Wednesday, May 21, 2008

Ways to Live Forever (Setelah Aku Pergi

Ways to Live Forever (Setelah Aku Pergi)
Sally Nicholls @ 2008
Tanti Lesmana (Terj.)
GPU – Maret 2008
216 Hal.

Buku ini nyaris membuat gue menangis… abis gue jadi sedih setelah bacanya. Tapi, tetap, aja, air mata belum berhasil ‘menjebol’ pertahanan gue yang ‘membatu’ ini. Hehehe.

Jadi, ini cerita tentang Sam, anak umur 11 or 12 tahun yang kena penyaki leukemia akut. Karena udah parah banget, orang tua Sam mengeluarkan Sam dari sekolah dan memilih untuk memanggil guru ke rumah. Sam belajar di rumah sama temannya yang juga punya penyakit parah, namanya Felix.

Pelajarannya di rumah, bukanlah sesuatu yang serius. Mrs. Willis, guru mereka, cenderung membiarkan mereka memilih apa yang mereka sukai untuk mereka pelajari atau lakukan. Mereka berdua bisa aja main perang-perangan atau membuat karangan.

Nah, dari proyek menulis inilah, Sam mempunyai ide untuk membuat buku. Maka, Sam membuat berbagai daftar tentang apa yang dia inginkan, apa yang ia lakukan dan juga daftar-daftar pertanyaan yang tak terjawab yang mungkin jarang banget terlintas di dalam pikiran kita sebagai orang yang ‘sehat’. Tapi, beda sama Sam yang sedang menunggu ‘hari-hari akhir’nya. Pertanyaan seperti: “Kenapa orang harus mati?”, “Bagaimana kita harus mati?”, “Ke mana orang pergi setelah mati?” terlontar dengan polos dari pikiran-pikiran Sam. Sam jadi tampak dewasa sekali.

Buku ini jadi bagaikan buku harian Sam. Mimpi Sam naik balon Zeppelin, berbagai daftar yang ‘kocak’, misalnya apa yang harus dilakukan kalo orang meninggal, kiat-kiat hidup abadi – emang sih, bikin sedih tapi, kok ya, jadi lucu karena Sam yang polos banget. Terus, gimana Sam harus menghadapi kenyataan kalo segala macem cara pengobatan itu udah gak ada gunanya lagi dan hidupnya hanya tinggal 2 bulan lagi!

Sam memang terkadang bilang kalau ini semua gak adil, tapi toh, Sam berhasil bersikap tegar dan gak ‘terpuruk’ menyesali nasib. Sam masih bisa menikmati hidupnya yang gak lama lagi itu. Sam mengajarkan kita untuk tetap semangat. Jangan selalu ‘berkeluh kesah’ padahal mungkin, hidup kita masih lebih baik dibanding Sam.

Tulisan tangan dan corat-coret Sam juga menghiasi buku ini, bikin buku ini jadi gak membosankan.

Kaya’nya buku ini gak hanya untuk orang dewasa deh, meskipun emang, rada berat juga kalo masuk kategori remaja. Tapi… bener.. buku ini bagus banget menurutku. Cerita tentang ‘kematian’ mungkin mirip sama buku-bukunya Mitch Albom, tapi, karena ini diliat dari sudut pandang anak-anak, bikin jadi lain aja.

Love this book… *semoga gak lupa memasukkan ke dalam buku favorit 2008*

Tuesday, May 13, 2008

Maximum Ride#1: Angel Experiment

Maximum Ride#1: Angel Experiment (Maximum Ride#1: Eksperimen Malaikat)
James Patterson @ 2005
Poppy Damayanti Chusfani (Terj.)
GPU – April 2008
536 Hal.

Suatu hari, di pagi yang cerah, suasana di sebuah rumah dimulai dengan ceria. 6 orang anak tertawa dan saling melakukan keisengan membuat semuanya terlihat normal. Tidak ada yang aneh pada diri Max, Fang, Nudge, Gasman, Iggy dan si kecil, Angel. Mereka tampak seperti anak-anak pada umumnya. Tapi… ketika pagi itu dirusak oleh makhluk yang sangat mengerikan, semua jadi tidak normal lagi.

