah mengutarakan hal yang sama, tapi, bahasa tubuhnya ‘berkata’ lain.

Entah karena adanya Genta, atau karena suasana yang mendukung, perlahan Senja mampu menyusun sebuah cerita untuk project 40 harinya itu. Tapi, ketika saatnya pulang ke Jakarta, Senja justru tidak bisa berpisah dengan ‘layak’.

Kesibukan yang menanti di Jakarta, membuat Senja tidak bisa selalu berhasil menghubungi Genta. Tapi, Senja tidak pernah berhenti mencari.

Ternyata… menulis itu gak bisa dipaksain. Ternyata… menulis itu gak boleh karena tuntutan orang lain, tapi harus pake hati.. Mencari ide juga gak bisa dipaksain, harus pelan-pelan… Okke si ‘sepatumerah’ mencoba menggambarkan suasana hati seorang penulis kalo lagi mengalami yang namanya ‘writer’s block’. Tapi kenapa, ‘penawar’ si ‘writer’s block’ itu harusnya seorang cowok. Kenapa gak si Senja keliling Bali sendiri… ketemu ‘pencerahan’ sendiri. Hehehe.. kalo udah gitu, novelnya jadi serius ya? Tapi.. I wish I could write…

Kronik Betawi

Kronik Betawi
Ratih Kumala @ 2008
GPU, Cet. II – Juli 2009
255 Hal.

Seru banget baca buku ini, mirip-mirip nonton Si Doel Anak Sekolahan. Tapi, menurut gue, malah lebih bagus baca buku ini daripada nonton sinentronnya yang suka muter-muter.

Cerita tentang sebuah keluarga Betawi asli. Juned dan Ipah, punya tiga anak: Jaelani, Jarkasi dan Juleha. Nanti, cerita ketiga anak ini lebih mendominasi dalam buku ini. Juned dan Ipah hanya diceritakan sebagai latar belakang, asal-usul dari ketiga anak Betawi ini.

Jaelani, anak yang tertua, punya usaha sapi perah, warisan dari Babe-nya yang dulu jadi tukang antar susu orang Belanda. Karena si Babe berhasil menyelamatkan orang Belanda itu, makanya pas si Tuan Kompeni balik ke kampung halamannya, sapi-sapi perahnya ditinggalkan untuk Juned, yang akhirnya diturunkan ke Jaelani.

Jaelani punya tiga anak – Juned, Japri dan Enoh. Jaelani kepengen mewariskan peternakan sapinya untuk Juned dan Japri, tapi, ternyata, dua anak laki-laki itu lebih milih jadi tukang ojek. Untung ada Fauzan, anak laki-laki dari pernikahan keduanya, yang jadi tumpuan harapannya. Si Fauzan nih, mirip-mirip si Doel deh… bakal jadi ‘Tukang Insinyur’.

Sementara Jarkasi, meskipun gak ada darah seni yang mengalir dari orang tuanya, ternyata dia lebih tertarik ngurusin lenong dan gambang kromong, berusaha melestarikan budaya yang nyaris punah itu. Untung anak semata wayangnya, Edah, suka ikut nari-nari, meskipun dilarang sama Enden, ibunya.

Lain lagi dengan Juleha, anak perempuan satu-satunya dari Juned dan Ipah. Istri seorang kyai kondang, tapi gak menyangka hidupnya akan dimadu, karena setelah menunggu sekian lama, Juleha tak kunjung hamil. Maka, Ji’ih, sang suami, dengan dalih menolong janda pun menikah lagi.

Ceritanya sederhana, tentang keluarga Betawi, bergulir dengan lancar, dari hari ke hari. Mengangkat masalah: orang Betawi asli yang justru tersingkir dari ‘rumah’nya sendiri, kebudayaan Betawi yang makin lama makin tenggelam, lalu sifat-sifat orang Betawi yang ‘katanya’ malas (dicontohin sama Japri dan Juned), yang ‘katanya’ suka kawin (contohnya suaminya Juleha, si Ji’ih). Tapi, bisa ‘dipatahkan’ oleh Jaelani yang setia sama mendiang istri pertamanya dan susah banget untuk cari istri lagi meskipun udah dijodoh-jodohin, lalu, Salempang, suami Juleha, yang ternyata rajin, alim dan baik banget.

Ironis banget emang jadi orang Betawi kadang-kadang. Yang ‘punya kampung’, yang katanya punya Jakarta, tapi terkaget-kaget dengan perkembangan Jakarta yang pesat banget (seperti Jaelani, Juleha yang terkagum-kagum waktu liat banyak gedung tinggi, atau rumah lama mereka yang udah jadi ruko).