Ke-enam anak itu adalah makhluk rekayasa dari sebuah Sekolah yang misterius. Mereka adalah anak-anak yang sejak bayi sudah dijadikan bahan percobaan dengan menyuntikkan gen burung ke dalam tubuh mereka. Orang tua mereka juga misterius, ada yang sudah meninggal, ada yang tidak tahu kalau anak mereka masih hidup, ada yang menyerahkannya dengan sukarela Intinya, mereka tidak ada yang mengetahui siapa orang tua mereka dan apa alasannya mereka berenam harus ada di Sekolah yang mengerikan itu.

Sekelompok Pemusnah – anak-anak rekayasa seperti mereka, namun berwujud mengerikan seperti serigala – mengejar mereka berenam dan menjadikan hidup mereka tidak lagi nyaman dan tenang.

Pagi itu jadi rusak, Angel diculik. Max, sebagai anak yang paling tua, merasa bertanggung jawab dan bertekad menyelamatkan Angel dari tangan para Pemusnah.

Kembali ke Sekolah bagaikan mimpi buruk. Mereka harus kembali ke tempat yang pernah sangat menyiksa mereka. Buruknya lagi, mereka harus sakit hati ketika orang yang sangat mereka percaya ternyata tetaplah bagian dari Jas Putih.

Ketika berada dalam penyekapan, ternyata Angel mendengar potongan-potongan informasi tentang keberadaan orang tua mereka. Dari sinilah, Max dan teman-teman bertekad mencari orang tua mereka.

Mereka ‘terbang’ sampai ke New York. Tapi, tetap saja, para Pemusnah mengincar mereka. Bukan sekali mereka nyaris kehilangan nyawa mereka.

Ending buku ini masih ‘misterius’, karena memang akan ada sekuelnya. Ceritanya memang menegangkan tapi, ketenangan Max pembuat gue ikutan tenang, gak dag-dig-dug, meskipun ending setiap bab bikin penasaran dan selalu penuh kejutan. Ciri khas James Patterson yang selalu menggiring pembaca untuk ikutan sport jantung dengan bab-bab yang pendek. Gue juga jadi ‘menunggu-nunggu’ akankah ada kisah romantis antara Max dan Fang?

Buku yang asyik banget… One of my favorites…

Baca buku ini, gue langsung inget sama ‘When the Wind Blows’ dan ‘The Lake House’, yang sama-sama punya tokoh bernama Max, sama-sama berasal dari Sekolah dan mempunyai gen burung dalam tubuhnya. Tapi kata Pak James nih, buku ini serupa tapi tak sama. Gue jadi pengen baca lagi dua buku itu, soalnya udah lupa sih, gimana ceritanya.

Wednesday, May 07, 2008

Mehrunnisa: The Twentieth Wife

Mehrunnisa: The Twentieth Wife
Indu Sundaresan @ 2002
Hikmah, Cet, I - Maret 2008
551 Hal.

Ternyata dalam hal urusan cerita cinta, India gak hanya punya cerita tentang ‘Taj Mahal’. Di buku ini, adalah kisah cinta orang tua pasangan Mumtaz Mahal dan Shah Jahan.

Mehrunnisa hampir saja kehilangan orang tua kandungnya yang merasa tak sanggup merawatnya karena kemiskinan yang mereka derita. Ghias Beg adalah bangsawan asal Persia yang melarikan diri karena terlilit hutang di negaranya sendiri. Bersama anak-anaknya dan istri yang sedang hamil tua, ia berniat mencari kehidupan baru di India. Untung saja, ia bertemu dengan orang yang baik yang berniat menjadi orang tua angkat Mehrunissa.

Keluarga Ghias Beg pun akhirnya tiba di India dan keberuntungan segera berpihak pada Ghias Beg yang mendapat kepercayaan dari Sultan Akbar yang bijak. Sejak kecil, Mehrunnisa sudah ‘terobsesi’ untuk menjadi seorang putri. Ia ingin menjadi permaisuri bagi Pangeran Salim, sang Putra Mahkota.