Membaca buku ini, gue gak perlu membayangkan atau mencoba mencari visualisasi yang ribet. Sepertinya, mereka ada di sekitar gue (berhubung gue juga pernah tinggal di daerah Tebet, ketika masih banyak tetangga gue yang orang Betawi asli). Bahasa percakapan dalam bahasa Betawi bikin gue juga senyam-senyum. Hmmm… gue jadi inget pernah baca buku yang isinya, baik narasi atau percakapannya dalam bahasa Betawi totok dan… gue bingung… hehehe… (gambang kromong, kalo gak salah judulnya…)

Friday, February 05, 2010

Ghostgirl

Ghostgirl
Tonya Hurley @ 2008
Berlian M. Nugrahani (Terj.)
Penerbit Atria, Cet. IV - Januari 2010
402 Hal.


Memasuki tahun ajaran baru, Charlotte Usher datang dengan semangat tinggi dan rasa percaya diri yang baru. Ia sudah mempersiapkan berbagai rencana untuk menjadi seseorang yang lebih diperhatikan, terutama untuk memikat Damen, cowok pujaannya di Hawthorne High. Sebagai seorang cewek yang amat sangat biasa, mimpi jadi cewek populer memang terasa jauh. Charlotte malah lebih seperti seorang ‘pecundang’. Charlotte seperti ‘hantu’, dicuekin, diacuhkan, bahkan dianggap tidak ada. Apalagi oleh seorang cewek paling populer di sekolah bernama Petula, plus dua anggota gank-nya yang bernama The Wendys. Charlotte pengen banget jadi salah satu di antara mereka, dan demi mencapai tujuan akhirnya – yaitu agar bisa dekat dengan Damen yang ternyata adalah pacar Petula. Charlotte nekad daftar jadi anggota pemandu sorak, meskipun harus dihujani dengan cibiran dan ejekan.

Keberuntungan berpihak pada Charlotte, ketika di kelas fisika, setiap murid diharuskan berpasang-pasangan. Damen yang datang terlambat, terpaksa harus berpasangan dengan Charlotte yang tentu saja dengan suka cita menerimanya. Tapi, ternyata, kesenangan Charlotte hanya sesaat. Charlotte yang gemar makan permen kenyal, meninggal dunia gara-gara permen kesukaannya itu. Gara-gara terlalu heboh, Charlotte jadi tersedak.

Merasa masih punya urusan yang belum terselesaikan di Alam Kehidupan, Charlotte pun tidak bisa menerima bahwa dia sekarang berada di Alam Kematian – bersama-sama dengan Anak-anak Alam Kematian lainnya. Charlotte adalah ‘penumpang’ terakhir, dan setelah itu ‘rombongan’ Anak-anak Alam Kematian siap untuk ‘pindah’ ke Alam Keabadian. Gak hanya di Alam Kehidupan, di Alam Kematian pun, Charlotte masih harus bersekolah, belajar Pendidikan Kematian, bahkan ada Deadtiquette dan harus rajin mengisi DIEary.

Tapi, Charlotte masih punya ‘agenda’, Charlotte masih ingin jadi bagian dari gank populer dan dekat dengan Damen. Untuk itu, Charlotte memanfaatkan tubuh Scarlet, adik Petula yang kebetulan bisa melihat wujud Charlotte yang sekarang. Charlotte dan Scarlet bertukar tempat. Dengan menggunakan tubuh Scarlet, Charlotte bisa bebas berdekatan dengan Damen. Di luar kemauan Charlotte, rencana itu tidaklah mulus. Adakalanya Scarlet tidak rela Charlotte dengan seenaknya bertindak di luar kepribadian Scarlet yang sebenarnya.

Di Alam Kehidupan, rencana kerap berantakan. Di Alam Kematian, Charlotte juga harus berurusan dengan Prue, hantu yang galak dan selalu jutek dengan kehadiran Charlotte. Tempat para hantu bergentayangan adalah sebuah rumah bernama Hawthorne Manor. Para hantu yang kebanyakan meninggal saat remaja itu, harus berjuang keras agar rumah itu tidak dijual dan dihancurkan. Prue dan hantu lainnya marah karena sikap Charlotte yang cuek dan masih terus berurusan dengan para manusia.

Sementara Charlotte berjuang demi menuntaskan urusannya di Alam Kehidupan (hehehe.. biar gak jadi arwah penasaran kali ya), teman-temannya di Alam Kematian berjuang untuk menyelamatkan Hawthorne Manor.

Menurut gue, buku ini termasuk buku yang kocak dan tragis. Gue sih lucu aja membayangkan Charlotte yang mati-matian biar diterima di gank populer. Meskipun dicuekin tapi maju terus pantang mundur. Bercerita tentang kematian, tapi gak spooky. Ternyata meskipun udah meninggal, gak mudah untuk menerima takdir dan kenyataan itu. Mungkin gitu kali ya, gambaran yang namanya ‘arwah penasaran’ ? (kalo itu emang ada). Ketika nyaris mencapai tujuan… ehhhh… semua berubah drastis… poor Charlotte…

Tuesday, February 02, 2010

The Girl who Played with Fire

The Girl who Played with Fire
Stieg Larson @ 2006
Nurul Agustina (Terj.)
Qanita, Cet. 1 - Desember 2009
904 Hal.

Melihat ketebalan buku ini yang ‘luar biasa’, gue nyaris mengurungkan niat gue untuk membaca sekuel dari Blomkvist & Salander Trilogy. Tapi, gue jadi penasaran, karena – lagi-lagi terpengaruh komentar orang – katanya, buku ini lebih seru dari yang pertama. Ya.. ya.. ya… kalo dilihat dari tebalnya sih, semoga memang benar begitu.

Buku ini bercerita tentang misteri latar belakang kehidupan seorang Lisbeth Salander, gadis yang bisa dibilang aneh, gak pedulian sama orang, jago computer, punya ingatan fotografis dan berkepribadian yang rumit banget. Berkat kemampuannya itu, Lisbeth berhasil ‘mengantongi’ uang yang sangat banyak untuk ukuran gadis seperti dirinya. Ia menghilang tiba-tiba dari Swedia. Pergi ke luar negeri. Menjauh dari Swedia nyaris selama dua tahun. Lisbeth juga memilih untuk menjauh dari Mikael Blomkvist.

Dua tahun berlalu sejak mereka bekerja sama, Mikael Blomkvist terus mencari Lisbeth yang seolah lenyap ditelan bumi. Lisbeth tidak pernah menjawab email, telepon, bahkan di apartemennya pun tidak ada. Hubungan mereka berdua akan benar-benar terputus jika saja kasus yang melibatkan Lisbeth tidak ada.

Mikael Blomkvist sedang bekerja sama dengan wartawan bernama Dag Svensson untuk menerbitkan sebuah buku dan artikel tentang kasus perdagangan wanita di Swedia. Dag dibantu istrinya, Mia, seorang kriminolog. Mereka berdua meminta Millenium untuk menerbitkan naskah mereka.

Sementara, Lisbeth masih terobsesi untuk membuat walinya, Bjurman, tersiksa. Tapi, ternyata, Bjurman sendiri memilik rencana tersendiri untuk membuat Lisbeth bertekuk lutut dan menyerah.

Sebagai hacker, tentu saja Lisbeth punya akses ke dalam kompter Blomkvist, sehingga dia tahu apa yang sedang dikerjakan Blomkvist. Dari sana, Lisbeth menemukan sebuah nama yang menghubungkannya dengan masa lalunya.

Tiba-tiba saja, Dag, Mia dan Bjurman ditemukan tewas tertembak di apartemen mereka masing-masing. Sebuah pistol ditemukan di tempat kejadian, dengan sidik jari Lisbeth yang tertera di sana. Jadilah Lisbeth sebagai tersangka utama dan menjadi buron, karena keberadaannya sangat sulit ditemukan.

Blomkvist yakin, Lisbeth tidak bersalah. Tapi, entah bagaimana membuktikannya, karena Lisbeth begitu tertutup dan penuh teka-teki.

Cerita yang rumit banget. Masih seputar pelecehan terhadap perempuan, kali ini lebih focus ke perdagangan perempuan. Sebuah nama, tapi jarang ada yang tahu wujud orang ini, berhubungan dengan masa lalu Lisbeth yang ditutup rapat-rapat, bahkan jadi ‘Top Secret’. Wow… siapa sih sebenernya Lisbeth Salander ini?

Semakin lama, semakin ke belakang, jujur, gue semakin cape’ baca buku ini. Lambat banget. Terlalu banyak orang dengan detail yang panjang. Sampai-sampai gue sering melewatkan beberapa halaman. Ya, kalo penasaran, sih, ya pasti. Keping-keping informasi, muncul pelan-pelan, gak bikin terlalu sport jantung.

Lisbeth Salander jadi layaknya seorang superhero, superwoman, atau Robin Hood cewek. Dia memang gak bersih, tapi dia punya keyakinan sendiri dengan sudut pandang sendiri, kadang beda sama orang pada umumnya. Dia membereskan dosa-dosa orang yang memang pantas mendapatknya, tapi dengan cara yang bertentangan dengan hukum.

 

lemari bukuku Template by Ipietoon Cute Blog Design and Bukit Gambang