Tapi, tentu saja, meskipun mereka cukup dekat dengan keluarga raja, tidak semudah itu berjodoh dengan anggota keluarga kerajaan. Karena biasanya pernikahan di keluarga kerajaan bernuansa politik. Sebuah peristiwa di hari pernikahan Pangeran Salim yang pertama membuat Mehrunnisa dekat dengan Ruqayya, permaisuri Sultan Akbar.

Mehrunnisa menjadi pendatang tetap di zenana. Tapi, karena perempuan tidak boleh menampakkan diri begitu saja di depan laki-laki, Mehrunnisa harus mencuri-curi kesempatan untuk melihat Pangeran Salim.

Beberapa pertemuan tak disengaja antara Pangeran Salim dan Mehrunnisa ternyata meninggalkan kesan yang mendalam di hati Pangeran Salim. Tapi, tentu saja, meskipun mereka saling jatuh cinta, pernikahan bukanlah hal yang bisa ditentukan sendiri, tapi, Sultan-lah yang membuat keputusan. Mehrunnisa dinikahkan dengan seorang prajurit bernama Ali Quli.

Tahun-tahun berlalu, pemberontakan dan pengkhianatan sekitar perebutan takhta sultan berulang kali terjadi. Baik yang dilakukan Pangeran Salim terhadap Sultan Akbar, atau yang dilakukan Pangeran Khusrau terhadap Pangeran Salim, ayahnya.

Pertemuan antara Mehrunnisa dan Pangeran Salim, yang sudah jadi Sultan Jahangir, terjadi di sebuah pesta pertunangan. Hati mereka berdua kembali bergolak. Sultan Jahangir berharap ia bisa memilih sendiri permaisuri yang ia inginkan tanpa harus berbau-bau politik. Tapi, Jagat Gosini, permaisuri yang sah, tentu saja tidak akan tinggal diam ketika ada perempuan lain yang mengancam kedudukannya.

Indu Sundaresan melakukan banyak riset untuk mewujudkan cerita ini. Mehrunnisa memang benar ada dalam sejarah India, meskipun tidak terlalu menonjol. Tapi, kalo membaca penuturan Indu Sundaresan, Mehrunnisa yang asli adalah ‘perempuan keras’, setelah ia menjadi permaisuri, banyak perubahan yang dilakukannya semasa pemerintahan Sultan Jahangir. Sementara Mehrunnisa yang di buku ini terkesan ‘bandel’, cerdas, tapi tetap tak berdaya ketika ia berada dalam lembaga pernikahan yang mewajibkannya tunduk pada suami.

Masih ada juga cerita tentang kekerasan dalam rumah tangga *gerammmm*…

Mungkin agak berlebihan ya.. anak umur hmmmm… 8 tahun kalo gak salah, tapi udah terobsesi jadi permaisuri. Kesannya ambisius banget. Dan.. ckckckck…, anak sama bapak – Pangeran Khusrau sama Pangeran Salim, sama-sama berontak… kena karma tuh Pangeran Salim…

Gue sih, cukup menikmati baca buku ini. Meskipun sempat gak tahan, begitu udah bagian cinta-cintaan menjelang bagian akhir. Lanjutan kisah cinta yang eksotis ini yang judulnya ‘The Feast of Roses’, konon bakal diterbitkan juga oleh Penerbit Hikmah, yang mengisahkan kehidupan Mehrunnisa setelah menjadi permaisuri.

Tapi, semoga aja gak mengecewakan. Karena kalo udah sekuel gitu, suka dipaksain, dan malah jadi ngebosenin. Dan, gara-gara baca buku ini, gue jadi pengen baca novel tentang ‘Taj Mahal’ (ada dua judul tuh…) Hahaha… malah menambah ‘daftar dosa’ baru…
 

lemari bukuku Template by Ipietoon Cute Blog Design and Bukit Gambang